
KabarMakassar.com — Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong peningkatan kapasitas dan keterampilan penyandang disabilitas secara sistematis dan berkelanjutan, menyusul tingginya angka ketimpangan akses terhadap pendidikan dan pekerjaan bagi kelompok ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per 2022 tercatat sebanyak 36.264.286 penyandang disabilitas di Indonesia, atau sekitar 13,2 persen dari total populasi nasional.
Namun, potret kesetaraan pendidikan bagi mereka masih jauh dari ideal. Laporan Statistik Pendidikan 2024 dari BPS menyebutkan bahwa 17,85 persen penyandang disabilitas berusia di atas lima tahun tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Artinya, sekitar 6,47 juta disabilitas tumbuh tanpa akses pendidikan dasar.
“Berbagai upaya untuk mewujudkan kemandirian dan peningkatan produktivitas para penyandang disabilitas harus mendapat dukungan semua pihak, sebagai bagian dari menegakkan prinsip-prinsip inklusivitas dalam proses pembangunan,” ujar Lestari dalam pernyataan tertulis, Minggu (20/7).
Salah satu langkah konkret yang digulirkan pemerintah datang dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Bekerja sama dengan Yayasan Paradifa, BAKTI menyelenggarakan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara daring selama 19 hari, mulai 24 Juni hingga 12 Juli 2025. Total 2.652 peserta dari 38 provinsi mengikuti pelatihan yang terbagi dalam 190 kelas daring tersebut.
Meski jumlahnya belum menyentuh satu persen dari total populasi disabilitas nasional, program ini dianggap sebagai langkah awal penting dalam membangun keterampilan digital di tengah era transformasi ekonomi berbasis teknologi.
Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II menilai bahwa pelatihan semacam ini perlu diperluas dan diperbanyak cakupannya. Menurutnya, inklusivitas dalam pendidikan dan pelatihan harus dijamin lewat kebijakan yang berorientasi pada keadilan sosial.
“Pelatihan seperti ini harus terus diperluas. Tapi jangan berhenti di pelatihan saja, para penyandang disabilitas yang sudah memiliki keterampilan perlu difasilitasi masuk ke dunia kerja, baik formal maupun mandiri,” tegas legislator yang akrab disapa Rerie itu.
Rerie juga menyoroti perlunya reformasi sistem pendidikan nasional agar benar-benar inklusif, mulai dari akses fisik, kurikulum yang adaptif, hingga tenaga pengajar yang memahami kebutuhan peserta didik disabilitas. Ia menekankan pentingnya peran aktif pemangku kepentingan di pusat dan daerah untuk menciptakan ekosistem yang ramah bagi penyandang disabilitas, baik di dunia pendidikan maupun pasar kerja.
Sebagai anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Rerie menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan tidak boleh hanya dinilai dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari seberapa luas akses kelompok rentan terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak.
“Ini soal keadilan. Kita bicara tentang lebih dari 36 juta jiwa yang selama ini berada di pinggiran pembangunan. Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bergandengan tangan membuka jalan menuju kemandirian bagi mereka,” pungkasnya.