
KabarMakassar.com — Rencana Pemerintah Kota Makassar untuk mengembalikan fungsi jalan yang selama ini digunakan oleh pedagang kaki lima di kawasan kuliner malam Pasar Cidu memicu reaksi dari DPRD.
Anggota Komisi C DPRD Kota Makassar, Ray Suryadi, meminta agar penataan yang dilakukan tidak serta-merta mematikan potensi ekonomi warga yang telah tumbuh secara organik.
Menurut Ray, keberadaan pasar malam Cidu bukan sekadar aktivitas ekonomi informal, melainkan telah berkembang menjadi ikon kuliner yang menggerakkan roda ekonomi masyarakat di wilayah utara Makassar. Bahkan, tempat ini telah menarik perhatian wisatawan dari luar kota hingga mancanegara.
“Ini fenomena yang tumbuh dari bawah. Warga di sana punya kemampuan mengolah makanan yang enak dan terjangkau. Banyak pengunjung yang datang karena tertarik dengan cita rasa dan suasananya,” ujarnya, Senin (21/07).
Ray menyayangkan jika pemerintah hanya fokus pada aspek ketertiban tanpa melihat potensi besar yang bisa dioptimalkan. Ia menyebut contoh kawasan Pasar Alor di Bukit Bintang, Malaysia, yang justru diakui sebagai destinasi wisata karena mampu dikelola dengan baik meski awalnya juga hanya berupa jalur komersial biasa.
“Kawasan itu ditutup dari sore sampai dini hari. Pemerintah Malaysia sadar manfaat ekonominya lebih besar. Nah, kenapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama di Pasar Cidu?” ujar Ketua Fraksi Mulia.
Terkait wacana relokasi dan pembongkaran lapak di Pasar Cidu, Ray menekankan bahwa hanya bangunan permanen yang sebaiknya ditertibkan. Sementara itu, gerobak, meja lipat, dan fasilitas portable lainnya justru bisa ditata ulang dengan pendekatan humanis.
“Jangan asal bongkar. Selama itu tidak permanen, justru itu bisa diakomodir. Yang dibutuhkan sekarang adalah pengelolaan terpadu penerangan jalan, toilet portable, pengolahan sampah, dan zona parkir,” kata dia.
Ray juga mengusulkan agar lintas OPD seperti Dinas Perhubungan, Satpol PP, dan kecamatan setempat terlibat langsung dalam proses penataan ulang, termasuk dalam menentukan jam operasional agar tetap ramah bagi pengguna jalan dan pedagang.
Ray tidak menutup mata terhadap maraknya pungutan liar (pungli) dan premanisme di area tersebut. Namun ia menegaskan, akar persoalan tersebut muncul karena lambatnya respons pemerintah dalam mengambil alih pengelolaan pasar malam tersebut.
“Pungli itu tetap salah. Tapi jangan jadikan alasan untuk menutup aktivitas ekonomi masyarakat. Justru pemerintah harus hadir, menata, dan menghentikan ruang gerak preman,” tegasnya.
Ia menyebut, kehadiran pemerintah bukan untuk membatasi ruang kerja pedagang, tetapi justru membatasi ruang oknum yang selama ini mengambil keuntungan dari kekosongan pengawasan.
“Kita ini telat. Saya sudah lama ajak para pedagang bicara. Tapi kalau pemerintah lamban, ya wajar kalau akhirnya banyak oknum yang masuk,” ujarnya.
Ray mengajak Pemkot untuk mengambil pendekatan solutif dan cepat tanggap terhadap kebutuhan warga, bukan sekadar menertibkan. “Kalau ditata dengan baik, saya yakin Pasar Cidu ini bisa menjadi ikon kuliner malam kebanggaan Makassar,” pungkasnya.