Gedung DPR RI (Dok: Kabar Makassar).KabarMakassar.com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mendeteksi adanya mikroplastik dalam air hujan di sejumlah kota besar di Indonesia.
Temuan ini dinilai menjadi peringatan dini (early warning) bagi pemerintah untuk memperkuat kebijakan pengendalian polusi plastik dan menjaga kesehatan masyarakat.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyebut hasil riset BRIN tersebut menunjukkan bahwa dampak pencemaran plastik sudah masuk ke siklus air dan udara, sehingga berpotensi mengancam kesehatan publik.
“Temuan mikroplastik di air hujan menunjukkan betapa luasnya dampak pencemaran plastik terhadap kehidupan kita. Ini bukan hanya isu lingkungan, tapi juga kesehatan publik yang perlu mendapat perhatian lintas sektor,” ujar Netty dalam keterangannya, Selasa (4/11).
Netty meminta pemerintah tidak menyepelekan hasil penelitian BRIN. Menurutnya, mikroplastik yang terbawa ke udara dan jatuh bersama hujan menandakan tingkat polusi plastik sudah masuk tahap serius.
“Air hujan yang seharusnya bersih kini terkontaminasi partikel mikroplastik. Pemerintah harus menjadikan ini peringatan dini dan segera memperkuat regulasi pengendalian plastik,” ujarnya.
Legislator Fraksi PKS itu juga mendorong agar BRIN dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkolaborasi untuk menyampaikan kajian lanjutan secara ilmiah dan komprehensif, agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang jelas tanpa menimbulkan kepanikan.
“Kami mengapresiasi riset BRIN, tapi perlu ada penjelasan lanjutan dari Kemenkes mengenai tingkat risiko mikroplastik terhadap kesehatan manusia, termasuk kulit dan sistem pernapasan,” jelasnya.
Mikroplastik merupakan partikel plastik berukuran sangat kecil yang dapat masuk ke tubuh manusia melalui udara, air, maupun makanan. Partikel ini dapat menumpuk dalam organ tubuh dan berpotensi menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan, hormon, dan kekebalan tubuh.
Netty menegaskan bahwa pencemaran mikroplastik tidak bisa dilihat secara terpisah dari isu kesehatan masyarakat.
“Ini bukan sekadar masalah lingkungan, tapi juga ancaman kesehatan yang harus dihadapi bersama. Udara, air, dan tanah yang terpapar mikroplastik akan berdampak langsung pada manusia,” katanya.
Untuk mengurangi risiko paparan, Netty meminta pemerintah memperkuat edukasi publik tentang langkah-langkah perlindungan diri. Ia menilai sosialisasi sederhana bisa membantu masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak dan pekerja lapangan, untuk melindungi diri dari paparan partikel mikroplastik.
“Edukasi publik penting. Misalnya, imbauan untuk mencuci kulit setelah kehujanan, memakai pelindung saat beraktivitas di luar ruangan, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai,” ujarnya.
Menurutnya, perubahan perilaku masyarakat dalam penggunaan plastik menjadi kunci utama dalam menekan sumber pencemaran mikroplastik.
Netty juga menegaskan pentingnya kerja sama lintas kementerian dalam menindaklanjuti temuan tersebut. Ia mendorong adanya sinergi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta BRIN untuk memperkuat riset dan kebijakan pengendalian plastik secara nasional.
“Kita perlu kerja bersama untuk memastikan udara, air, dan tanah bersih dari partikel berbahaya. Penanganan mikroplastik harus menjadi bagian dari upaya menjaga kesehatan masyarakat secara berkelanjutan,” tegasnya.
Temuan BRIN ini menjadi alarm bagi Indonesia untuk memperkuat strategi pengelolaan sampah plastik. Pemerintah didorong agar tidak hanya berfokus pada pengelolaan limbah di darat, tetapi juga pada pencegahan partikel mikroplastik di udara dan air.
Netty berharap temuan tersebut bisa menjadi dasar bagi penyusunan kebijakan nasional pengendalian mikroplastik yang melibatkan riset, regulasi industri, dan kesadaran publik.
“Jika mikroplastik sudah turun bersama air hujan, artinya kita sudah berada di tahap kritis. Pemerintah harus segera bertindak sebelum dampaknya semakin meluas,” pungkasnya.

















































