
KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terus mengupayakan percepatan pembebasan lahan untuk pembangunan Bendungan Jenelata di Kabupaten Gowa.
Proyek yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) ini kini menghadapi kendala pada tahap pembebasan lahan keempat, dengan sisa lahan seluas 10 hektar yang masih bermasalah.
Lahan yang belum bebas tersebut berada di atas 29 bidang tanah, yang diketahui tumpang tindih antara aset PTPN I Regional 8 dan klaim masyarakat.
Untuk menuntaskan persoalan ini, Pemprov Sulsel telah menggelar rapat koordinasi lanjutan yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, di Aula Lantai 8 Kejaksaan Tinggi Sulsel, pada Selasa (01/07)
Rapat ini melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Kejaksaan Tinggi Sulsel, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Pemerintah Kabupaten Gowa, serta tokoh masyarakat setempat.
“Pertemuan hari ini untuk keberlanjutan Proyek Strategis Nasional Jenelata. Kami berharap agar bisa segera diselesaikan. Kami bersyukur Kejaksaan Tinggi melakukan pendampingan terhadap percepatan ini, apalagi dihadirkan juga dari Camat, Kepala Desa, dan masyarakatnya,” ujar Jufri Rahman, Selasa (01/07).
Pemprov Sulsel menargetkan agar pembebasan lahan tahap empat segera tuntas agar proses konstruksi bendungan bisa berjalan sesuai jadwal.
Jufri juga menekankan manfaat besar yang akan dirasakan masyarakat dari proyek ini, khususnya dalam penyediaan air dan pengairan pertanian di Gowa, Makassar, Takalar, dan sekitarnya.
“Kita mau melihat Sulsel maju dan masyarakat Gowa mendapatkan perlakuan yang adil. Kami berharap ini segera tuntas karena ini adalah PSN. Kehadiran bendungan ini akan sangat bermanfaat dalam ketersediaan air baku bukan hanya untuk Makassar, tetapi juga Gowa. Termasuk pertanian juga akan mendapatkan manfaatnya, baik di Gowa, Takalar, dan sekitarnya,” jelasnya.
Kejaksaan Tinggi Sulsel yang juga menjadi Ketua Satgas Percepatan Investasi ikut dilibatkan dalam proses ini. Wakajati Sulsel Teuku Rahman menyatakan pentingnya percepatan pembebasan lahan untuk mendukung iklim investasi dan pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan.
“Kejati Sulsel juga merupakan Ketua Satgas Percepatan Investasi. Karena pembangunan bendungan ini pada dasarnya akan berkelanjutan investasi ekonomi di Sulsel,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa pendekatan musyawarah menjadi langkah utama untuk menyelesaikan persoalan lahan yang masih tumpang tindih.
“Rapat ini mencari win-win solution, bagaimana pembangunan Jenelata ini dalam prosesnya dapat segera diselesaikan. Adanya permasalahan lahan dapat diselesaikan dengan cara musyawarah,” katanya.
Sementara itu, Kepala BBWS Pompengan Jeneberang, Suryadarma, menyatakan bahwa anggaran untuk pembebasan lahan telah disiapkan.
Namun pihaknya tetap harus menunggu proses administrasi sesuai aturan, khususnya untuk bidang tanah yang belum jelas status hukumnya.
Dari sisi masyarakat, salah satu warga Dusun Manyampa, Desa Tanakaraeng, Samsuddin M, menyampaikan bahwa dirinya telah mengelola lahan yang masuk wilayah proyek sejak 1986.
Dia tidak mempersoalkan pengambilalihan tanah oleh negara, namun berharap adanya kompensasi atas tanaman yang sudah dia tanam.
“Kami kelola dan tidak ada larangan, tapi jika ada seperti ini, kami legowo, tapi kami meminta ada penggantian tanaman saya,” ujarnya.
Bendungan Jenelata direncanakan memiliki tipe konstruksi Concrete Face Rockfill Dam (CFRD) dengan tinggi 62,8 meter dan kapasitas tampungan normal 223,6 juta meter kubik air.
Proyek ini juga akan mereduksi risiko banjir, menyediakan air baku sebesar 6,05 meter kubik per detik, mengairi lahan pertanian seluas 26.773 hektar, serta menghasilkan listrik dari potensi PLTA sebesar 7 Mega Watt.
Pembangunan bendungan yang didanai oleh APBN dan pinjaman dari Cexim Bank Tiongkok ini ditargetkan rampung pada tahun 2028.