
KabarMakassar.com — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu lokal mulai 2029 terus menjadi sorotan berbagai pihak.
MK menegaskan bahwa pemilihan presiden, DPR, dan DPD (nasional) harus digelar terpisah dari pemilihan kepala daerah serta DPRD (lokal).
Di tingkat penyelenggara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar menyatakan siap mengikuti keputusan konstitusi, namun menegaskan bahwa pelaksanaan teknis masih menunggu regulasi turunan dari pemerintah pusat.
Ketua Bawaslu Kota Makassar, Dede Arwinsyah, menegaskan bahwa pihaknya sebagai lembaga penyelenggara tidak dalam posisi memberi opini politik, melainkan tunduk sepenuhnya pada produk hukum dan aturan yang berlaku.
“Saya ini penyelenggara. Kita masih menunggu regulasi teknis terkait putusan itu,” ujar Dede saat saat dikonfirmasi, Sabtu (29/06).
“Regulasinya kan belum keluar. Kami ini lembaga negara yang harus menjalankan keputusan, bukan memberi pendapat.”
Menurutnya, tahapan yang paling krusial adalah menanti tindak lanjut berupa revisi Undang-Undang Pemilu, atau regulasi lain yang akan ditetapkan pemerintah dan DPR. Tanpa regulasi turunan tersebut, pelaksanaan di lapangan belum dapat dipetakan secara pasti.
“Kalau sudah ada keputusannya seperti ini dari MK, biasanya memang akan ada regulasi lanjut. Tapi semua itu tergantung pada DPR dan pemerintah, seperti misalnya revisi UU Pemilu,” jelas Dede.
Meski demikian, Dede memastikan bahwa Bawaslu Makassar secara kelembagaan siap melaksanakan apapun skema pemilu yang diputuskan pemerintah pusat. Ia menyebut bahwa sistem terpisah seperti yang diputuskan MK ini, secara teknis, justru bisa memberikan ruang kerja yang lebih efisien bagi penyelenggara.
“Apapun keputusan itu, sebagai lembaga penyelenggara, kami siap,” tegasnya.
“Sepertinya ini kembali ke model lama, sebelum digabung. Bedanya mungkin hanya di waktu pelaksanaannya.” tambahnya.
Ia menjelaskan, pemisahan pemilu seperti yang akan diterapkan pada 2029, mengingatkannya pada format sebelum sistem keserentakan diperkenalkan. Dengan pemisahan, ia menilai kerja di lapangan bisa lebih ringan karena beban logistik dan pengawasan tidak menumpuk dalam satu momentum.
“Kalau dulu kan lima kotak suara dalam satu waktu. Dengan sistem baru ini, di 2029 bisa tiga kotak dulu untuk nasional, lalu tiga kotak berikutnya untuk lokal. Secara teknis di lapangan memang lebih ringan,” tuturnya.
Meskipun demikian, Dede menekankan bahwa efektivitas implementasi sangat bergantung pada kesiapan regulasi teknis, termasuk penyesuaian waktu, logistik, hingga pembiayaan. Ia berharap pemerintah pusat segera memberi kepastian agar penyelenggara di daerah bisa menyusun rencana dengan matang.
“Kita tunggu kejelasan teknisnya seperti apa. Kalau regulasi sudah jelas, kami bisa langsung sesuaikan,” pungkasnya.