Inspektorat Makassar Klaim Penataan Laskar Pelangi Sesuai Aturan

4 weeks ago 25
Inspektorat Makassar Klaim Penataan Laskar Pelangi Sesuai Aturan Kepala Inspektorat Kota Makassar, Andi Asma Zulistia Ekayanti, (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Kepala Inspektorat Kota Makassar, Andi Asma Zulistia Ekayanti, menegaskan bahwa langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar dalam merumahkan ribuan tenaga honorer atau Laskar Pelangi merupakan bagian dari proses penataan aparatur sipil negara yang diamanatkan oleh pemerintah pusat.

Penegasan ini disampaikan menyusul sorotan sejumlah anggota DPRD Kota Makassar terkait lemahnya pengawasan internal atas rekrutmen tenaga non-ASN.

Eka nama karibnya, menjelaskan bahwa sejak 2023, pemerintah pusat telah menginstruksikan seluruh pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan tenaga non-ASN paling lambat Desember 2024. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 yang melarang pengangkatan pegawai di luar formasi ASN setelah undang-undang tersebut diberlakukan.

“Artinya, ada ruang waktu yang diberikan pemerintah pusat untuk melakukan penataan secara optimal hingga akhir 2024. Namun faktanya, hingga saat ini belum semua daerah, termasuk Makassar, menyelesaikan penataan tersebut,” jelas Eka, Sabtu (05/07).

Ia mengungkapkan bahwa pemerintah pusat kembali memberi peringatan keras pada awal Januari 2025 melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Surat edaran lanjutan bahkan kembali dikeluarkan pada Februari 2025 untuk meminta laporan progres penataan tenaga non-ASN di seluruh daerah.

Menindaklanjuti surat tersebut, Inspektorat Kota Makassar sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan monitoring menyeluruh terhadap pelaksanaan kebijakan tenaga kerja non-ASN sejak Februari lalu.

“Dari hasil monitoring itu, kami memberikan rekomendasi agar dilakukan penataan menyeluruh. Maka, Pemkot mengambil langkah dengan merumahkan para honorer sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi,” ujar Eka.

Langkah tersebut berdampak pada pemberhentian 3.734 tenaga honorer atau Laskar Pelangi per Juni 2025. Mereka secara resmi tidak lagi menerima gaji dari APBD setelah kontrak kerja mereka diputus.

Namun, Eka menegaskan bahwa Pemkot Makassar tidak lepas tangan begitu saja. Sebaliknya, upaya maksimal terus dilakukan untuk memastikan para tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun tetap mendapatkan ruang kontribusi melalui skema alternatif yang sah.

“Sebagai bentuk kebijaksanaan, Pemkot Makassar menghadirkan skema Pengadaan Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) yang menjadi opsi penyelamatan. Jadi, honorer yang kontraknya diputus, bisa dialihkan ke mekanisme PJLP yang sesuai aturan,” ungkapnya.

Menurut Eka, kebijakan ini merupakan pendekatan paling lunak (soft landing) dalam penataan kepegawaian. Tidak dilakukan secara tiba-tiba, tetapi melalui proses bertahap, dengan koordinasi dan pertimbangan matang bersama kementerian teknis terkait.

“Kami tidak serta merta memutuskan, tapi mempertimbangkan banyak hal. Koordinasi dilakukan ke pusat. Ini bukan karena ada temuan, tapi karena waktu yang diberikan undang-undang sudah mendesak. Kita harus taat aturan,” tegasnya.

Ia juga membantah anggapan bahwa penataan tenaga honorer ini akibat lemahnya pengawasan internal. Menurutnya, peran Inspektorat adalah memastikan proses berjalan sesuai dengan koridor hukum dan kebijakan nasional yang berlaku.

“Persoalan ini bukan soal ada atau tidak adanya temuan dari kami. Ini murni karena batas waktu penataan yang telah ditentukan oleh undang-undang. Kami hanya menjalankan fungsi kami sebagai pengawas dan fasilitator proses kebijakan agar berjalan ideal,” tandasnya.

Sebelumnya, Anggota DPRD Kota Makassar menyoroti lemahnya pengawasan internal terhadap kebijakan perekrutan tenaga honorer non-ASN atau yang dikenal sebagai ‘Laskar Pelangi’.

Sorotan tajam disampaikan langsung oleh anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fasruddin Rusli alias Acil, yang mempertanyakan peran Inspektorat Kota Makassar dalam mengawasi proses perekrutan yang dinilai bertentangan dengan aturan Pemerintah Pusat.

“Kenapa tidak ada pantauan Inspektorat terkait penerimaan Laskar Pelangi dari 2021 akhir? Padahal saat itu pemerintah pusat sudah membuka seleksi pertama untuk PPPK. Ini seharusnya menjadi sinyal bagi Inspektorat untuk mengambil alih dan menghentikan penerimaan baru yang dilakukan BKD,” tegas Acil, Sabtu (5/7).

Ia menilai, rekrutmen tenaga non-ASN secara masif tanpa pertimbangan fiskal yang memadai telah menjadi beban besar bagi APBD Kota Makassar. Terlebih, belanja pegawai saat ini disebut sudah melebihi batas ideal yang direkomendasikan pemerintah pusat, yakni maksimal 30 persen dari total anggaran.

“Penerimaan ini membebani keuangan daerah. Sudah tidak semestinya kita menambah tenaga honorer hanya untuk menutup kekurangan sementara. Apalagi jumlahnya lebih dari 3 ribu orang,” lanjutnya.

Acil menekankan bahwa pengangkatan Laskar Pelangi terjadi saat kepemimpinan Wali Kota sebelumnya, dan hingga kini tidak pernah dilakukan evaluasi menyeluruh dari sisi regulasi maupun kemampuan fiskal. Ia mempertanyakan mengapa Inspektorat Kota Makassar tidak mengambil peran aktif dalam memberikan peringatan atau rekomendasi penghentian sejak awal.

“Ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal. Kalau Inspektorat benar-benar berfungsi sesuai tugasnya, maka seharusnya sudah ada intervensi sejak perekrutan pertama dilakukan. Bukannya dibiarkan sampai jumlahnya membengkak,” ujarnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news