Forum Guru Besar Kedokteran di Makassar Sampaikan Mosi Tak Percaya ke Menkes

21 hours ago 4
Forum Guru Besar Kedokteran di Makassar Sampaikan Mosi Tak Percaya ke Menkes Aksi Mosi Tidak Percaya terhadap kebijakan Menkes terkait kesehatan nasional (Dok : Ist).

KabarMakassar.com — Sejumlah pimpinan Fakultas Kedokteran (FK), bersama guru besar dan Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (MPPDS) di Makassar, menggelar aksi keprihatinan dan mosi tidak percaya pada Menteri Kesehatan atas kebijakan dan tata kelola kesehatan nasional.

Aksi mosi tidak percaya digelar di Aula PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Kamis (12/06) kemarin.

Selain fakultas kedokteran Unhas, aksi ini juga dihadiri oleh beberapa perwakilan fakultas kedokteran yaitu FK UIN Alauddin, FK Univiversitas Muslim Indonesia (UMI), FK Universita Muhammadiyah Makassar (UNISMUH), FK Universitas Negeri Makassar (UNM), FK Universitas Bosowa (UNIBOS), dan FK Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMGO).

Selain itu, aksi ini juga merupakan dukungan atas aksi 372 Guru Besar fakultas kedokteran se-Indonesia secara kolektif menyuarakan panggilan perhatian dan tindak nyata kepada pemerintah terkait arah kebijakan dan tata kelola kesehatan nasional.

Guru Besar FK Unhas, Prof Muhammad Akbar menuturkan bahwa seruan ini merupakan kulminasi dari keprihatinan yang telah mereka sampaikan secara terbuka pada 20 Mei 2025 lalu. Menurutnya, bahkan telah mendapatkan respon dan apresiasi dari pihak kepresidenan Republik Indonesia.

“Tidak dengan maksud mengedepankan status kegurubesaran, kami meyakini bahwa kami mewakili rakyat yang memiliki tanggung jawab intelektual dengan kejernihan pikir dan nurani untuk tidak kami kelirukan. Kesombongan juga bukan merupakan jiwa kegurubesaran mengingat guru besar hanyalah bagian kecil populasi guru yang ikut menentukan peradaban sebuah bangsa melalui pendidikan,” kata Prof Akbar dalam keterangnya, Jumat (13/06).

Prof Akbar mengatakan bahwa Forum Guru Besar Kedokteran Indonesia (FGBKI) menegaskan peran mereka sebagai bagian integral dari masyarakat yang bertanggung jawab atas kemajuan kesehatan bangsa.

“Mereka menggarisbawahi bahwa keprihatinan yang disampaikan bukanlah sekadar reaksi emosional, melainkan hasil kontemplasi, analisis mendalam, dan telaah kritis berdasarkan kajian akademik dan etis,” tuturnya.

Para guru besar menyampaikan apresiasi atas perhatian pemerintah, khususnya Kepresidenan, terhadap suara mereka. Namun, mereka juga menyayangkan bahwa narasi yang dibangun oleh Kementerian Kesehatan dalam dinamika eksekusi peraturan pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan justru cenderung menciptakan dikotomi dan menjauhkan dialog.

Mereka melihat bahwa kebijakan yang dijalankan saat ini bersifat eksklusif, tertutup, dan kerap menempatkan berbagai pihak, termasuk akademisi dan organisasi profesi, sebagai penghambat kemajuan.

“Pada era teknologi digital, kata-kata dan narasi yang dibangun Kementerian Kesehatan melalui dinamika eksekusi peraturan pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan bukan sekadar bunyi yang membangun, melainkan juga dengan sengaja dijadikan senjata manipulatif dan menghancurkan berbagai pemangku kepentingan yang seharusnya menjadi mitra kerja membangun kesehatan bagi rakyat,” ujar Prof Akbar membacakan bunyi pernyataan tersebut.

Para guru besar juga menyoroti komunikasi pascapenyampaian keprihatinan mereka yang cenderung konfrontatif, bahkan dalam forum publik seperti Mahkamah Konstitusi, alih-alih kolaboratif.

Kondisi ini dinilai telah membuat mereka resah dan kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan Menteri Kesehatan yang seharusnya mampu menyejukkan dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam reformasi bidang kesehatan.

Dekan FK Unhas, Prof Haerani Rasyid yang ikut membacakan surat pernyataan keprihatinan, menyebutkan Forum Guru Besar Kedokteran Indonesia menegaskan bahwa mereka tidak menentang perubahan.

Sebaliknya, mereka mendukung reformasi yang berbasis pada data, dialog, dan penghormatan terhadap prinsip-prinsip profesionalisme serta kedaulatan keilmuan.

Namun, mereka menolak keras cara-cara yang melemahkan kepercayaan publik, merendahkan martabat akademisi dan profesi kesehatan, serta mengabaikan aspirasi para pendidik dan pelaku di lapangan.

“Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti serta kebijaksanaan kolektif bangsa dalam mencapai tujuan program Asta Cita,” ungkap Prof Haerani yang turut ikut membacakan seruan yang ditujukan pada Menkes.

Pernyataan para pimpinan Fakultas Kedokteran dan Guru Besar ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk meninjau kembali pendekatan dalam tata kelola kesehatan nasional, demi tercapainya tujuan kesehatan rakyat yang menyeluruh.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news