
KabarMakassar.com — Menjelang pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sulawesi Selatan tahun 2025, tensi politik internal partai beringin mulai terasa.
Beberapa nama besar telah mengemuka sebagai kandidat kuat calon Ketua DPD I Golkar Sulsel. Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla, menyebut bahwa kontestasi kali ini akan melibatkan banyak variabel yang sulit diprediksi akibat peta kekuatan yang masih sangat cair.
Nama-nama yang dinilai populer dan memiliki peluang besar untuk memperebutkan kursi ketua antara lain Ketua DPD I Golkar saat ini, Taufan Pawe (TP), Ketua DPD II Golkar Makassar Munafri Arifuddin (Appi), mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS), serta mantan Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan.
“Nama-nama ini punya posisi strategis dan jejak politik yang kuat di Sulsel. Popularitas mereka cukup tinggi di internal kader,” ujar Adi Culla, Selasa (15/07).
Sebagai petahana, Taufan Pawe dinilai punya keuntungan posisi. Selain masih menjabat, TP disebut memiliki akses konsolidasi yang lebih luas, baik ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) kabupaten/kota maupun ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
“TP punya posisi tawar lebih kuat karena sedang menjabat. Konsolidasi dukungan bisa ia bangun dari atas dan bawah sekaligus. Tapi ini tidak menjamin kemenangan jika dinamika internal berubah atau konsensus elite partai berpindah,” katanya.
Adi juga menyinggung potensi munculnya dua poros utama yang bisa mengerucut, yakni poros IAS dan poros Appi. Kedua figur ini dinilai memiliki kekuatan akar rumput, sejarah panjang di partai, dan loyalis yang militan. Namun, berbeda strategi politik yang mereka tempuh saat ini dapat membuka ruang kompetisi ketat, bahkan fragmentasi internal.
“Relasi antara IAS dan Appi memang dekat secara personal. Tapi dalam politik, perbedaan manuver bisa menciptakan jarak strategis. Ini yang bisa menjadi celah munculnya dua poros berbeda,” jelas Adi.
Kondisi semakin rumit ketika muncul sinyal komunikasi politik antara TP, IAS, dan tokoh senior Golkar Sulsel, Nurdin Halid (NH). Adi menyebut, ada kemungkinan koalisi atau kesepakatan tertentu tengah dijajaki di antara mereka. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan TP akan menyerahkan dukungannya kepada IAS jika konsensus terbentuk.
“Bisa saja TP mundur dan beri dukungan ke IAS. Modal politik IAS sangat besar, apalagi ia punya pengaruh kuat di sejumlah daerah yang selama ini menjadi basis Golkar. IAS juga punya pengalaman politik panjang dan sudah terbukti mampu melewati berbagai ujian,” ungkapnya.
Khusus untuk Nurdin Halid, Adi menilai arah dukungannya masih menjadi teka-teki. Meski dikenal lebih dekat secara pribadi dan politik dengan IAS, NH disebut belum menunjukkan tanda-tanda pasti akan mendukung siapa dalam Musda mendatang.
“Dukungan NH bisa menjadi kunci. Tapi politik Golkar ini dinamis, kadang berubah hanya dalam hitungan hari. Jadi semua kemungkinan masih terbuka,” jelasnya.
Lebih jauh, Adi menilai bahwa Musda kali ini tidak hanya akan menjadi pertarungan antarfigur, tapi juga pertarungan gagasan arah Golkar Sulsel ke depan.
Apalagi, keempat figur memiliki basis dan pendekatan politik yang berbeda. Appi misalnya, selama memimpin Golkar Makassar dianggap sukses merapikan struktur partai dan memaksimalkan potensi elektoral di tingkat kota.
Sementara Adnan Purichta, meski belum terlalu intens menyuarakan kesiapannya, disebut sebagai kuda hitam. Dengan usia yang masih relatif muda, ia bisa menjadi representasi regenerasi dalam tubuh Golkar. Namun, menurut Adi, peluang Adnan masih tergantung pada peta dukungan yang bisa ia bangun menjelang Musda.
“Golkar butuh figur kuat, tapi juga figur yang bisa merangkul semua faksi. Kalau tidak, perpecahan bisa makin tajam dan merugikan partai secara keseluruhan,” katanya.
Adi menggarisbawahi bahwa politik dalam tubuh Golkar tidak pernah berjalan linier. Bahkan, dalam sejarah internal partai, seringkali muncul ‘anomali politik’ berupa koalisi tak terduga atau manuver mendadak yang mengubah jalannya kontestasi.
Ia mencontohkan, hubungan IAS dan Appi yang sebelumnya akrab secara personal, bisa saja terganggu karena perbedaan strategi dan ambisi politik. “Kalau salah kelola, bisa menimbulkan gap yang lebih dalam dan berdampak ke struktur bawah,” ujarnya.
Menurut Adi, dalam beberapa pekan ke depan, peta kekuatan akan lebih terbaca setelah proses lobi dan manuver intensif dilakukan. Ia juga mengingatkan pentingnya Musda tidak hanya menjadi ajang adu kekuatan, tetapi juga ruang konsolidasi demi masa depan partai.
“Siapapun yang terpilih nanti, Golkar Sulsel harus tetap solid. Jangan sampai proses Musda justru meninggalkan residu konflik berkepanjangan,” pungkasnya.