
Kabarmakassar.com — Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Syamsu Rizal, menyatakan dukungannya terhadap langkah Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kini dilibatkan dalam pengamanan institusi kejaksaan di seluruh Indonesia.
Hal ini disampaikan Syamsul Rizal setelah, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengeluarkan telegram No TR/442/2025 pada tanggal 5 Mei yang berisikan perintah untuk melakukan pengamanan dan pengawalan kejaksaan.
Menurutnya, keterlibatan TNI dalam pengamanan tidak melanggar aturan selama tidak ikut campur dalam penanganan perkara.
Dikenal dengan sapaan Deng Ical, legislator asal Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I itu menegaskan bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang TNI menjalankan fungsi pengamanan terhadap lembaga penegak hukum seperti kejaksaan.
“Selama ini TNI memang diperbantukan untuk pengamanan di berbagai institusi. Jadi, tidak ada yang dilanggar,” ujarnya, Kamis (15/5/2025).
Menurutnya, langkah TNI bukan bagian dari intervensi hukum, melainkan bentuk dukungan menjaga stabilitas dan ketertiban di lingkungan lembaga penegak hukum.
“Yang penting dipahami adalah TNI tidak terlibat dalam penanganan kasus. Mereka hanya bertugas mengamankan prosesnya agar berjalan baik dan lancar,” kata Deng Ical yang juga merupakan mantan Wakil Wali Kota Makassar.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang kini telah direvisi menjadi UU Nomor 3 Tahun 2025, tak ditemukan satu pun pasal yang melarang keterlibatan TNI dalam pengamanan lembaga pemerintah. Bahkan, pada Pasal 7, ditegaskan bahwa TNI memiliki kewenangan untuk membantu tugas pemerintahan di daerah, termasuk mendukung kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Namun demikian, Deng Ical mengingatkan perlunya pertimbangan matang, terutama dalam hal jumlah personel yang dilibatkan. Berdasarkan perintah pengamanan, setiap Kejaksaan Negeri (Kajari) akan dijaga oleh 20 prajurit, dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) oleh 40 prajurit. Dengan jumlah 514 Kajari dan 37 Kajati, maka ribuan personel TNI akan dikerahkan.
“Jumlahnya sangat besar. Kita perlu memastikan bahwa keterlibatan ini tidak mengganggu fungsi utama TNI sebagai alat pertahanan negara. Mereka tetap harus punya waktu dan kesempatan menjalani pelatihan tempur dan peningkatan kapasitas profesionalnya,” ujarnya.
Deng Ical menekankan bahwa kehadiran prajurit di luar tugas pokok pertahanan negara harus tetap sejalan dengan prinsip profesionalisme. Ia mengingatkan agar prajurit tetap diberikan ruang untuk pengembangan karir militer dan tidak terjebak dalam rutinitas non-tempur yang berkepanjangan.
Deng Ical meminta agar keterlibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan dilakukan secara profesional, terukur, dan tidak berlebihan. Ia mendorong evaluasi terhadap telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Menurutnya, perlu dilakukan klasifikasi terhadap wilayah kejaksaan yang benar-benar membutuhkan pengamanan TNI, seperti di daerah terpencil, tertinggal, dan rawan (3T).
“Tidak perlu semua Kejari dijaga TNI. Di banyak daerah, pengamanan internal dan dukungan dari kepolisian sudah cukup,” tegasnya.
Deng Ical juga menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat dari DPR RI terhadap langkah ini. Ia menegaskan bahwa Komisi I siap melakukan evaluasi dan, bila diperlukan, akan memanggil Panglima TNI atau Kepala Staf Angkatan untuk mendalami pelaksanaannya di lapangan.
“Kami di DPR, khususnya Komisi I, bertugas mengawasi dan memastikan bahwa setiap langkah TNI tetap dalam koridor konstitusi dan profesionalisme. Jika ada potensi penyimpangan, tentu akan kami tindaklanjuti,” ujarnya.
Terakhir, Deng Ical menegaskan bahwa pengamanan tidak boleh berubah menjadi intervensi. Ia mengingatkan bahwa penanganan perkara sepenuhnya berada di bawah kewenangan kejaksaan, sementara TNI hanya bersifat pengaman pasif.
“Kalau sampai tentara ikut campur dalam penanganan kasus, itu jelas melanggar prinsip penegakan hukum. Itu tidak boleh terjadi,” tutupnya.