
KabarMakassar.com — Komisi E DPRD Provinsi Sulawesi Selatan menggulirkan wacana kebijakan anggaran yang cukup signifikan dalam sektor pendidikan.
Dalam rapat kerja bersama Dinas Pendidikan Sulsel, DPRD mengusulkan alokasi anggaran sebesar Rp5 miliar guna menopang operasional sekolah swasta agar mampu memberikan layanan pendidikan gratis setara sekolah negeri.
Ketua Komisi E, Andi Tenri Indah, menyatakan bahwa dana tersebut bukan sekadar subsidi biasa, tetapi merupakan langkah konkret untuk menghilangkan ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta.
“Kalau sekolah negeri gratis, sekolah swasta juga harus diberi peluang yang sama. Rp5 miliar ini adalah bentuk perhatian agar tidak terjadi diskriminasi layanan pendidikan,” ungkapnya, Rabu (7/5).
Indah menilai, dana itu bisa digunakan untuk pembiayaan operasional sekolah swasta, khususnya yang berbasis masyarakat dan berlokasi di daerah padat penduduk.
Menurutnya, lonjakan pendaftar di sekolah negeri menjelang pelaksanaan Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 adalah tantangan nyata, dan sekolah swasta dapat menjadi penyangga sistem.
Tak hanya mengusulkan anggaran besar, DPRD juga mengkritisi rencana Dinas Pendidikan Sulsel yang hendak menetapkan status Sekolah Unggulan pada empat SMA Negeri di Kota Makassar, yakni SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5, dan SMAN 17. Kebijakan ini dinilai tidak inklusif dan rawan menciptakan kesenjangan baru antarwilayah.
Anggota Komisi E, Andi Muhammad Irfan AB, secara tegas menolak pendekatan yang eksklusif itu.
“Kenapa hanya Makassar yang diberi status unggulan? Harusnya berlaku untuk semua wilayah. Ada 23 kabupaten/kota lain yang juga butuh perhatian,” ujarnya.
Ia menilai kebijakan ini akan menimbulkan kecemburuan sosial, terutama di daerah-daerah yang selama ini kesulitan mendapatkan akses pendidikan berkualitas.
Rencana itu pun dikhawatirkan akan menguras anggaran secara tidak merata, mengingat sekolah unggulan pasti memerlukan dukungan sarana, prasarana, serta sistem seleksi khusus. Menurutnya, jika tidak diimbangi dengan anggaran tambahan untuk sekolah lain, maka alokasi belanja pendidikan Sulsel yang bernilai ratusan miliar rupiah akan timpang dan tidak adil.
Dalam aspek peningkatan kualitas, Komisi E juga mengusulkan skema baru untuk sertifikasi guru, yaitu dengan menambahkan jam mengajar minimum sebagai salah satu indikator. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran di semua level pendidikan.
Secara keseluruhan, DPRD berharap agar seluruh kebijakan pendidikan ini tidak hanya mengandalkan angka dan status, tapi juga berlandaskan pada pemerataan dan keadilan akses bagi seluruh masyarakat Sulsel.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Iqbal Najamuddin, merespons kritik tersebut dengan menyampaikan bahwa mekanisme SPMB 2025/2026 tetap mengedepankan jalur zonasi berdasarkan domisili, usia, dan kemampuan akademik. Untuk sekolah unggulan, jalur prestasi seperti nilai rapor dan Tes Potensi Akademik (TPA) akan menjadi kriteria utama.
Ia juga menambahkan bahwa hafidz Qur’an dengan minimal 10 juz tetap diberi kelonggaran memilih sekolah tujuan.
“Sistem TPA akan diumumkan terbuka agar tidak ada spekulasi atau praktik tidak adil. Transparansi tetap menjadi prinsip utama,” tegas Iqbal.