
KabarMakassar.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Adi Akbar, menyoroti fenomena yang dinilai mengganggu tatanan pemerintahan di tingkat bawah pasca momen politik terakhir.
Ia menerima banyak laporan dari warga mengenai campur tangan pihak-pihak yang mengklaim sebagai tim pemenangan Wali Kota, dan merasa berwenang mengatur struktur pemerintahan mulai dari RT, RW, hingga ke kelurahan.
Menurut Adi, fenomena ini bukan hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga berpotensi menimbulkan kekacauan struktural dalam pemerintahan lokal.
Ia menyebut bahwa setelah Pilkada, muncul banyak individu yang merasa menjadi bagian dari ‘kubu pemenang’ dan kemudian mencoba mengambil peran dalam pengaturan kinerja RT/RW.
“Pertama, memang ada sebagian keluhan masyarakat yang masuk kepada saya. Mereka mengeluh karena setelah kontestasi politik usai, muncul orang-orang yang mengatasnamakan tim pemenangan Wali Kota lalu ingin mengatur urusan RT dan RW,” kata Adi, Rabu (7/5).
Ia menegaskan bahwa hal ini sangat tidak sesuai dengan tatanan pemerintahan yang berlaku.
RT dan RW, jelasnya, memiliki posisi formal dalam struktur pemerintahan kelurahan dan berada di bawah pengawasan lurah serta camat.
Oleh karena itu, upaya intervensi dari luar pemerintahan, apalagi dari pihak yang tidak memiliki kewenangan struktural, merupakan bentuk pelanggaran terhadap sistem yang berlaku.
“Kalau kita bicara struktur, RT dan RW itu punya atasan resmi. Mereka berada di bawah kelurahan. Kalau ada pihak luar yang merasa bisa memberi arahan atau bahkan mengatur, itu jelas keliru dan bisa mengganggu kinerja pemerintahan,” ujar Adi.
Adi juga menyebut bahwa beberapa laporan warga mengindikasikan adanya tekanan-tekanan dari pihak luar kepada para ketua RT/RW, bahkan kepada lurah.
Dalam sejumlah kasus, individu yang mengaku sebagai bagian dari tim pemenangan tampak mengambil peran seolah-olah lebih tinggi dari camat dan lurah.
“Saya melihat sendiri dari laporan masyarakat, mereka merasa dikendalikan oleh orang-orang yang bukan pejabat resmi. Orang-orang ini mengatur dari segi kinerja, bahkan seakan-akan mereka adalah atasan dari lurah dan camat. Ini tercermin jelas dari sikap dan tindakan mereka,” tegasnya.
Melihat kondisi ini, Adi Akbar meminta agar Wali Kota Makassar turun tangan dan memberikan arahan tegas kepada seluruh jajaran di bawahnya, terutama para lurah. Ia menekankan bahwa lurah tidak boleh tunduk pada tekanan dari pihak-pihak di luar pemerintahan.
“Saya rasa ini perlu sampai ke telinga Pak Wali. Harus ada arahan langsung, bahkan kalau perlu teguran. Ini penting agar tatanan birokrasi kita tetap terjaga. Jangan sampai pelayanan kepada masyarakat terganggu hanya karena ada pihak yang merasa punya andil politik,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga netralitas dalam pemerintahan. Menurutnya, kemenangan dalam politik tidak boleh menjadi alasan untuk mengambil alih tugas dan fungsi pemerintahan yang sah.
Ia mendorong agar seluruh struktur birokrasi tetap berjalan berdasarkan aturan dan bukan atas dasar loyalitas politik.
“Ini bukan soal menang atau kalah di pilkada. Ini tentang menjaga sistem. Kalau dibiarkan, masyarakat bisa bingung. Siapa sebenarnya yang harus diikuti? RT dan RW nanti bisa kehilangan arah karena diatur oleh dua pihak yang berbeda,” ujarnya.
Adi menutup pernyataannya dengan menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan tetap menjaga profesionalisme dalam mengelola pemerintahan, serta tidak membiarkan urusan politik merembes ke ranah administratif.