
KabarMakassar.com — Sebanyak 3.059 koperasi desa dan kelurahan di Sulawesi Selatan kini telah memiliki badan hukum dan siap menjalankan aktivitas usaha.
Dengan legalitas tersebut, koperasi merah putih memiliki modal dasar untuk mengakses pembiayaan dan memulai berbagai kegiatan ekonomi.
Salah satu bentuk dukungan datang dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang telah menyiapkan skema pemodalan khusus.
Pembiayaan ini diberikan dalam bentuk kredit berbunga ringan, namun harus diajukan melalui proposal kegiatan yang jelas.
“3.059 sudah terdaftar dan sudah berbadan hukum. Badan hukum inilah yang jadi modal bagi koperasi desa merah putih dan koperasi kelurahan untuk melakukan aktivitas,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sulsel, Muhammad Saleh, Rabu (23/07).
Saleh menjelaskan, setiap koperasi didorong menjalankan enam gerai usaha utama yang disesuaikan dengan potensi masing-masing wilayah. Jenis usaha dapat beragam, mulai dari distribusi pupuk, usaha sembako, hingga pengelolaan hasil perikanan.
“Salah satu aktivitas adalah ini, enam gerai wajib harus dia penuhi,” ucap Saleh.
Saleh menyebut Himbara telah menyediakan kredit sebesar Rp3 miliar per koperasi dengan bunga ringan sebesar 3 persen.
Namun, dana tidak diberikan dalam bentuk tunai melainkan disesuaikan dengan nilai kegiatan yang diajukan dalam proposal.
“Terkait dengan modal, modal sudah disiapkan oleh Himbara dalam bentuk kredit dan bunga yang murah, 3 persen,” ujarnya.
Pengurus koperasi harus mengajukan proposal berdasarkan jenis usaha yang akan dijalankan. Misalnya, untuk usaha distribusi pupuk, koperasi harus merinci kebutuhan dan nilai pupuk dalam proposal tersebut. Nilai proposal ini yang nantinya dikonversi menjadi plafon kredit.
“Itu nanti bukan dalam bentuk tunai diberikan kepada pengurus, tetapi proposal apa yang mau dikerjakan,” kata Saleh.
Selain itu, pembelian aset seperti kendaraan operasional juga bisa dilakukan dengan pola yang sama. Pengajuan harus melalui proposal yang menyertakan rincian harga dan kebutuhan yang jelas. Tidak ada dana tunai yang langsung diserahkan ke koperasi.
“Misalnya, dia akan jadi distributor pupuk. Nanti berapa nilai pupuk yang dia mau ini. Misal Rp300 juta, Rp300 juta itulah yang dikonversi jadi plafon Rp3 miliar itu,” jelasnya.
Lebih jauh, kata Saleh, bentuk kegiatan koperasi akan disesuaikan dengan kondisi tematik desa. Misalnya, di daerah pesisir, koperasi bisa mengelola hasil tangkapan nelayan dan menyimpannya dalam cold storage untuk kemudian dipasarkan. Semua kegiatan ini harus relevan dengan potensi daerah.
“Misal di sini (Koperasi Aeng Batu-Batu, Takalar), karena sektor perikanan, dia bisa membeli hasil tangkapan nelayan, kemudian dimasukkan ke dalam cold storage,” ungkap Saleh.
Untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan, koperasi desa wajib membentuk badan pengawas internal. Badan ini akan bertanggung jawab melakukan pengawasan dan melaporkan hasilnya dalam rapat anggota tahunan (RAT).
“Namanya koperasi itu kan ada namanya badan pengawas. Badan pengawas inilah yang dalam setiap RAT, dipertanggungjawabkan kepada anggota pengawasannya,” kata Saleh lagi.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sulsel, Andi Eka Prasetya menegaskan bahwa pihak bank tetap akan menerapkan survei dan penilaian atas setiap proposal. Namun, koperasi merah putih mendapat kemudahan dalam persyaratan dibandingkan pengajuan konvensional.
“Untuk pemodalan, tentunya bank Himbara ini akan melihat pengajuan proposalnya, seperti apa, dan ada ketentuan yang mereka pasti survei dan lainnya untuk mereka bisa memberikan pemodalan,” ujar Andi Eka.
Dia menambahkan bahwa kemudahan akses pembiayaan koperasi merah putih tidak berarti lepas dari tanggung jawab. Semua proses tetap mengikuti prosedur bank, meskipun dengan syarat yang lebih ramah bagi koperasi desa.
“Tapi dengan hadirnya koperasi merah putih ini, ada kemudahan syarat tapi tidak terlepas dari ketentuan dari peminjaman tersebut,” tandasnya.