
KabarMakassar.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak pihak Birokrasi Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) untuk memberikan sanksi terhadap oknum dosen yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswanya.
Diketahui sebelumnya, polisi telah menetapkan oknum dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) UNM, inisial K sebagai tersangka dugaan kekerasan seksual terhadap seorang mahasiswa laki-laki.
Pendamping hukum korban dari LBH Makassar, Mirayati Amin mengatakan bahwa meski oknum dosen tersebut telah ditetapkan tersangka, namun pihaknya merasa birokrasi kampus harus melakukan upaya administrasi berupa pemberian sanksi terhadap tersangka, yang saat ini berstatus sebagai Dosen tetap di kampus tersebut.
“Mengingat tersangka merupakan Dosen matakuliah sekaligus dosen pembimbing korban, memanfaatkan jabatannya untuk melakukan pelecehan seksual, maka perlu ditambahkan dengan pasal 15 ayat (1) huruf b. dengan ancaman pidana 7 tahun kurungan penjara,” ujar Mirayati dalam keterangan tertulis, Rabu (02/07).
Dosen tersebut resmi ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan Surat Nomor: B/1437/VI/RES.124/2025/Ditreskrimum. Dimana surat tersebut menjelaskan bahwa oknum dosen itu telah melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap mahasiswa bimbingannya.
Tersangka dilaporkan sejak tanggal 28 Januari 2025 oleh korban. Atas laporan tersebut, tiga orang Mahasiswa telah diperiksa sebagai saksi oleh Penyidik Unit PPA Polda Sulsel.
Berdasarkan keterangan korban, kata Mirayati aksi pelecehan sesama jenis ini dilakukan terhadap korban tidak hanya sekali, melainkan sudah berulang bahkan ketika korban berpindah semester.
Tak hanya itu, pelecehan fisik dan non fisik juga dialami korban sejak pelaku menjadi dosen mata kuliah, sekaligus dosen pembimbing korban. Sehingga, pelaku mengkondisikan korban untuk selalu berkomunikasi dan bertemu dengan pelaku.
Mirayati menilai bahwa pelaku menggunakan jabatannya sebagai dosen untuk memanipulasi korban agar mengikuti keinginannya. Bahkan, kata dia dari keterangan korban, terdapat ancaman pelaku untuk menahan nilai mata kuliah yang diampu pelaku, jika korban tidak mengikuti keinginan pelaku.
“Situasi ini terus terjadi karena korban takut untuk melapor. Puncaknya, saat korban diminta datang ke rumah pelaku untuk melakukan remedial mata kuliah yang diajar pelaku,” bebernya.
“Ancaman untuk tidak meluluskan korban atau bahkan menyulitkan korban selama masa perkuliahan, menjadi pertimbangan korban untuk mengurungkan niatnya melapor,” tambahnya.
Berdasarkan catatan LBH Makassar, kata Mirayati bahwa kasus pelecehan seksual sering kali terjadi dilingkup kampus. Sehingga, LBH meminta agar pihak kampus lebih tegas memberikan sanksi pada oknum-oknum terdebut.
Mirayati juga berharap oknum dosen inisial K yang ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian, atas dugaan pelecehan seksual sesama jenis, dapat diberikan sanksi berat.
“A merupakan korban yang harus didukung, kasus seperti ini kasus yang sangat tertutup. Jika tidak ada itikad untuk mendukung dan menjamin ruang aman dalam Kampus, tentu kedepannya akan terjadi kasus serupa,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Polisi resmi menetapkan seorang oknum dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) Universitas Negeri Makassar (UNM), inisial K sebagai tersangka dugaan kekerasan seksual terhadap seorang mahasiswa laki-laki.
Kanit 5 Subdit IV Renakta, AKP Alexander To’longan mengatakan penangkapan tersangka setelah penyidik Unit 5 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, gelar perkara internal pada Jumat (20/06).
“Gelar pekan lalu, sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Alexander To’longan, saat dikonfirmasi, Senin (23/06) malam.
Meski telah berstatus tersangka, kata Alexander oknum dosen tersebut belum dilakukan penahanan. Ia mengatakan bahwa pihak penyidik masih akan melayangkan surat panggilan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka dalam waktu dekat.
“Belum ditahan. Kami akan buatkan panggilan dulu setelah gelar kemarin. Pemeriksaan dilakukan sebagai tersangka,” tambahnya.
Alexander menuturkan bahwa keputusan penahanan terhadap tersangka akan ditentukan oleh pimpinan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel.
“Intinya kita panggil dulu sebagai tersangka. Soal ditahan atau tidaknya, itu tergantung kebijakan pimpinan,” ungkapnya.
Untuk diketahui, dalam kasus ini penyidik kepolisian telah memeriksa empat orang, termasuk korban, terlapor, serta dua saksi lainnya yang diduga mengetahui aksi tak senonoh tersebut.
Dosen tersebut dijerat dengan Pasal 6A dan 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pasal 6A mengatur tentang pelecehan seksual fisik, dengan ancaman pidana penjara hingga 4 tahun atau denda maksimal Rp50 juta.
Sementara itu, Pasal 6C berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau pengaruh yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual, dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda hingga Rp300 juta.