DPR Desak Proteksi Petani Usai Kesepakatan Ekspor 19 Persen ke AS

2 weeks ago 17
DPR Desak Proteksi Petani Usai Kesepakatan Ekspor 19 Persen ke AS Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Riyono (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Riyono Caping, menyoroti serius kesepakatan perdagangan Indonesia–Amerika Serikat yang menurunkan tarif ekspor produk Indonesia ke Negeri Paman Sam dari 32 persen menjadi 19 persen.

Meski di permukaan terlihat menguntungkan, ia mengingatkan bahwa kesepakatan ini menyimpan konsekuensi besar terhadap sektor pertanian dalam negeri, terlebih karena disertai komitmen Indonesia membeli produk pertanian dari AS senilai Rp73 triliun.

“Presiden Prabowo perlu memberi perhatian serius terhadap kesepakatan ini. Jangan sampai demi mendapat potongan tarif ekspor, kita justru mengorbankan petani kita sendiri. Ini bukan hanya soal perdagangan, tapi soal kedaulatan pangan,” tegas Riyono, Jumat (18/07).

Menurut Riyono, ketergantungan Indonesia terhadap produk pertanian impor, khususnya dari AS, masih sangat tinggi. Merujuk pada laporan 2024 United States Agricultural Export Yearbook milik USDA, ia membeberkan bahwa Indonesia rutin mengimpor sejumlah besar komoditas pertanian dari AS dalam lima tahun terakhir. Kedelai, kata dia, merupakan komoditas impor terbesar, mencapai US$1,25 miliar.

“Kita lihat sendiri, kedelai menempati posisi teratas. Itu artinya produksi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan. Jadi jelas kita masih sangat bergantung pada impor,” katanya.

Politisi PKS itu mengakui bahwa sebagai negara agraris, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan kemandirian di sektor pertanian.

“Kalau soal beras, kita mungkin bisa berani stop impor. Tapi selain itu, kita masih lemah. Ini tantangan besar dan butuh keberanian politik untuk mengubahnya,” ujar Riyono.

Ia juga menilai bahwa kesepakatan tersebut justru dapat membuka kran banjir produk pertanian asal AS ke pasar dalam negeri, mengingat produk mereka telah sangat maju dan kompetitif. Dalam kondisi ketimpangan teknologi dan akses produksi seperti saat ini, petani Indonesia berpotensi semakin tertekan.

“Amerika itu sudah sangat maju pertaniannya. Kalau mereka diberi akses penuh ke pasar kita tanpa perlindungan yang kuat, ya pasti produk mereka membanjiri pasar. Kita yang rugi. Petani kita akan makin tersisih,” ujarnya.

Untuk itu, Riyono mendesak pemerintah agar memperkuat kebijakan proteksi dan subsidi bagi sektor pertanian. Menurutnya, anggaran untuk sektor ini seharusnya ditingkatkan minimal 2,5 persen dari total APBN, atau sekitar Rp75 triliun per tahun. Dana tersebut bisa diarahkan untuk mendukung kelompok tani, petani muda, hingga beasiswa untuk anak-anak petani.

“Kita butuh proteksi nyata. Mulai dari jaminan pembelian hasil panen, asuransi gagal panen, sampai penguatan modal dan pendampingan bagi petani muda. Kalau tidak, kita akan selalu tertinggal,” tambahnya.

Riyono juga mengingatkan bahwa potensi pertanian dan perikanan Indonesia sangat besar di mata dunia. Namun potensi itu tak akan berarti bila tidak ditopang oleh kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan petani dan nelayan.

“Indonesia ini secara potensi adalah poros pangan dunia. Tapi semua itu hanya akan jadi wacana kalau petaninya tidak sejahtera. Kata kuncinya cuma satu: petani dan rakyat harus diutamakan,” tegas Riyono.

Kesepakatan perdagangan internasional, kata dia, harus dikawal dengan bijak. Jangan sampai keuntungan tarif justru menjadi bumerang yang menghancurkan fondasi pangan nasional.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news