
KabarMakassar.com — Pemerintah Kota Makassar semakin memantapkan diri sebagai salah satu kota dengan kebijakan perlindungan sosial paling progresif di Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Munafri Arifuddin – Aliyah Mustika Ilham, Pemkot menargetkan perluasan cakupan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi 45 ribu pekerja rentan pada 2025 sebagai bagian dari strategi jangka panjang menekan kemiskinan ekstrem dan ketimpangan ekonomi.
Upaya ini dilakukan melalui kerja sama intensif dengan BPJS Ketenagakerjaan, untuk mengejar Universal Coverage Jamsostek (UCJ) sebesar 62 persen pada akhir tahun 2025.
Saat ini, cakupan perlindungan baru mencapai 51 persen, dengan kebutuhan penambahan peserta aktif di segmen non-ASN, informal, RT/RW, kader posyandu, hingga pekerja keagamaan.
“Kami ingin jaminan sosial tidak berhenti di sektor formal. Justru yang rentan, yang kerja tanpa perlindungan, harus menjadi prioritas. Itulah arah kebijakan Wali Kota Makassar,” tegas Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Makassar, I Nyoman Hary Sujana, Senin (16/06).
Nyoman menambahkan, ada gap 45 ribu pekerja yang belum terlindungi dan menjadi prioritas pada tahun berjalan.
“Makassar ini termasuk yang paling progresif. Pemerintahnya serius melindungi kelompok rentan. Tahun ini kami targetkan tembus 62 persen UCJ,” jelasnya.
Program perlindungan ini memberikan jaminan jika terjadi kecelakaan kerja atau kematian, termasuk manfaat pengobatan tanpa batas dan beasiswa pendidikan untuk dua anak peserta hingga jenjang sarjana.
Bahkan, untuk kasus kematian bukan karena kecelakaan, peserta tetap memperoleh santunan sebesar Rp42 juta.
Nyoman juga mengungkapkan data bahwa dari 35.422 peserta yang telah terdaftar, terdapat sekitar 100 pekerja yang meninggal dunia karena sebab alami.
Total santunan yang disiapkan untuk ahli waris mencapai Rp4,2 miliar, dan akan diserahkan langsung oleh Wali Kota dalam waktu dekat.
“Ini bukan program simbolis. Ini menyentuh langsung rakyat. Bukan hanya soal angka, tapi soal nasib keluarga pekerja. Dan Pemkot Makassar jadi contoh nasional soal ini,” ujar Nyoman.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Nielma Palamba, menyatakan bahwa perluasan perlindungan sosial ini telah sejalan dengan Instruksi Presiden tentang reformasi jaminan sosial pekerja rentan sejak 2017.
Pemkot, lanjutnya, telah menyasar semua segmen nonformal, termasuk kelompok miskin ekstrem, sebagai bentuk intervensi menyeluruh.
“Total peserta aktif saat ini 236.791 orang. Ini termasuk 11 ribu non-ASN, 6.004 RT/RW, dan puluhan ribu pekerja informal lainnya. Kami pastikan RT/RW hasil pemilu raya tahun ini pun langsung dimasukkan karena anggaran sudah disiapkan,” kata Nielma.
Menurutnya, kota tidak bisa disebut berdaya bila kelompok paling bawahnya terus rentan terhadap guncangan sosial ekonomi.
“Makassar tidak hanya bicara pembangunan fisik. Kita bangun juga rasa aman pekerja informal,” ujarnya.
Dengan strategi inklusif ini, Pemerintah Kota Makassar menempatkan jaminan sosial sebagai instrumen pengurang kesenjangan, bukan sekadar kewajiban administratif.
Langkah ini tidak hanya memperkuat daya tahan ekonomi masyarakat, tetapi juga mengukuhkan posisi Makassar sebagai kota pelopor dalam pelindungan sosial berbasis pemerataan.