
KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah mengusulkan tujuh lokasi lahan untuk pembangunan sekolah rakyat permanen kepada pemerintah pusat. Namun, usulan tersebut belum sepenuhnya meyakinkan.
Lokasi yang ditawarkan dinilai terlalu terpencil dan tidak didukung infrastruktur pendukung memadai. Padahal, pembangunan sekolah rakyat mengharuskan ketersediaan akses jalan, listrik, serta kemudahan logistik lainnya.
Sekolah rakyat merupakan program nasional yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto untuk mendorong pemerataan akses pendidikan dasar hingga menengah bagi keluarga prasejahtera.
Di Sulsel, program ini direspons serius oleh pemerintah provinsi melalui identifikasi dan pengusulan lahan strategis.
Namun, proses tersebut tak selalu berjalan mulus. Dalam tahap awal seleksi, tujuh lokasi yang diajukan oleh Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel justru dinilai belum memenuhi harapan.
“Oleh BKAD, Bagian Aset, sudah mengusulkan ada 7 lokasi,” ungkap Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, Abdul Malik Faisal, Sabtu (05/07).
Tujuh lokasi lahan tersebut tersebar di beberapa kabupaten, antara lain Bone, Enrekang, Luwu Utara, dan Bulukumba.
Namun, dari hasil pemantauan awal dan koordinasi teknis, muncul kekhawatiran bahwa lokasi-lokasi ini terlalu jauh dari pusat kota dan sulit dijangkau.
Menurut Malik, lokasi yang terlalu terpencil menyulitkan pembangunan sarana pendidikan, terlebih jika jalan dan infrastruktur dasar belum tersedia.
Dia menyebut bahwa beberapa lokasi yang diajukan berada jauh dari permukiman warga dan belum memiliki akses jalan yang memadai.
“Cuma lokasi yang diusulkan ini, kalau saya sendiri melihat itu agak terpencil, jauh. Pun sarananya juga, jalannya juga tidak memadai,” urainya.
Menanggapi kondisi tersebut, Malik mengaku telah mengusulkan kepada Gubernur Sulsel agar mencari lokasi alternatif yang lebih dekat dengan pemukiman penduduk atau akses utama.
Langkah ini diambil demi memastikan pembangunan sekolah rakyat dapat berjalan cepat, efisien, dan tidak terkendala logistik atau pengadaan sarana pendukung.
“Saya mengusulkan ke Pak Gubernur untuk cari lahan yang lebih dekat,” katanya.
Lebih jauh, Malik menjelaskan bahwa setiap unit sekolah rakyat yang akan dibangun terdiri atas fasilitas pendidikan terpadu: SD, SMP, dan SMA. Dilengkapi pula dengan asrama putra-putri, lapangan sepak bola, dan fasilitas olahraga lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah mensyaratkan lahan minimal seluas 7,6 hektare, dan lokasi tidak boleh berada di area yang terisolasi.
“Iya, (lahannya) dihibahkan (pemerintah) provinsi ke pusat 7,6 hektare karena di sana akan dibangun 3 sekolah terpadu, ada SD, SMP, SMA, ada asramanya masing-masing putra-putri, ada lapangan sepak bola, dan lain-lain,” urai Malik.
Pembangunan satu unit sekolah rakyat diperkirakan menelan biaya sebesar Rp200 miliar. Dana tersebut murni bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tanpa menggunakan dana dari APBD daerah.
“Anggarannya 1 sekolah itu Rp200 miliar, semua bersumber dari APBN tidak ada APBD,” tegas Malik.