
KabarMakassar.com — Sejumlah pedagang Pasar Terong di Jalan Sawi mendatangi DPRD Kota Makassar untuk mengadukan rencana relokasi Pemerintah kota (Pemkot) yang dinilai tidak manusiawi dan berpotensi merugikan penghidupan mereka.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi B DPRD Makassar, Selasa (08/07), para pedagang secara terbuka menyuarakan keberatan mereka terhadap rencana pemindahan ke gedung lama Pasar Terong yang dianggap tak layak huni.
Ketua Asosiasi Persaudaraan Pedagang Pasar Terong, Daeng Masalle, menegaskan bahwa sebagian besar pedagang menolak rencana relokasi karena kondisi bangunan lama dinilai membahayakan. Menurutnya, bangunan tersebut telah berdiri sejak tahun 1995 dan kini mengalami banyak kerusakan fisik.
“Sudah 30 tahun lebih usianya. Plafon sudah pernah jatuh, kalau hujan air masuk dari mana-mana. Beton-betonnya sudah banyak yang retak. Gedung itu bukan lagi tempat yang aman untuk berjualan,” kata Masalle saat RDP.
Ia menjelaskan, ada sekitar 400 pedagang yang beraktivitas di sepanjang Jalan Sawi, bagian dari kompleks Pasar Terong yang totalnya mencakup sekitar 8,7 hektare dan terdiri dari 15 ruas jalan. Menurut Masalle, penataan ulang pasar tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus mempertimbangkan keseluruhan ekosistem ekonomi yang sudah terbentuk selama puluhan tahun.
“Kalau mau ditata, tata semua secara adil dan bijak. Jangan hanya sebagian yang dibenahi, sementara yang lain diabaikan. Pasar ini punya sejarah, punya kehidupan ribuan orang,” ujarnya.
Masalle menegaskan, para pedagang tidak anti terhadap relokasi, asalkan pemerintah menyediakan lokasi yang benar-benar layak, aman, dan menjamin kelangsungan usaha. Ia menyebut para pedagang justru mendukung penataan yang bisa memberikan kenyamanan dan keteraturan, namun bukan dengan memaksakan pindah ke tempat yang mengancam keselamatan.
“Kalau disiapkan tempat yang layak, ya kami ikut. Siapa sih yang tidak ingin tertib? Tapi tempatnya harus manusiawi. Jangan dipaksa pindah ke bangunan yang hampir roboh,” tambahnya.
Masalle juga mengingatkan bahwa aksi penolakan ini bukanlah bentuk konfrontasi terhadap pemerintah, melainkan upaya mencari keadilan. Ia menyerukan agar ada ruang dialog antara pemerintah dan pedagang agar ditemukan solusi terbaik yang tidak merugikan pihak manapun.
“Kami siap duduk bersama, bicara baik-baik. Ini bukan soal siapa menang atau kalah, tapi bagaimana kebijakan bisa berpihak ke rakyat kecil yang menggantungkan hidup dari berdagang,” ucapnya.
Lebih jauh, Masalle meminta pemerintah juga memperhatikan aspek sosial dan budaya dalam penataan Pasar Terong. Menurutnya, pasar tradisional bukan sekadar tempat jual beli, melainkan juga ruang interaksi sosial yang sarat nilai-nilai lokal.
“Pasar ini bukan hanya tempat ekonomi. Ini tempat bertemunya budaya, tradisi, dan kehidupan warga. Ada cara orang Makassar belanja, cara mereka berinteraksi. Itu tidak bisa diabaikan dalam proses penataan,” Pungkasnya.