
KabarMakassar.com — PT Huadi Nickel Alloy menggugat 20 orang buruh Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) di Pengadilan Negeri Makassar melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Termuat dalam dokumen gugatan, pada pokoknya PT. Huadi Nickel Alloy keberatan atas tiga hal. Pertama, bahwa pada Kamis tanggal 27 Februari 2025 Para Tergugat yakni buruh KIBA dengan perusahaan selaku Penggugat telah sepakat mengakhiri hubungan kerja terhitung sejak 01 Maret 2025 dengan pertimbangan pemutusan kerja efisiensi dikarenakan perusahaan mengalami kerugian sebagaimana telah disepakati perusahaan dengan dalih perusahaan mengalami kerugian.
Kedua, pihak perusahaan mengklaim telah membayarkan kelebihan jam kerja/upah lembur dengan pemberian intensif sebesar 40,0% dari jumlah upah (gaji pokok dan tunjangan tetap) yang diberlakukan sejak 21 Januari 2024.
Ketiga, terkait kekurangan upah sebagaimana anjuran Disnaker Ketenagakerjaan, perusahaan anggap cenderung berpihak kepada para Buruh/Pekerja (Tergugat).
Keempat, perusahaan menuntut kepada para Buruh/Pekerja (Para Tergugat), untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000.00 setiap harinya sejak terjadinya putusan yang berkekuatan tetap.
Menanggapi hal ini, pendamping hukum dari LBH Makassar, Muhammad Ansar mengatakan bahwa dalil-dalil gugatan yang diajukan di atas sangat terlihat bahwa perusahaan dengan sengaja dan beritikad buruk melakukan gugatan kepada para pekerja/bhruh yang seharusnya mendapatkan upah sebagaimana ketentuan UU.
“Yang ingin digugat PT. Huadi Nickel Alloy merupakan upaya membenarkan praktik yang mereka lakukan dalam hal ini sistem kerja dan upah yang tidak layak,” ungkapnya, Rabu (27/08).
Muhammad Ansar membeberkan bahwa pada faktanya proses pembayaran intensif yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan mekanisme penghitungan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Ia menyebut para pekerja tidak pernah diberi hak untuk beristirahat sebagaimana yang dimaksud dalam UU terkait ketentuan istirahat antara.
“Faktanya Buruh tetap melakukan aktivitas pekerjaannya tanpa ada jam istirahat, hingga tidak jarang mereka harus makan di tempat kerja mereka masing-masing,” sambungnya.
Ia menegaskan bahwa secara keseluruhan, dalil yang tertuang dalam gugatan yang diajukan oleh PT. Huadi Nickel Alloy dimuka Pengadilan akan dibantah oleh Buruh KIBA bersama dengan tim hukum dalam agenda pembacaan jawaban sekaligus mengajukan gugatan rekonvensi atau melakukan gugatan balik kepada PT. Huadi Nickel Alloy.
“Hal-hal yang menjadi objek gugatan sebagaimana yang didalilkan tentu saja satu bentuk kekeliruan, menggunakan hukum untuk melegitimasi praktek hubungan kerja serta kerja paksa yang jelas bertentangan dengan ketentuan aturan ketenagakerjaan,” sebutnya.
LBH Makassar, Hasbi Asiddiq juga menerangkan bahwa faktanya 20 orang Buruh KIBA yang digugat tidak mendapatkan upah lembur sesuai dengan aturan. Hal ini tidak berlaku hanya pada tergugat melainkan terhadap ribuan buruh yang bekerja di PT. Huadi Nickel Alloy.
Selain itu kata Hasbi bahwa terkait pembayaran upah yang tidak sesuai dengan standar upah minimum, bahwa faktanya berdasarkan SK Gubernur Sulsel No. 1423/XII/Tahun 2024 tentang UMP Tahun 2025 sebesar R 3.657.527,37, sedangkan upah yang diterima sebagai gaji pokok hanya sebesar Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp 157.527,37 per bulan per orang sejak Januari hingga saat ini.
“Gugatan ini satu bentuk pengingkaran terhadap aturan ketenagakerjaan. PT. Huadi Nickel Alloy secara sadar telah melakukan pelanggaran HAM dan dengan lancangnya mengajukan gugatan terhadap pekerjanya. Kami gugat balik!” tegas Hasbi Asiddiq.