
KabarMakassar.com — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin bersama sembilan penyelenggara pemilu lainnya dalam sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (23/07).
Sidang ini terkait penanganan pencalonan Akhmad Syarifuddin sebagai Wakil Wali Kota Palopo dalam Pilkada 2024, meskipun yang bersangkutan pernah menjadi terpidana.
Ketua DKPP, Heddy Lugito, memimpin sidang dua perkara sekaligus: Nomor 165-PKE-DKPP/VI/2025 dan 170-PKE-DKPP/VI/2025, yang keduanya berangkat dari persoalan etika terhadap status hukum calon kepala daerah.
“Perkara ini penting karena menyangkut integritas proses pemilu dan kepercayaan publik terhadap penyelenggara,” kata Heddy dalam keterangannya yang diterima, Kamis (24/07).
Heddy menyebut bahwa pihaknya akan menelaah, fakta-fakta yang ada untuk melihat sanksi yang akan diberikan jika ada pelanggaran etik dalam Pilkada Palopo.
“DKPP akan mengevaluasi secara menyeluruh fakta-fakta yang muncul di sidang ini untuk menentukan apakah ada pelanggaran etik dan bentuk sanksinya,” tutup Heddy Lugito.
Dalam perkara 165, pengadu Dahyar menuding delapan penyelenggara pemilu termasuk Ketua KPU RI dan jajaran KPU Sulsel tidak profesional karena membolehkan Akhmad Syarifuddin memperbaiki dokumen persyaratan pencalonan, meskipun Bawaslu Kota Palopo sebelumnya telah menyatakan yang bersangkutan melanggar aturan.
“Rekomendasi Bawaslu Palopo itu seharusnya menutup ruang perbaikan berkas. Tapi para teradu malah membiarkan proses itu tetap berjalan,” ujar Dahyar.
Ia merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang menegaskan tidak ada ruang perbaikan berkas bagi calon yang bermasalah dalam tahapan awal.
Bawaslu Palopo dalam surat rekomendasi Nomor 08/PM.02.02/K.SN23/04/2025 menyatakan bahwa Akhmad Syarifuddin terbukti tidak mengungkapkan statusnya sebagai mantan terpidana saat mendaftar. “Itu pelanggaran administratif yang semestinya ditindaklanjuti sesuai undang-undang,” tegas Dahyar.
Sementara itu, dalam perkara 170, pengadu Junaid menyasar Ketua Bawaslu Kota Palopo Khaerana dan anggota Widianto Hendra. Ia menilai mereka lalai mengawasi dokumen pencalonan, terutama Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang memuat catatan hukum Akhmad Syarifuddin.
“Dalam SKCK jelas disebutkan adanya pelanggaran Pasal 187 ayat (2) jo Pasal 69 huruf C UU No. 10/2016. Ini seharusnya menjadi sinyal kuat untuk tidak meloloskan calon tersebut,” tegas Junaid.
Menanggapi tudingan tersebut, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan bahwa keterlibatan pihaknya berawal dari permintaan klarifikasi KPU Sulsel terkait rekomendasi Bawaslu Palopo. Ia menyebut KPU RI telah mengeluarkan surat Nomor 690/PL.02.2-SD/06/2025 yang menekankan perlunya tindak lanjut sesuai regulasi.
“Kami memedomani Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2024 serta Keputusan KPU Nomor 1229 Tahun 2024. Selain itu, kami juga mencermati pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 326 yang menyebut rekomendasi Bawaslu tidak cukup tegas dalam menentukan tindak lanjut,” kata Afifuddin.
Ia menambahkan bahwa sebelum PSU digelar, Akhmad Syarifuddin sudah mengumumkan secara terbuka statusnya sebagai mantan terpidana. “Ini disebut Mahkamah sebagai corrective action yang sah dan memenuhi syarat transparansi,” jelas Afifuddin.
Sementara itu, Ketua KPU Sulsel, Hasbullah, juga menyatakan bahwa seluruh tahapan telah dilalui sesuai mekanisme hukum. Ia menyebut pengadu telah keliru menafsirkan aturan.
“Tidak diumumkannya status terpidana tidak otomatis mencabut hak konstitusional seseorang untuk dipilih,” tegas Hasbullah.
Sedangkan Ketua Bawaslu Kota Palopo, Khaerana, membantah tudingan tidak aktif dalam pengawasan. Ia mengklaim bahwa selama proses pencalonan berlangsung, tidak ada tanggapan atau laporan masyarakat yang mempertanyakan status hukum Akhmad Syarifuddin.
“Kami tetap menjalankan pengawasan sesuai peraturan. Sampai penetapan calon, tidak ada laporan atau keberatan dari masyarakat terhadap calon tersebut,” ujar Khaerana.
Diketahui, Sidang yang juga dihadiri oleh anggota majelis J. Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah.