600 Buruh Terancam Menganggur, Kebijakan PT Pelni Digugat Serikat Pekerja

7 hours ago 3
600 Buruh Terancam Menganggur, Kebijakan PT Pelni Digugat Serikat Pekerja Ilustrasi Kapal Pelni (Dok : Int).

KabarMakassar.com — Kebijakan baru PT Pelni yang mewajibkan seluruh pengiriman barang resi melalui palka atau alat mekanis memicu gelombang keresahan di Pelabuhan Makassar.

Sekitar 600 buruh bagasi terancam kehilangan pekerjaan karena sistem bongkar muat manual yang selama ini menjadi tumpuan nafkah mereka, praktis dihentikan.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Makassar, Fikasianus Icang, menyebutkan bahwa aturan tersebut sudah berjalan dua bulan terakhir tanpa adanya sosialisasi atau pelibatan pihak buruh.

Ia menyebut surat resmi dikeluarkan Kepala Cabang PT Pelni Makassar yang langsung menghapus peran buruh manual dalam pengangkutan barang.

“Dulu barang diturunkan dan diangkut buruh secara manual. Sekarang, semua harus lewat palka dengan alat bernama krem. Itu artinya pekerjaan buruh sudah tidak dibutuhkan lagi,” ungkap Icang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi E DPRD Sulsel, Jumat (23/05).

Lebih lanjut, Icang menyoroti kondisi kerja buruh yang semakin timpang. Buruh tetap dibebani tanggung jawab jika terjadi kehilangan barang, meskipun pembayaran jasa pengiriman dilakukan oleh pemilik barang (shipper) langsung ke PT Pelni. Skema pembayaran ganda ini, menurut Icang, menyisakan tanda tanya besar soal akuntabilitas dan perlindungan hukum.

“Kalau shipper bayar ke Pelni, itu seolah barang dijamin. Tapi kenyataannya, kalau barang hilang, buruh tetap yang disalahkan. Padahal buruh tidak ikut menikmati keuntungan itu,” jelasnya.

Masalah ini semakin pelik karena buruh memperoleh upah dari penurus barang, bukan langsung dari Pelni. Namun secara operasional, buruh tetap diminta menjalankan tugas distribusi dalam sistem yang tidak menguntungkan mereka. Ketimpangan ini membuat Icang mendesak evaluasi total atas sistem pengelolaan distribusi barang resi di pelabuhan.

RDP yang digelar DPRD Sulsel menjadi ajang curhat sekaligus perlawanan buruh atas kebijakan sepihak tersebut. Sayangnya, pihak PT Pelni tidak hadir dalam pertemuan tersebut, yang semakin memicu kekecewaan serikat pekerja dan anggota legislatif.

“Kami kecewa. PELNI harusnya hadir, karena ini menyangkut nasib ratusan pekerja. Kalau mereka tidak datang juga pekan depan, kami bersama buruh yang akan ke kantor Pelni,” tegas Wakil Ketua Komisi E DPRD Sulsel, Sofyan Syam.

Ia menganggap kebijakan Pelni tidak hanya merugikan buruh, tapi juga berpotensi memunculkan ketimpangan sosial yang lebih besar, mengingat para buruh tersebut tidak memiliki alternatif pekerjaan lain dalam waktu dekat.

Komisi E DPRD Sulsel berjanji akan mengawal persoalan ini hingga tuntas dan mendorong dialog terbuka antara Pelni dan perwakilan buruh. Mereka juga meminta pihak Pelni mengkaji ulang sistem otomatisasi yang dilakukan secara sepihak tanpa mengantisipasi dampak sosialnya.

Lebih lanjut, RDP selanjutnya akan dilakukan Minggu depan bersama Pelni untuk menjawab keresahan yang dialami oleh pihak buruh.

“Teknologi bukan alasan untuk mencabut rezeki orang secara tiba-tiba. Harus ada keadilan transisi,” tutup Sofyan.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news