Asa yang Tumbuh Kembali di Sekolah Rakyat Makassar

8 hours ago 2

KabarMakassar.com — Program Sekolah Rakyat yang digagas pemerintah hadir sebagai upaya nyata untuk memastikan setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam menuntut ilmu.

Sekolah ini tidak hanya menyediakan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera, tetapi juga tempat tinggal hingga bimbingan karakter agar mereka bisa tumbuh dengan layak dan kembali mengejar cita-cita yang sempat terhenti.

Sekolah Rakyat Menengah Pertama 23 Makassar dan Sekolah Rakyat Menengah Atas 26 Makassar merupakan bagian dari total 16 Sekolah Rakyat yang tersebar di beberapa titik rintisan di Provinsi Sulawesi Selatan. Di tempat inilah anak-anak dari berbagai latar belakang menemukan ruang untuk belajar, berjuang, dan menyalakan kembali harapan untuk mengejar cita-cita mereka.

Salah satu dari mereka adalah Nurul Atika, siswi Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 26 Makassar. Awalnya, Tika menolak ketika orang tuanya mengabarkan tentang sekolah berasrama itu. Ia takut harus berpisah dari ibunya yang tinggal di rumah sederhana di Makassar.

Namun, keputusan itu perlahan berubah. Ia menyadari, bersekolah di tempat ini berarti meringankan beban keluarga, terutama ibunya yang kini menjadi orang tua tunggal setelah sang ayah meninggal dunia. Sejak tinggal di asrama, Tika merasa kehidupannya lebih teratur, bisa belajar hidup mandiri, dan mengenal banyak teman.

Fasilitas sekolah yang lengkap membuatnya tak perlu memikirkan biaya seragam hingga makanan sehari-hari. Semua disediakan secara gratis. Ia juga dibimbing oleh guru-guru yang tidak hanya mengajar, tetapi mendampingi mereka layaknya orang tua.

Di Sekolah Rakyat, kepercayaan diri Tika semakin tumbuh. Ia bahkan pernah mencalonkan diri sebagai ketua OSIS di sekolahnya dan hal ini didukung penuh oleh ibunya. Meskipun tidak terpilih, itu tidak menyurutkan semangat dan rasa percaya diri Tika.

Kini Tika memiliki mimpi besar yakni ingin menjadi psikolog dan melanjutkan kuliah ke China. Ia sering menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah untuk mencari informasi tentang beasiswa dan perguruan tinggi di China.

“Menurut saya pendidikan di China itu bagus dan saya ingin jadi psikolog karena saya penasaran dengan cara berpikir manusia,” kata dia.

Kisah serupa datang dari Muhammad Radika Maulana, siswa SRMA 26 Makassar lainnya. Ia tinggal bersama ibunya dan empat adiknya setelah ayahnya meninggal dunia. Kakaknya yang bekerja sebagai karyawan menjadi tulang punggung keluarga. Kehidupan sederhana itu tak menyurutkan semangat Radika untuk menempuh pendidikan yang lebih baik.

Saat pertama kali mendapat informasi soal Sekolah Rakyat, ia langsung tertarik. Di asrama, Radika merasa hidupnya berubah. Ia memiliki kamar yang layak, fasilitas lengkap, dan lingkungan belajar yang nyaman.

Guru-guru di sekolah itu menggunakan cara belajar yang menyenangkan agar para siswa tak merasa terbebani. Bagi Radika, hal itu membuatnya semakin semangat.

Kini ia bisa fokus belajar dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi untuk mengejar cita-cita menjadi hakim. Ia mengaku menaruh minat tinggi terhadap mata pelajaran matematika, pendidikan pancasila, dan sejarah

“Di Sekolah Rakyat kami berasal dari suku, ras, agama yang berbeda. Harapannya supaya untuk bisa lebih memahami, serta ingin menjadikan sekolah rakyat ini sebagai jembatan untuk menempuh cita-cita,” kata Radika.

Lain halnya dengan Nurkhalifa, siswi Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 23 Makassar. Ia sempat berhenti sekolah selama dua tahun karena keterbatasan biaya. Ayahnya bekerja sebagai buruh harian, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga.

Meski sempat menyerah pada keadaan, ia kembali menemukan semangat belajar ketika pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) memberi tahu adanya Sekolah Rakyat.

Ketika pertama kali datang, rasa canggung menyelimuti dirinya. Ia harus beradaptasi dengan kehidupan asrama dan lingkungan baru yang lebih disiplin. Namun, seiring waktu, Nurkhalifa mulai menikmati hari-harinya di sekolah. Ia aktif dalam kegiatan seni budaya, olahraga, serta mengikuti les Bahasa Inggris.

Kini, Nurkhalifa belajar lebih keras untuk mengejar mimpinya menjadi dokter. Sempat mengubur impian menjadi dokter karena putus sekolah, berkat Sekolah Rakyat, Nurkhalifa kembali memupuk harapan dan berjuang dalam menggapai cita-citanya.

“Senang dan lebih semangat lagi belajarnya karena sempat putus sekolah selama dua tahun lebih. Fasilitasnya sudah lengkap dan bagus juga,” kata Nurkhalifa saat ditanya soal perasaannya belajar di Sekolah Rakyat.

Di SRMP 23 Makassar pula, dua anak laki-laki bernama Ilham Alkadri dan Muh Zaki Sutikno memiliki kisah perjuangan hidup yang menyentuh. Keduanya baru berusia 13 tahun, namun telah mengenal arti kerja keras sejak kecil. Ilham berasal dari keluarga pembuat gulali rumahan.

Sebelum bersekolah di Sekolah Rakyat, ia biasa berkeliling menjual gulali hingga tengah malam untuk membantu ibunya. Zaki, di sisi lain, anak dari buruh dan penjual nasi kuning yang sering membantu mengantarkan pesanan pelanggan.

Kini, mereka bisa melanjutkan pendidikan. Hidup di asrama membuat mereka memiliki rutinitas yang lebih sehat dan waktu belajar yang cukup. Mereka bangun sebelum subuh, sarapan bersama, lalu berangkat sekolah.

Meski latar belakang mereka sederhana, impian keduanya tidak kecil. Ilham ingin menjadi prajurit Kopassus, sementara Zaki bercita-cita menjadi koki. Mereka mengaku Sekolah Rakyat menjadi penyambung asa untuk menggapai cita-citanya.

Dari ruang-ruang kelas dan asrama sederhana di Sekolah Rakyat, mimpi-mimpi itu disulam kembali. Ada yang ingin jadi psikolog, hakim, koki, atau dokter. Meski lahir dari keluarga sederhana, mereka punya hak yang sama untuk bermimpi dan mewujudkannya. (ANTARA)

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news