
KabarMakassar.com — Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan mengimbau masyarakat agar tidak menyepelekan gejala Tuberculosis (TBC) dan segera melakukan pemeriksaan ke pusat kesehatan terdekat.
Imbauan ini disampaikan menyusul masih rendahnya cakupan penemuan kasus TBC di berbagai kabupaten dan kota di Sulsel.
Data terbaru per 1 Juli 2025 menunjukkan cakupan penemuan kasus TBC di Sulsel baru mencapai 29 persen dari total perkiraan insiden sebanyak 45.472 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, dr. Ishaq Iskandar mengatakan, angka ini masih jauh dari target nasional sebesar 90 persen, sehingga perlu upaya lebih besar dari seluruh pihak, termasuk kesadaran masyarakat dalam mendeteksi dini penyakit ini.
Menurut Ishaq, langkah utama untuk menurunkan angka TBC adalah dengan menemukan sebanyak mungkin kasus yang ada dan memastikan penderita mendapat pengobatan hingga tuntas. Dia menegaskan bahwa pengobatan TB tersedia secara gratis di puskesmas.
“Kita berharap memang bahwa TB ini, intinya bagaimana ditemukan semua yang penderita, diobati sampai sembuh,” tegasnya, Rabu (23/07).
Masyarakat juga diimbau untuk tidak mengabaikan gejala awal TBC, terutama jika mengalami batuk berkepanjangan, batuk darah, keringat malam, atau demam tanpa sebab jelas. Deteksi dini sangat penting untuk mencegah penularan lebih luas.
“Obatnya sekarang kan di puskesmas banyak dan disiapkan secara gratis. Dan masyarakat kita harapkan intinya datang ke puskesmas untuk periksa bila ada batuk yang tidak biasa,” tambahnya.
Ishaq menyebut, gejala yang patut diwaspadai antara lain batuk lebih dari tiga pekan yang tidak sembuh, apalagi jika disertai batuk berdarah. Situasi ini harus segera ditangani dengan pemeriksaan medis.
“Yang batuknya misalnya lebih dari 3 minggu tidak berhenti, apalagi ada batuk darah, ada keringat malam, ada demam, diharapkan kepada masyarakat untuk datang ke puskesmas. Obatnya gratis dan diobati sampai kurang lebih 6 bulan sampai sembuh,” jelas Ishaq.
Dari data Dinas Kesehatan, Kota Makassar tercatat sebagai wilayah dengan temuan kasus TB tertinggi, yaitu 4.228 dari total perkiraan 7.970 kasus atau setara 53 persen cakupan.
Disusul oleh Kabupaten Bantaeng (54%), Parepare (54%), dan Palopo (51%). Sementara daerah lain seperti Enrekang (10%), Tana Toraja (12%), dan Toraja Utara (15%) masih memiliki cakupan penemuan kasus yang sangat rendah.
“Dilihat dari data, Makassar paling tinggi yang ditemukan. Ada beberapa daerah memang seperti, Makassar, Pangep, Jeneponto, dan daerah-daerah yang saya kira biasanya ini penyakit banyak terkait dengan kemiskinan dan daerah kumuh,” terang Ishaq.
Menurutnya, faktor lingkungan dan kepadatan penduduk turut menjadi salah satu penyebab tingginya penyebaran TBC di beberapa wilayah. Oleh karena itu, pemerintah juga memberi perhatian khusus pada daerah kumuh dan padat penduduk seperti permukiman padat dan lembaga pemasyarakatan.
“Daerah-daerah yang tingkat kesehatan kebersihan lingkungan atau kesehatan lingkungannya yang bermasalah, saya kira itu salah satunya. Kemudian kita antisipasi juga di daerah-daerah yang kumuh dan miskin itu, kemudian juga di Lapas atau di Asrama atau daerah-daerah yang padat penduduk,” katanya.
Upaya antisipasi yang dimaksud antara lain menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi faktor risiko seperti polusi udara dan kebiasaan merokok yang memperburuk kondisi penderita.
“Oleh karena itu antisipasinya memang salah satu adalah jaga kebersihan lingkungan, termasuk polusi udara, rokok, dan lain-lain ya,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas dan klinik sebagai tempat rujukan utama masyarakat yang mengalami gejala awal TBC. Pemerintah menargetkan penemuan minimal 90 persen kasus, namun sering kali terkendala rendahnya kesadaran masyarakat.
“Sebenarnya kita diharapannya ya, kita minimal 90 persen ya, tapi kan kita tahu lah masyarakat kadang-kadang anggap biasa penyakitnya, sehingga malas biasa ke puskesmas. Padahal puskesmas ini pusat kesehatan masyarakat, datanglah ke sana. Atau ada yang klinik terdekat, boleh ya,” tegas Ishaq.
Dengan adanya BPJS dan fasilitas kesehatan tingkat pertama, Ishaq berharap masyarakat tidak menunda untuk memeriksakan diri. Ini penting agar penyakit TBC dapat segera terdeteksi dan diobati sebelum menular lebih luas.
“Ada kan ada sekarang BPJS-nya, ada di situ faskesnya, puskesmas, apa klinik, silahkan datang ke sana. Karena itulah gunanya supaya mereka bisa mengetahui status kesehatannya, intinya begitu,” pungkas Ishaq.