Mengenal Mappacci, Tradisi Sakral Bugis untuk Calon Pengantin

1 month ago 28

KabarMakassar.com — Dalam tradisi pernikahan masyarakat Bugis, terdapat beragam tahapan penting yang harus dilalui. Salah satu tahapan yang sakral ialah prosesi yang disebut Mappacci.

Mappacci merupakan proses penyucian diri bagi calon pengantin. Tujuan utamanya ialah membersihkan calon mempelai dari segala bentuk dosa, kesalahan, maupun keburukan lainnya.

Penyucian ini tidak hanya mencakup kesalahan yang disengaja, namun juga yang terjadi tanpa disadari. Dengan demikian, maka calon mempelai diharapkan akan memasuki kehidupan pernikahan dalam keadaan suci secara lahir dan batin.

Kesucian yang diperoleh melalui prosesi ini mencerminkan makna hakiki dari pernikahan itu sendiri, yaitu penyatuan dua insan dalam ikatan yang murni serta penuh keikhlasan.

Kata Mappacci sendiri berasal dari akar kata Pacci. Pacci merupakan nama tumbuhan yang daunnya menyerupai daun kelor serta sering digunakan dalam prosesi ini.

Dalam bahasa Bugis, Pacci erat kaitannya dengan kata Paccing, yang memiliki arti bersih atau suci. Ini mempertegas makna filosofis dari prosesi Mappacci.

Daun Pacci dalam ritual ini merupakan simbol penyucian, digunakan oleh anggota keluarga untuk menyentuh tangan serta dahi calon pengantin sebagai tanda restu dan harapan akan kebersihan hati.

Secara keseluruhan, Mappacci bukan hanya sekadar tradisi, melainkan wujud penghormatan terhadap nilai-nilai kesucian juga spiritualitas dalam memulai kehidupan berumah tangga.

Perlengkapan yang disiapkan serta makna dibaliknya

Dalam acara mappaci, perlengkapan yang disiapkan terdiri dari beragam benda sebagai simbol, yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri, diantaranya adalah:

1. Bantal

Dalam prosesi Mappacci, sebuah bantal akan dihias dengan indah untuk diletakkan di hadapan calon pengantin. Bantal ini tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap dekorasi, namun juga memiliki makna simbolis yang dalam.

Terbuat dari kapas sebagai lambang kemakmuran, bantal ini melambangkan kehormatan serta martabat calon mempelai. Dalam tradisi Bugis, makna ini dikenal dengan istilah mappakalebbi, yang mana mencerminkan harapan agar pengantin kelak menjalani kehidupan yang bermartabat dan sejahtera.

2. Sarung

Dalam rangkaian prosesi Mappacci, di atas bantal kemudian diletakkan tujuh lembar sarung yang disusun dan dibentuk dengan rapi.

Sarung-sarung tersebut melambangkan harga diri dan prestise calon pengantin dalam memulai kehidupan barunya.
Angka tujuh sendiri memiliki makna khusus dalam budaya Bugis.

Istilah tujui atau mattujui digunakan dalam menggambarkan sesuatu yang terbaik, sehingga susunan tujuh sarung ini mencerminkan harapan agar calon mempelai mampu menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh kehormatan dan kualitas terbaik.

3. Daun pisang

Dalam prosesi Mappacci, di atas bantal yang telah dilapisi tujuh lembar sarung, kemudian diletakkan sehelai daun pisang.

Penempatan daun pisang ini memiliki makna simbolis terkait kesinambungan hidup, mencerminkan harapan agar kehidupan calon pengantin terus berkembang dan berkesinambungan.

Seperti halnya daun pisang yang di alam selalu tumbuh silih berganti, daun muda muncul sebelum daun tua layu, demikian pula diharapkan agar kehidupan rumah tangga pasangan baru akan terus berlanjut dengan baik.

Konsep ini dalam bahasa Bugis dikenal dengan sebutan maccolli maddaung, yang melambangkan regenerasi, ketahanan, serta kesinambungan dalam kehidupan.

4. Daun nangka atau panasa

Dalam prosesi Mappacci, daun nangka disusun sebanyak tujuh atau sembilan lembar kemudian diletakkan di atas daun pisang.

Penyusunan tersebut memiliki makna simbolis yang dalam, tak hanya sekadar hiasan, melainkan bagian dari doa dan harapan bagi calon mempelai.

Makna yang terkandung dalam susunan daun nangka ini disebut minasa atau mamminasa dalam bahasa Bugis, yang memiliki arti cita-cita luhur.

Hal ini mencerminkan harapan agar kelak kehidupan pernikahan yang akan dijalani penuh dengan nilai-nilai mulia dan tujuan yang tinggi.

5. Benno

Benno, yaitu gabah atau padi yang telah disangrai hingga mekar juga ada dalam prosesi mappacci. Biji-biji yang telah mengembang ini akan diletakkan di atas piring sebagai bagian dari perlengkapan ritual.

Makna dari benno sangat mendalam, yakni sebagai simbol harapan agar calon pengantin diberkahi keturunan yang baik dan membanggakan.

Dalam bahasa Bugis, harapan ini disebut mpenno eialei, yang menggambarkan doa agar nantinya kehidupan keluarga mereka dapat tumbuh subur dan penuh berkah, seperti benih yang mekar dengan sempurna.

6. Tai wani atau patti

Prosesi ini juga menggunakan tai wani atau patti, yaitu lilin alami yang berasal dari sarang lebah. Tetapi, dalam praktik modern, tai wani sering digantikan dengan lilin biasa.

Kehadiran lilin ini bukan hanya sebagai penerang, akan tetapi memiliki makna simbolis yang mendalam.

Lilin melambangkan cahaya dan petunjuk, menjadi harapan agar perjalanan hidup kedua mempelai dapat selalu diterangi dengan kedamaian dan kebijaksanaan.

Seperti kehidupan lebah yang teratur serta harmonis, lilin ini mencerminkan harapan akan rumah tangga yang rukun, terarah, dan penuh ketenangan.

7. Daun pacci

Pada masa lalu, daun Pacci dalam prosesi Mappacci akan ditumbuk halus dan ditempatkan dalam wadah khusus bernama bekkeng. Proses tersebut melambangkan penyatuan jiwa calon pengantin, sebagai simbol awal dari keharmonisan dan kerukunan dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Tetapi, dalam pelaksanaan modern, daun Pacci tidak lagi ditumbuk. Sebagai gantinya, daun tersebut dibiarkan utuh bersama tangkainya serta disusun berdiri di dalam wadah.

Walaupun cara penyajiannya berbeda, makna simbolisnya tetap terjaga sebagai lambang persatuan dan niat suci dalam memulai kehidupan berumah tangga.

8. Kelapa dan gula merah

Pada prosesi mappacci, gula merah juga diletakkan di dalam kelapa yang telah dibelah. Simbol ini dikenal dengan istilah cenning na lunra, yang mencerminkan harapan akan kehidupan rumah tangga yang manis, damai, serta penuh keharmonisan bagi pasangan pengantin.

Kelapa, sebagai tumbuhan yang memiliki banyak manfaat, melambangkan harapan agar kedua mempelai dapat menjadi pribadi yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Makna ini mengajarkan pentingnya hidup bermanfaat serta berkontribusi dalam kehidupan bersama.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news