KabarMakassar.com — Film Believe – Takdir, Mimpi, Keberanian produksi Bahagia Tanpa Drama menggelar nonton bareng (nobar) bersama keluarga prajurit di 33 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia, termasuk di Makassar pada Jumat (04/07).
Disebut sebagai film laga perang terbesar tahun 2025, Believe – Takdir, Mimpi, Keberanian diangkat dari kisah nyata yang tertuang dalam buku biografi berjudul Believe – Based on a True Story of Faith, Dream, and Courage.
Disutradarai oleh Rahabi Mandra dan Arwin Tri Wardhana, film ini mengambil latar belakang perjuangan prajurit Indonesia dalam Operasi Seroja tahun 1975 dan 1999.
Tidak hanya menampilkan ketegangan di medan laga, namun film Believe juga menyuguhkan kisah yang dekat dengan hati tentang keluarga serta penantian orang yang dicintai.
Suasana haru menyelimuti nonton bareng di bioskop yang ada di Makassar. Tak sedikit yang meneteskan air mata ketika menonton adegan yang ada di dalam film, karena terasa begitu dekat bahkan seperti cerminan kehidupan sendiri.
Film Believe yang akan tayang serentak di bioskop-bioskop seluruh Indonesia mulai tanggal 24 Juli 2025 mendatang, telah disaksikan terlebih dahulu secara eksklusif oleh keluarga para prajurit di dua bioskop yang ada di Makassar.
Kedua bioskop tersebut berada di Trans Studio Mall yang dihadiri oleh rombongan Kodim 1408/Makassar dan Kodim 1409/Gowa serta di Mal Panakkukang yang diisi oleh rombongan Divisi 3 Kostrad, Rindam XIV/Hasanuddin dan Denmadam XIV/Hasanuddin.
Produser film Believe, Celerina Judisari menyebut jika acara nobar yang dilakukan merupakan bentuk penghargaan terhadap keluarga prajurit.
“Dimana mereka sering kali menjadi pejuang dalam diam. Mereka tak hanya menunggu, tapi mereka merawat semangat, menjaga rumah, dan menjadi benteng harapan para prajurit,” terangnya.
Perhatian lebih turut ditujukan pada karakter Evi, istri Agus yang diperankan oleh Adinda Thomas. Dimana ia mewakili ribuan perempuan yang menjalani kehidupan dengan sabar dan penuh cinta, walau dalam ketidakpastian yang menggelisahkan.
Disatu sisi, sosok Iin yang dilakoni oleh Maudy Koesnaedi, ibu mertua Agus, menunjukkan bagaimana generasi sebelumnya juga menanggung beban yang tak kalah berat, namun tetap tegar dan menjadi penopang keluarga yang dikasihi.
Salah satu penonton, Panglima Divisi Infanteri 3 Kostrad Mayjen TNI Bangun Nawoko, mengaku amat tersentuh dengan sisi yang ditampilkan dalam film tersebut.
“Luar biasa, saya agak speechless. Pertama, bukan hanya menceritakan kepahlawanan atau patriotisme, namun juga bagaimana perjuangan seorang tentara dalam hal ini untuk menjaga keutuhan wilayahnya, untuk menjaga negaranya,” tukasnya.
Lebih lanjut ia menyebut, jika terdapat begitu banyak hal yang sangat menyentuh karena film tersebut melibatkan keluarga.
“True story, bisa melihat dari perjuangan keluarga. Dari keluarga yang sangat biasa tapi mungkin karena dia berjuang luar biasa juga, akhirnya dia mencapai puncak karir,” paparnya.
Ia mengungkapkan, dengan hadirnya film ini mampu memberikan keteladanan bagi siapa saja yang menontonnya.
Sinopsis singkat film Believe – Takdir, Mimpi, Keberanian
Agus yang diperankan oleh Ajil Ditto, tumbuh dalam bayang-bayang ayahnya, sosok Sersan Kepala Dedi yang ditokohkan oleh Wafda Saifan, seorang prajurit yang pernah bertempur dalam Operasi Seroja pada tahun 1975.
Pengabdian sang ayah kepada negara ternyata malah membawa dampak buruk bagi keluarganya. Ibunya, dilakoni oleh Yoriko Angeline, memilih pergi karena tidak sanggup lagi menghadapi tekanan, meninggalkan Agus kecil dalam kesepian juga kemarahan.
Saat remaja di era 1984, Agus menjadi pemuda yang keras bahkan mudah tersulut emosi. Ia sering terlibat perkelahian, merasa kehilangan arah, juga dibayangi trauma masa lalu.
Kehidupannya mulai berubah ketika sang ayah meninggal, membuka jalan bagi Agus untuk mengenal sisi lain dari perjuangan serta pengorbanan ayahnya.
Kisah-kisah keberanian itu turut menumbuhkan semangat dalam diri Agus agar dapat menjadi seorang prajurit. Tetapi, jalan yang ia tempuh penuh dengan rintangan. Di tengah medan perang, Agus dipertemukan dengan Miro yang ditokohkan oleh Marthino Lio, pemimpin separatis yang pernah menjadi musuh sang ayah.
Dalam kobaran konflik serta beban sebagai pemimpin pasukan, Agus bergulat dengan identitasnya, rasa kehilangan, hingga tanggung jawab melindungi warga sipil.
Perlahan, ia pun mulai memahami makna sejati keberanian dan pengorbanan. Tapi di medan perang, tak semua pertarungan bisa dimenangkan dengan senjata dan Agus harus menentukan apakah ia akan menemukan kedamaian, atau justru malah kehilangan semuanya.