KabarMakassar.com – Sektor jasa keuangan Indonesia terus menunjukkan ketangguhannya di tengah dinamika ekonomi global dan nasional. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa stabilitas sektor ini masih terjaga dengan baik, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang mencukupi, serta manajemen risiko yang terkendali.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam konferensi pers virtual Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) baru-baru ini.
Dalam keterangan resminya dikurtip Sabtu (26/04), ia menekankan bahwa kinerja sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, tetap berada dalam jalur pertumbuhan yang positif dengan profil risiko yang tetap terkendali.
“Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga,” ujar Mahendra, menandakan bahwa perbankan nasional terus memberikan kontribusi terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
Mahendra memaparkan bahwa kredit perbankan per Maret 2025 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 9,16% secara tahunan (year on year), dengan total nilai mencapai Rp7.908,4 triliun.
Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan signifikan pada kredit investasi yang tumbuh sebesar 13,36%. Selain itu, kredit konsumsi juga mengalami kenaikan 9,32%, sedangkan kredit modal kerja naik 6,51%.
Dalam hal kualitas kredit, Mahendra menegaskan bahwa kondisi tetap terkendali. Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) secara gross tercatat sebesar 2,17%, sementara NPL net berada pada level 0,80%.
Sementara itu, angka Loan at Risk (LAR), yang mencerminkan jumlah kredit berisiko, juga relatif stabil di angka 9,86%.
Pertumbuhan juga terlihat pada sisi Dana Pihak Ketiga (DPK), yang naik sebesar 4,75% menjadi Rp9.010 triliun. Komponen giro dan tabungan menunjukkan pertumbuhan masing-masing sebesar 7,74%, sementara deposito meningkat sebesar 2,89%.
Tak hanya itu, Mahendra menyoroti bahwa ketahanan sektor perbankan tetap berada dalam kondisi yang sangat baik, dengan rasio permodalan per Maret 2025 tercatat mencapai 25,43%. Ini menunjukkan bahwa perbankan memiliki kapasitas yang kuat untuk menyerap potensi risiko dan menjaga stabilitas keuangan.
Dalam aspek likuiditas, perbankan nasional juga menunjukkan posisi yang aman dan jauh di atas ambang batas minimum. Rasio alat likuid terhadap non-core deposit mencapai 116,05%, dan rasio alat likuid terhadap DPK sebesar 26,22%. Angka-angka ini masing-masing jauh melampaui ambang batas minimum yang ditetapkan, yaitu 50% dan 10%.
Dengan performa tersebut, sektor jasa keuangan Indonesia, khususnya industri perbankan, dinilai memiliki fondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan ekonomi ke depan. OJK menyatakan akan terus memantau dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Secara regional, Sektor perbankan di Sulawesi Selatan menunjukkan performa yang tetap positif pada Januari 2025, meski laju pertumbuhannya terbilang moderat. Hal itu disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dalam laporan resmi yang dirilis Kamis (24/04).
Berdasarkan data OJK, total aset perbankan di Sulsel pada awal tahun tercatat sebesar Rp200,37 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,59% secara tahunan (year on year/yoy).
Dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun mencapai Rp134,73 triliun, tumbuh 6,21% yoy, sementara penyaluran kredit berada di angka Rp163,91 triliun, meningkat 4,61% yoy.
Kepala OJK Sulselbar, Moch. Muchlasin, menyampaikan bahwa kinerja intermediasi perbankan di wilayah tersebut juga masih terjaga dengan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) mencapai 123,92%. Sementara rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tercatat sebesar 2,83%.
Dalam struktur perbankan, bank konvensional masih memegang porsi dominan. Aset bank konvensional pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp183,57 triliun atau mencakup 91,62% dari total aset perbankan di Sulsel. DPK dari bank konvensional mencapai Rp122,84 triliun (91,18%) dan kredit yang disalurkan sebesar Rp149,59 triliun (91,26%).
Meski porsinya masih relatif kecil, kinerja perbankan syariah di Sulsel justru menunjukkan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dibandingkan bank konvensional.
Tercatat, aset perbankan syariah naik 20,62% yoy menjadi Rp16,80 triliun. Penghimpunan DPK tumbuh 17,74% yoy mencapai Rp11,88 triliun, dan pembiayaan yang disalurkan tumbuh 20,05% yoy menjadi Rp14,32 triliun.
“Intermediasi perbankan syariah juga kuat dengan LDR 120,50%. Rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) tercatat lebih rendah dari konvensional, yakni 2,20%,” ujar Muchlasin.
Capaian positif perbankan syariah pada awal tahun ini disebut sebagai kelanjutan dari tren pertumbuhan tahun lalu. Pada akhir 2024, aset bank syariah tumbuh 22,24% yoy, DPK meningkat 18,96% yoy, dan penyaluran pembiayaan naik 19,82% yoy.