Revisi UU Pangan Dinilai Krusial, PKS Tekankan Keadilan dan Ketahanan Pangan Nasional

8 hours ago 2
Revisi UU Pangan Dinilai Krusial, PKS Tekankan Keadilan dan Ketahanan Pangan Nasional Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono Caping dari Fraksi PKS, Ist.

KabarMakassar.com — Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono Caping dari Fraksi PKS, menilai revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagai momentum krusial untuk memperkuat keadilan pangan di Indonesia.

Menurutnya, perubahan ini bukan sekadar pembaruan regulasi, tetapi upaya menyeluruh untuk menyelamatkan masa depan pangan nasional, sekaligus mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

“Keadilan pangan hari ini belum sepenuhnya dirasakan oleh rakyat, terutama kelompok rentan yang seharusnya menjadi prioritas,” tegas Riyono dalam keterangannya.

Ia menyoroti bahwa penyediaan pangan yang sehat, bergizi, halal, dan terjangkau masih jauh dari merata. Distribusi yang timpang, akses terbatas, serta kualitas gizi yang belum optimal menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan melalui perangkat hukum yang lebih visioner.

Riyono yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Timur VII itu mengingatkan bahwa pembangunan pangan tidak bisa dilepaskan dari nasib para petani sebagai produsen utama. Ia merujuk pada riset LIPI sebelum bergabung ke BRIN, yang memperkirakan pada tahun 2060 Indonesia bisa kehilangan mayoritas petaninya jika tak ada langkah serius perlindungan dan regenerasi.

“Kalau petani hilang, lalu siapa yang akan menyediakan pangan untuk 270 juta lebih rakyat Indonesia? Perlindungan dan pemberdayaan petani adalah fondasi utama ketahanan pangan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Riyono menekankan bahwa ketahanan pangan tak boleh hanya dimaknai sebagai stok dan produksi, melainkan harus berpijak pada keadilan akses dan pemenuhan gizi masyarakat. Hal ini selaras dengan visi Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 2, yakni mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta mendorong pertanian berkelanjutan.

“SDGs mengamanatkan bahwa seluruh warga, terutama yang miskin dan rentan, harus mendapatkan makanan yang cukup, aman, dan bergizi sepanjang tahun. Inilah yang saya sebut sebagai keadilan pangan dalam kerangka global,” jelasnya.

Data Global Food Security Index (GFSI) turut memperkuat kegelisahan itu. Indonesia kini berada di peringkat ke-69 dari 113 negara, tertinggal dari rata-rata global dan Asia Pasifik. Bahkan, menurut Riyono, masih ada lebih dari 23 juta jiwa penduduk Indonesia yang belum mendapatkan gizi berimbang.

Ia menyambut baik program Ketahanan Pangan Nasional yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto, termasuk intervensi gizi berbasis makanan bergizi (MBG) yang ditargetkan menjangkau lebih dari 80 juta jiwa. Program tersebut, menurutnya, dapat menjadi jawaban awal atas kesenjangan pangan yang selama ini dirasakan masyarakat akar rumput.

Namun, ia mengingatkan bahwa program jangka pendek harus diiringi dengan pembaruan sistemik dan legislasi yang berjangka panjang.

“Kita harus punya visi dua puluh tahun ke depan. Ketika tatanan global terguncang akibat konflik, perubahan iklim, dan ketimpangan ekonomi, pangan akan menjadi rebutan dunia. Kita tidak boleh lemah dalam hal ini,” tuturnya.

Riyono berharap perubahan UU Pangan ini benar-benar menjawab tantangan zaman, bukan sekadar kosmetik hukum. Ia juga mendesak agar revisi ini mampu mengikat komitmen negara untuk menjadikan akses pangan sebagai hak dasar warga negara yang dijamin sepenuhnya oleh negara.

“Negara harus hadir dalam setiap meja makan rakyatnya,” pungkas Riyono.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news