
KabarMakassar.com — Bupati Soppeng Suwardi Haseng menyampaikan keluhan terkait belum cairnya Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang berdampak langsung pada tersendatnya sejumlah program pelayanan publik.
Hal tersebut diungkapkan Suwardi usai mengikuti rapat Panitia Kerja (Panja) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) DPRD Sulsel Tahun Anggaran 2024, Jumat (9/5).
Meski sempat terlambat hadir dalam rapat tersebut, Suwardi menegaskan keikutsertaannya tetap mencerminkan perhatian terhadap isu strategis lintas daerah, termasuk menyangkut efisiensi anggaran BPJS dan realisasi transfer keuangan dari provinsi ke kabupaten/kota.
“Saya tadi datang terlambat, tapi tetap hadir mewakili. Tapi kita semua tadi dengar langsung dari Pak Gubernur soal efisiensi BPJS. Kita tentu mendukung program itu, apalagi untuk efektivitas anggaran,” ucap Suwardi.
Namun, yang menjadi perhatian utama adalah tunggakan DBH dari Pemprov Sulsel ke Kabupaten Soppeng. Menurut Suwardi, hingga kini setidaknya terdapat dana sebesar Rp8 miliar yang belum dibayarkan selama kurang lebih tiga bulan terakhir.
Dana tersebut sangat krusial karena sudah masuk dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pokok Kabupaten Soppeng.
“Kalau tidak salah, sekitar tiga bulan ini belum dibayarkan, jumlahnya sekitar delapan miliar. Itu dana yang sangat kami butuhkan karena sudah masuk dalam batang tubuh APBD,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suwardi menjelaskan bahwa tertundanya pencairan DBH menyebabkan sejumlah program pemerintahan di Soppeng tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan, pelayanan yang menyentuh langsung kepada masyarakat.
Meski begitu, Suwardi enggan menyebut lebih jela program seperti apa yang dimaksud.
“Memang ada beberapa kegiatan yang tidak bisa jalan. Termasuk kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Ini tentu sangat mengganggu pelayanan publik,” paparnya.
Meski begitu, Suwardi menyatakan dirinya tetap optimistis karena Gubernur Sulsel, dalam berbagai pertemuan, selalu menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan persoalan ini secara bertahap. Ia berharap janji tersebut bisa segera terealisasi agar program yang sudah dirancang tak terus tertunda.
“Setiap kali pertemuan, Pak Gubernur selalu berupaya menjanjikan penyelesaian bertahap. Kita tunggu saja karena pelaksanaan kegiatan bergantung pada realisasi DBH ini,” kata Suwardi.
Isu ini menjadi perhatian serius mengingat sebagian besar daerah di Sulsel juga mengalami hal serupa. Namun, di Soppeng, dampaknya tergolong signifikan karena berkaitan langsung dengan kegiatan masyarakat dan kesejahteraan aparatur sipil negara.
Dengan kondisi fiskal yang makin ketat dan kebutuhan pelayanan publik yang terus meningkat, Suwardi mendesak agar mekanisme pencairan DBH antara Pemprov dan kabupaten/kota dapat dibenahi agar tidak mengganggu kinerja pemerintahan di tingkat bawah.
“Kalau sudah masuk dalam perencanaan dan APBD, mestinya realisasi DBH juga harus tepat waktu. Ini bukan sekadar angka, tapi menyangkut pelayanan ke masyarakat,” tutupnya.
Tak hanya Kabul Soppeng, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar, Muhammad Dakhlan, sempat mengungkapkan bahwa DBH untuk Pemerintah Kota Makassar juga belum sepenuhnya disalurkan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel.
Menurut Dakhlan, Pemprov Sulsel baru membayar DBH untuk periode lima bulan, sementara masih tersisa tujuh bulan yang belum dilunasi. Total dana yang belum dibayarkan diperkirakan mencapai Rp300 miliar.
“Yang terbayar itu baru lima bulan, ada tujuh bulan yang belum dibayar,” ujar Dakhlan pada Senin (24/2).
Ia menjelaskan bahwa nilai DBH yang belum dicairkan cukup besar. Biasanya, di akhir tahun, Kota Makassar menerima sekitar Rp30 miliar hingga Rp38 miliar per bulan, sehingga akumulasi tunggakan mencapai Rp300 miliar.
Pada akhir tahun 2024, Pemprov Sulsel berjanji akan melunasi seluruh tunggakan pada awal 2025. Namun, hingga kini, dana tersebut belum juga dicairkan.
Dakhlan berharap Pemprov segera memenuhi kewajibannya karena keterlambatan ini berpengaruh pada pendapatan daerah.