
KabarMakassar.com — Puluhan warga Perumahan Aero Home mendatangi Gedung DPRD Kota Makassar untuk mengadukan nasib mereka yang hingga kini belum mendapatkan kejelasan hukum atas rumah yang sudah ditempati selama bertahun-tahun.
Dalam pertemuan tersebut, diterima oleh Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Makassar Fasruddin Rusli, di gedung DPRD Kota Makassar, Kamis (26/06).
Warga mengungkap bahwa aset rumah mereka diduga telah digadaikan oleh pihak pengembang ke sejumlah koperasi dan perorangan.
Perwakilan warga, Emi Kamila, menyampaikan keluhan mewakili lebih dari 100 unit rumah yang terdiri dari tipe 42, 56, dan 70. Ia menguraikan bahwa persoalan ini sudah berlangsung sejak 2019 saat transaksi jual beli pertama dilakukan, bahkan sebelum rumah-rumah tersebut dibangun.
“Pada saat kami membeli unit, kondisinya masih berupa kubangan. Tapi kami percaya dan menaruh harapan besar kepada pengembang. Rumah-rumah mulai diserahterimakan pada 2021, namun sampai hari ini, Juni 2025, belum satu pun dari kami yang menerima sertifikat hak milik,” kata Emi di hadapan anggota DPRD.
Masalah ini semakin pelik karena warga kemudian mengetahui bahwa pengembang, PT AERO, menghadapi kesulitan finansial menyusul adanya proyek pembangunan jalur rel kereta api yang melintasi kawasan perumahan.
Proyek pemerintah itu berdampak langsung pada keuangan perusahaan, hingga berujung pada tindakan pengembang yang diduga menggadaikan sertifikat induk tanah perumahan kepada pihak ketiga.
“Pengembang menggadaikan sertifikat yang masih atas nama PT AERO dan direktur perusahaan, Asraf, ke beberapa koperasi dan bahkan ke perorangan. Kami mendapat informasi ada satu individu yang memegang sekitar 80 unit rumah milik warga,” lanjut Emi.
Sertifikat tersebut seharusnya sudah dialihkan ke masing-masing warga setelah pelunasan. Namun kenyataannya, seluruh dokumen kepemilikan itu masih berada di tangan pengembang dan kini dijadikan jaminan utang. Dampaknya sangat merugikan warga, karena status hukum rumah mereka menjadi tidak jelas.
Yang lebih memprihatinkan, kata Emi, beberapa warga yang belum menerima unit rumah meski telah membayar lunas, kini justru menggugat perusahaan lewat proses hukum dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang berpotensi menyeret PT AERO ke proses pailit.
“Langkah hukum itu adalah hak mereka. Tapi ini justru mengancam lebih dari 100 unit rumah yang sudah ditempati warga sejak empat tahun lalu. Karena sertifikatnya masih atas nama pengembang, secara hukum rumah-rumah ini bisa dianggap sebagai aset perusahaan dan disita dalam proses pailit,” ujar Emi.
Emi mengaku warga setempat sudah melakukan kewajiban mereka sepenuhnya. Mereka telah membayar lunas harga rumah kepada pengembang, dengan harapan bisa hidup tenang dan memiliki tempat tinggal yang sah secara hukum. Namun harapan itu kini berubah menjadi kekhawatiran.
“Rumah ini bagi kami bukan sekadar bangunan. Ini adalah tempat pulang. Ada warga yang sudah pensiun, yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan damai. Ada juga yang selama bertahun-tahun menabung sedikit demi sedikit untuk bisa punya rumah sendiri. Tapi sampai hari ini, kami belum memegang bukti hak milik,” kata Emi dengan suara bergetar.
Ia menegaskan bahwa warga tidak meminta lebih, hanya ingin hak mereka sebagai konsumen dan warga negara dipenuhi. Tanpa sertifikat, mereka hidup dalam ketidakpastian dan bayang-bayang kemungkinan digugat atau kehilangan rumah yang telah mereka perjuangkan.
“Kami hanya ingin kepastian. Kami ingin DPRD Kota Makassar bisa membantu mengawal penyelesaian masalah ini. Sudah lima tahun kami menunggu,” ujarnya.
Emi berharap forum tersebut menjadi titik balik yang menghadirkan solusi nyata. Mereka meminta agar DPRD segera memanggil pihak pengembang, lembaga keuangan yang menerima gadai sertifikat, serta instansi terkait untuk duduk bersama mencari penyelesaian yang adil dan melindungi hak warga.
“Kami datang kesini untuk meminta dukungan pak Dewan, kami tidak meminta kompensasi apa-apa setelah kami hanya ingin aset kami (rumah),” pungkasnya.