
KabarMakassar.com — Kemenangan Akhmad Syarifuddin dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota Palopo 2024 kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Setelah dinyatakan sah memenangkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) bersama Naili sebagai Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 4, Akhmad alias Ome kembali menghadapi gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, ia dituding menyembunyikan statusnya sebagai mantan terpidana.
Namun, di hadapan majelis hakim Ia membela diri dan menyebut telah memenuhi semua syarat yang berlaku, sesuai dengan pemaknaan hukumnya sendiri terhadap regulasi yang ada.
“Saya tidak pernah merasa menyembunyikan apa pun. Kami ikuti proses ini berdasarkan keyakinan hukum yang kami pahami,” ujar Ome dalam sidang sengketa hasil Pilwalkot Palopo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Jumat (04/07).
Persoalan mencuat setelah Paslon Nomor Urut 3, Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta, menggugat hasil PSU dengan dalih bahwa Akhmad tidak jujur mengungkapkan dirinya pernah dijatuhi pidana dalam kasus politik uang pada Pilkada 2018. Saat itu, ia mendapat vonis pidana percobaan selama empat bulan.
Ome memiliki tafsir sendiri atas peraturan pencalonan. Ia menilai bahwa putusan tersebut tidak masuk kategori yang disyaratkan Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Pilkada untuk diumumkan secara terbuka sebagai status mantan terpidana.
“Dalam pasal itu disebutkan soal pidana lima tahun atau lebih. Saya dijatuhi pidana percobaan, bukan pidana penjara lima tahun. Jadi menurut kami, itu tidak termasuk,” ungkapnya.
Dengan keyakinan tersebut, Ome mengurus surat keterangan tidak pernah dipidana dari pengadilan negeri. Ia mengklaim surat itu dikeluarkan secara sah dan menjadi bagian dari dokumen pencalonannya.
“Saya punya SKCK, saya punya surat keterangan dari pengadilan, dan semua itu saya serahkan ke KPU. Tidak ada yang kami tutupi,” tegasnya.
Meski begitu, regulasi Pilkada sebenarnya tidak hanya melihat pada durasi vonis, tetapi juga pada keterbukaan informasi kepada publik. Bahkan menurut Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, calon dengan status mantan terpidana harus menyerahkan bukti bahwa ia telah menyampaikan secara terbuka status hukum dan jenis pidana yang pernah dijalani.
Bukti itu bisa berupa publikasi di media massa, salinan putusan pengadilan, hingga surat dari lembaga pemasyarakatan.
Ome mengakui dirinya memang tidak menyertakan seluruh dokumen sebagaimana diatur peraturan KPU. Tapi ia tetap yakin tidak melanggar hukum.
“Kami bertindak sesuai prosedur dan pemahaman hukum. Kalau memang itu dianggap tidak tepat, biarlah Mahkamah yang menilai. Tapi secara niat, kami tidak pernah bermaksud curang,” ucapnya.
“Saya percaya proses ini berjalan adil. Kalau akhirnya Mahkamah punya pandangan berbeda, itu adalah bagian dari demokrasi yang harus dihormati,” pungkas Ome.
Sebelumnya, Ome menang telak dalam PSU yang digelar setelah pasangan awalnya, Trisal Tahir, didiskualifikasi karena ijazah pendidikan menengah atas dinyatakan tidak sah. Sebagai pengganti, partai pengusung mengajukan Naili berpasangan dengan Akhmad Syarifuddin.
Hasil pemungutan suara ulang menunjukkan Paslon 4 unggul mutlak dengan perolehan 47.349 suara. Mereka meninggalkan Paslon 2 Farid Kasim-Nurhaenih yang meraih 35.058 suara, serta Paslon 3 Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta dengan 11.021 suara. Namun kemenangan itu belum final karena gugatan kembali dilayangkan.