
KabarMakassar.com — Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ateng Sutisna, mendorong holding BUMN tambang Mining Industry Indonesia (MIND ID) untuk memperkuat tata kelola lingkungan seluruh anak usahanya secara konsisten, menyusul capaian beragam dalam program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI bersama jajaran direksi MIND ID, serta sejumlah perusahaan tambang anggota holding seperti PT Aneka Tambang (Antam), PT Bukit Asam (PTBA), PT Timah, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Vale Indonesia, dan PT Freeport Indonesia.
Dalam rapat tersebut, masing-masing perusahaan memaparkan capaian terkait pengelolaan dan perlindungan lingkungan, dengan PROPER sebagai indikator utama kinerja keberlanjutan.
“PROPER bukan hanya alat ukur administratif, tetapi instrumen transparansi publik. Peringkat warna yang diberikan menunjukkan sejauh mana perusahaan benar-benar berkomitmen pada prinsip keberlanjutan,” kata Ateng, Selasa (22/7).
Ia menegaskan, semangat dari PROPER adalah mendorong perusahaan untuk melampaui batas kepatuhan minimal (beyond compliance), melalui inovasi pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan laporan MIND ID, beberapa unit usaha mencatat kinerja unggul, PT Antam meraih dua PROPER Emas dan satu Hijau, termasuk untuk Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Maluku, PT Bukit Asam memperoleh dua Emas dan satu Hijau dari Unit Dermaga Kertapati, PT Inalum mendapat PROPER Emas dari Unit PLTA Paritohan, PT Vale Indonesia mencatatkan PROPER Emas untuk operasional tambang nikel terintegrasi, dan PT Timah dari 10 unit, mendapatkan satu Emas, empat Hijau, dan lima Biru.
Namun, perhatian khusus diberikan kepada PT Freeport Indonesia yang belum terdaftar dalam hasil penilaian PROPER, meskipun merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia.
“Saya heran kenapa Freeport belum tercatat dalam PROPER. Padahal saat saya pernah kunjungan ke sana, sistem pengelolaan lingkungan mereka terlihat cukup baik. Ini perlu dijelaskan, apakah memang belum mendaftar atau ada kendala administratif,” kata Ateng.
Menurutnya, partisipasi Freeport penting untuk memperkuat kredibilitas sistem PROPER sebagai alat pengawasan lingkungan sektor ekstraktif. Ia meminta Kementerian LHK untuk memberikan penjelasan terbuka dan mendorong semua perusahaan tambang besar aktif dalam PROPER.
Meski mengapresiasi capaian unit-unit berperingkat emas dan hijau, Ateng mengingatkan bahwa sebagian besar unit usaha MIND ID masih berada di peringkat biru yang berarti hanya memenuhi standar minimum.
“Jangan puas dengan segelintir prestasi emas. Holding BUMN ini harus menunjukkan konsistensi di seluruh unit, tidak boleh ada yang tertinggal,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa PROPER bukan semata-mata alat promosi, tetapi bagian dari instrumen tata kelola yang terintegrasi dengan reputasi perusahaan, penerimaan sosial, dan peluang pembiayaan hijau di masa depan.
DPR, lanjut Ateng, berkomitmen mengawal penguatan tata kelola lingkungan sektor pertambangan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan dan kesejahteraan generasi mendatang.
“Industri ekstraktif tak bisa lagi beroperasi dengan pendekatan lama. Kita butuh transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan sebagai standar mutlak. PROPER adalah pintu awal menuju ke sana,” pungkasnya.