
KabarMakassar.com — Polemik kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) kembali mencuat di sejumlah daerah.
Publik mempertanyakan dasar perhitungan yang membuat tagihan pajak tanah dan bangunan naik signifikan. Salah satu faktor penentu yang paling krusial adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Secara sederhana, NJOP merupakan harga rata-rata tanah dan bangunan di suatu wilayah yang dianggap wajar berdasarkan transaksi yang terjadi. Istilah ini bukan hanya berlaku dalam dunia perpajakan, tetapi juga kerap dipakai sebagai patokan dalam jual beli properti.
Staf Kementerian Keuangan, Badrud Duja, dalam tulisan di laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Wilayah Papua-Maluku, menjelaskan bahwa NJOP ibarat cermin dari harga pasar. “NJOP adalah harga rata-rata atas transaksi jual beli bangunan dan tanah yang terjadi secara wajar,” tulisnya.
Artinya, ketika harga tanah dan bangunan di suatu wilayah melonjak, NJOP pun ikut terkerek. Akibatnya, nilai PBB yang harus dibayar warga juga meningkat. Situasi inilah yang sering memicu polemik karena masyarakat merasa tiba-tiba terbebani pajak lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85 Tahun 2024 menegaskan bahwa NJOP menjadi dasar pengenaan PBB-P2. Pemerintah daerah diwajibkan menghitung NJOP berdasarkan luas tanah dan bangunan yang dimiliki warga, dikalikan dengan nilai NJOP per meter persegi yang berlaku di wilayah tersebut.
Contohnya, jika suatu daerah menetapkan NJOP bangunan Rp3 juta per m² dan NJOP tanah Rp1 juta per m², maka rumah dengan luas bangunan 30 m² dan tanah 35 m² akan memiliki NJOP sebesar:
(35 x Rp1.000.000) + (30 x Rp3.000.000) = Rp35.000.000 + Rp90.000.000 = Rp125 juta.
Selanjutnya, tarif PBB-P2 dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah (Perda). Jika tarif yang berlaku adalah 2 persen, maka pajak yang harus dibayar pemilik rumah tersebut adalah Rp2,5 juta.
Ada beberapa penyebab kenaikan NJOP dan PBB:
1. Harga pasar tanah dan bangunan meningkat
Kenaikan harga properti membuat NJOP harus disesuaikan agar adil dan relevan dengan kondisi riil.
2. Renovasi atau perluasan rumah
Bangunan yang diperluas otomatis memiliki NJOP lebih tinggi karena luas bangunan bertambah.
3. Kebijakan pemerintah daerah
Karena tarif PBB-P2 ditetapkan melalui Perda, setiap daerah memiliki kewenangan berbeda dalam menentukan besarannya.
4. Penyesuaian berkala
Pemerintah melakukan pembaruan NJOP secara periodik agar tidak terjadi kesenjangan antara nilai pasar dan nilai pajak.
Kenaikan NJOP memang bertujuan menjaga keadilan fiskal. Namun, di lapangan, banyak warga menganggap hal itu sebagai beban tambahan, apalagi di tengah tekanan ekonomi. Tarif PBB-P2 yang berbeda antar daerah juga membuat masyarakat sering membandingkan dan mempertanyakan keadilan kebijakan tersebut.
Meski begitu, pemerintah daerah memiliki argumen tersendiri. Pajak yang dihimpun dari PBB menjadi salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan, termasuk infrastruktur, pelayanan publik, dan program kesejahteraan masyarakat.