Andi Sudirman Tekankan Pentingnya Pelestarian Budaya Sulsel, dari Situs Bersejarah hingga Bahasa Daerah

9 hours ago 4

KabarMakassar.com — Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan pentingnya pelestarian warisan budaya terkhususnya di wilayah Sulsel.

Tidak hanya tentang bangunan bersejarah, ia turut menyoroti terkait bahasa daerah yang kian terpinggirkan. Mengingat saat ini, generasi penerus cukup banyak yang tidak dapat berbahasa daerah.

Andi Sudirman Sulaiman menekankan, jika tidak dijaga sejak dini, maka jejak sejarah dan identitas budaya dapat hilang.

“Pemugaran Benteng Somba Opu terus kami dorong. Di sana masih ada masjid tua, pagar, dan struktur benteng yang menjadi bukti bahwa kapal-kapal Belanda pernah bersandar di wilayah ini,” tukasnya di Benteng Rotterdam pada Kamis (22/05).

Ia menilai, kawasan Benteng Somba Opu tidak hanya sebagai situs sejarah. Namun hal itu juga sebagai simbol peradaban maritim masyarakat Bugis-Makassar.

Diketahui, Benteng Somba Opu terletak di Jalan Daeng Tata, Kabupaten Gowa, Sulsel. Ini menjadi benteng peninggalan Kesultanan Gowa yang dibangun oleh Raja Gowa ke-9 Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna pada abad ke-16.

Saat ini, Benteng Somba Opu menjadi objek wisata bersejarah karena di dalamnya terdapat beberapa bangunan rumah adat Sulsel.

Gubernur Sulsel Andi Sudirman turut mengingatkan pentingnya melindungi warisan budaya tak benda seperti bahasa daerah. Terlebih di Sulsel terdapat 14 dialek yang berbeda.

“Kami sudah menjalankan program satu hari berbahasa daerah di sekolah dan instansi. Ini langkah kecil tapi penting. Kalau tidak dijaga, bisa hilang suatu saat nanti,” paparnya.

Potensi wisata budaya, kata Andi Sudirman, belum cukup dimaksimalkan. Begitu pula dengan alam yang ada di Sulsel.

Salah satu contohnya yaitu kawasan prasejarah Leang-Leang yang terdapat di Kabupaten Maros, yang telah ditetapkan sebagai bagian dari Global Geopark UNESCO.

Sebagai informasi, di situs tersebut terdapat lukisan tangan manusia purba berusia 40.000 tahun, juga fenomena geologis seperti karang laut yang berada di ketinggian 300 meter.

Sebelumnya diberitakan, di tengah gencarnya wacana pengembangan sektor pariwisata dan kebudayaan di Sulawesi Selatan, DPRD Provinsi Sulsel mengungkap fakta mencengangkan terkait pengelolaan kawasan bersejarah Benteng Somba Opu.

Ketua Panitia Kerja (Panja) DPRD Sulsel, Yeni Rahman, dalam laporan resmi atas penyelenggaraan kebudayaan dan pariwisata tahun anggaran 2024, menyampaikan bahwa sebagian lahan Benteng Somba Opu berada dalam status tidak jelas dan rawan dikuasai pihak ketiga secara ilegal.

“Dari total 150 hektare kawasan Benteng Somba Opu, baru 75 hektare yang memiliki sertifikat. Sisanya, sebanyak 50 persen lahan berada dalam status tidak jelas, membuka celah untuk penguasaan ilegal oleh pihak ketiga,” ungkap Yeni, Senin (19/05).

Ia menegaskan bahwa ketidakpastian status lahan ini menghambat proses revitalisasi total yang seharusnya menjadi program prioritas.

Tak hanya soal legalitas lahan, kawasan yang seharusnya menjadi pusat representasi budaya Bugis-Makassar itu kini mengalami degradasi fisik. DPRD Sulsel mencatat bahwa hampir seluruh rumah adat di dalam kawasan tidak terawat dan sebagian besar fasilitas budaya berada dalam kondisi nyaris rusak.

Namun, pada APBD 2024, tidak ada alokasi anggaran khusus yang signifikan untuk pemeliharaan kawasan ini. Anggaran hanya menyentuh kegiatan seremonial terbatas.

“Padahal pada tahun lalu, kita mencatat capaian berupa pemecahan rekor tari padduppa dan parade baju adat di 24 kabupaten/kota. Tapi di 2024 ini, kegiatan serupa tidak lagi muncul karena anggaran dipangkas,” terang Yeni, yang juga menjabat sebagai Bendahara Fraksi PKS DPRD Sulsel.

Yang lebih mengkhawatirkan, DPRD menemukan bahwa sejumlah fasilitas budaya di kawasan Benteng Somba Opu justru telah dikuasai oleh organisasi politik dan kelompok non-pemerintah.

“Ini bukan lagi aset publik, tapi nyaris berubah menjadi lahan privat dengan penggunaan yang tak sesuai fungsi,” katanya.

Isu tersebut tidak berdiri sendiri. Yeni juga mengungkap fakta ketimpangan distribusi anggaran pariwisata di seluruh Sulawesi Selatan. Menurutnya, selama ini dana pembangunan destinasi justru menumpuk di wilayah-wilayah yang sudah maju secara infrastruktur. Sementara daerah lain yang menyimpan potensi besar justru tidak tersentuh program.

“Dari analisis kami, tidak ada peta potensi wisata berbasis data spasial yang digunakan sebagai dasar perencanaan. Akibatnya, provinsi ini seperti berjalan tanpa arah. Kabupaten yang seharusnya jadi prioritas justru luput dari perhatian,” ujarnya.

Salah satu sorotan penting lainnya adalah desakan kepada Pemerintah Provinsi Sulsel untuk merebut kembali penguasaan aset-aset strategis di kawasan Benteng Somba Opu dari tangan pihak ketiga.

“Kita harus pastikan bahwa setiap jengkal kawasan itu kembali dikelola oleh pemerintah daerah demi kepentingan publik. Tidak bisa ada negosiasi dalam hal ini,” tegas Yeni.

Sebagai anggota Komisi E DPRD Sulsel, ia juga menekankan pentingnya mengembalikan fungsi kawasan Benteng Somba Opu sebagai pusat edukasi budaya, interaksi sosial, dan pengembangan pariwisata berbasis sejarah. Namun untuk itu, diperlukan langkah serius dan terukur, mulai dari legalisasi lahan, pemulihan fisik, hingga integrasi program kebudayaan.

“Kalau hari ini kita diam, maka 75 hektare lahan yang belum bersertifikat bisa hilang begitu saja. Dan kalau kita terus menunda, maka revitalisasi hanya akan tinggal di atas kertas,” tegasnya.

Sehingga, DPRD Sulsel merekomendasikan agar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata segera menyusun peta potensi pariwisata berbasis spasial, serta menata ulang mekanisme distribusi anggaran agar lebih adil dan merata.

“Penguatan program seni dan budaya yang bersifat edukatif dan berkelanjutan harus menggantikan pola seremoni satu kali pakai yang selama ini mendominasi,” tutupnya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki sejumlah aset yang berada di kawasan Benteng Somba Opu.

Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh menyebut akan mendorong pemasaran Benteng Somba Opu sebagai ikon pariwisata.

“Saya hari ini surprise karena baru dapat laporan kita punya aset yang sangat luas di Benteng Somba Opu,” ucapnya pada Jumat (27/12).

Prof Zudan menyatakan, sebagai langkah konkret dalam mewujudkan hal tersebut maka ia akan meminta kepada pemerintah pusat untuk melakukan ekskavasi.

“Saya akan minta kepada pemerintah pusat, terutama ke Menteri Kebudayaan untuk melakukan ekskavasi, melihat kembali benteng kita agar bisa dimunculkan kembali,” tukasnya.

“Dikeruk, agar kelihatan seperti di sisi barat itu yang 300 m, karena Somba Opu kan aslinya berbentuk segi empat karena yang terlihatkan baru satu sisi yang bisa dimunculkan,” tambahnya.

Ia mengungkapkan apabila Benteng Somba Opu mendapatkan sentuhan khusus tersebut maka akan kembali menjadi sangat bagus.

“Saya akan minta ke pemerintah pusat karena kewenangan ada di pemerintah pusat,” imbuhnya.

Teruntuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sendiri, Prof Zudan meminta agar dapat lebih agresif lagi dalam memasarkan pariwisata Benteng Somba Opu.

“Saya minta untuk dilakukan perbaikan-perbaikan yang mendasar agar rumah-rumah adat dapat dipakai kembali, di operasionalkan untuk berbagai kegiatan kesenian dan budaya,” ucapnya.

Ia berharap agar Pemerintah Provinsi dapat memberi perhatian ke Benteng Somba Opu, sehingga bisa dijadikan sebagai tempat aktivitas.

“Pemerintah pusat sudah melakukan ekskavasi kan, nah ini perlu dilanjutkan kembali apalagi ada Kementerian Kebudayaan yang fokus kesana. Apabila saya tahu lebih awal, maka pasti kegiatan-kegiatan akan dibuat berpusat disana,” tuturnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news