KabarMakassar.com — Dinas Pendidikan Kota Makassar menegaskan larangan keras terhadap praktik penjualan seragam sekolah oleh pihak sekolah.
Kebijakan ini diperkuat kembali menjelang tahun ajaran baru, seiring dengan komitmen Pemerintah Kota Makassar dalam mencegah pungutan liar (pungli) dan menciptakan tata kelola pendidikan yang bersih dan transparan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Achi Soleman, menjelaskan bahwa larangan ini telah lama diteken dan berlaku hingga saat ini. Tujuan utamanya adalah melindungi sekolah dari praktik komersialisasi yang menyasar siswa dan orang tua.
“Larangan jual seragam ini sebenarnya sudah diteken sejak masa Plt Kadisdik Makassar Andi Bukti. Ini bagian dari pencegahan agar tidak ada lagi pungli di sekolah. Kita ingin sekolah mendidik, bukan berdagang,” kata Achi, Kamis (11/07).
Achi menegaskan bahwa larangan ini tidak hanya berlaku pada seragam utama, tetapi juga pada seragam olahraga, batik, maupun atribut lainnya. Penjualan seragam oleh sekolah dianggap bertentangan dengan prinsip akuntabilitas, apalagi jika disertai dengan keuntungan pribadi atau institusi.
“Kadang ada sekolah yang ngotot karena sudah stok banyak. Tapi praktik itu harus dihentikan. Sekolah jangan ambil untung dari siswa,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa aturan ini secara khusus menyasar siswa baru yang belum memiliki seragam lengkap. Pihak sekolah diminta tidak mengambil inisiatif untuk menjual bahkan dengan dalih ‘memudahkan’ orang tua. Sebaliknya, masyarakat diberikan keleluasaan untuk membeli seragam dari tempat mana pun di luar sekolah.
“Silakan masyarakat beli di mana saja, sesuai kemampuan dan kenyamanan masing-masing. Sekolah jangan ikut bermain,” ujar Achi.
Larangan ini juga sejalan dengan imbauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang meminta lembaga pendidikan tidak menjadi titik awal praktik pungli berkedok kebutuhan siswa. Achi menyebut bahwa sekolah sering kali menjadi sorotan karena terlibat dalam skema penjualan seragam yang tidak transparan.
“Kita patuh pada edaran KPK. Ini bentuk perlindungan terhadap siswa dan sekolah itu sendiri. Sekolah tidak boleh jadi ladang bisnis,” ungkapnya.
Lebih jauh, Achi menilai bahwa tekanan yang muncul akibat larangan ini berasal dari pihak-pihak yang selama ini mendapat keuntungan dari penjualan seragam secara terselubung. Ia bahkan menyebut adanya pola distribusi yang menyerupai kartel.
“Memang ada yang merasa dirugikan karena sudah stok. Tapi kita tidak bisa membiarkan sekolah terus-menerus jadi tempat dagang seragam. Ini menyangkut integritas pendidikan kita,” ujarnya.
Kebijakan larangan jual seragam ini juga diiringi dengan langkah untuk mendorong perputaran ekonomi di masyarakat. Dengan tidak adanya monopoli di lingkungan sekolah, orang tua memiliki kebebasan untuk membeli seragam dari pelaku UMKM atau toko-toko lokal.
“Ini juga bagian dari penguatan ekonomi rakyat. Sekolah bebas dari tuduhan pungli, sementara UMKM bisa ikut berperan. Semua untung, tanpa manipulasi,” jelas Achi.
Ia menekankan bahwa pemerintah kota tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan solusi dan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anak mereka.
Pemerintah Kota Makassar ingin memastikan bahwa sekolah tetap menjadi institusi yang berintegritas, profesional, dan berpihak pada pelayanan, bukan keuntungan. Achi pun berharap agar semua kepala sekolah dapat memahami arah kebijakan ini dan menjadikan momentum tahun ajaran baru sebagai titik awal perubahan.
“Pak Wali sangat berharap tidak ada lagi praktik-praktik keliru di sekolah. Ini bukan hanya soal seragam, tapi soal kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan kita,” tutup Achi.
Sebelumnya, menjelang tahun ajaran baru 2025/2026, Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pendidikan secara resmi menerbitkan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk jenjang Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama. Surat Edaran bernomor 800/29g/Disdik/V/2025 ini memuat sejumlah larangan penting guna menjamin proses penerimaan siswa yang bebas pungli, adil, dan transparan.
Surat edaran tersebut ditujukan langsung kepada seluruh Kepala UPT SPF SD, SMP, dan TK Negeri se-Kota Makassar. Di dalamnya, Dinas Pendidikan menekankan bahwa seluruh kepala sekolah dan panitia penerimaan siswa baru dilarang melakukan segala bentuk pungutan maupun transaksi penjualan seragam yang mengatasnamakan sekolah.
“Kami tegaskan, tidak boleh ada pembayaran atau pungutan dalam bentuk apa pun selama proses penerimaan murid baru. Apalagi menjual atribut atau seragam atas nama sekolah. Itu dilarang,” tegas Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Andi Bukti Djufrie, dalam keterangan tertulisnya yang diterbitkan pada 27 Mei 2025 lalu.
Surat edaran ini diterbitkan sebagai bagian dari implementasi Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 yang mengatur Sistem Penerimaan Murid Baru secara nasional. Aturan tersebut menggarisbawahi pentingnya penerimaan siswa yang mengedepankan prinsip keadilan dan bebas intervensi komersial, sebagaimana kini ditegaskan kembali oleh Pemerintah Kota Makassar.
“Penerimaan siswa baru adalah gerbang awal pendidikan anak. Jangan sampai ada praktik yang menodai prinsip keadilan dan keterbukaan. Kita ingin proses ini berjalan objektif, transparan, dan akuntabel,” ujar Andi Bukti.
Ia menekankan agar seluruh proses seleksi dan verifikasi siswa baru dilaksanakan tanpa diskriminasi. Artinya, tak boleh ada perlakuan berbeda yang didasarkan pada latar belakang ekonomi, sosial, atau pilihan tempat tinggal.
“Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi soal integritas institusi pendidikan kita. Setiap anak punya hak yang sama untuk mengakses pendidikan bermutu tanpa beban tambahan dari sekolah,” katanya.
Surat edaran ini juga menjadi bentuk komitmen Pemkot Makassar dalam memutus praktik-praktik lama yang selama ini kerap disorot, seperti pemaksaan pembelian seragam atau atribut sekolah dari pihak sekolah, serta pungutan yang dibungkus dalam istilah ‘sumbangan sukarela’ saat penerimaan siswa baru.
“Kita ingin sekolah fokus mendidik, bukan mengelola bisnis seragam. Jangan sampai kepercayaan orang tua dirusak hanya karena ada motif untung,” tegas Andi Bukti.
Sebagai penutup dalam edaran tersebut, seluruh kepala satuan pendidikan diminta melaksanakan instruksi ini dengan penuh rasa tanggung jawab. Evaluasi dan pengawasan internal akan dilakukan guna memastikan tidak ada pelanggaran terhadap isi edaran.
“Kami akan pantau pelaksanaannya. Bila ada pelanggaran, tentu akan ada sanksi. Ini menyangkut kredibilitas dunia pendidikan kita,” pungkasnya.