Hak Angket Dibajak Politik? Publik Pertanyakan Komitmen DPRD Sulsel

2 weeks ago 13
Hak Angket Dibajak Politik? Publik Pertanyakan Komitmen DPRD SulselIlustrasi Gedung DPRD Sulsel (Dok : Ilustrasi KabarMakassar).

KabarMakassar.com – Polemik hak angket DPRD Sulawesi Selatan terkait lahan 12,11 hektare yang belum diganti PT Yasmin Bumi Asri kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kembali menuai sorotan.

Isu yang semula menghangat di ruang publik kini justru meredup, padahal semua syarat formil untuk menggelar paripurna telah terpenuhi.

Sejak awal Juli, tim pengusul mengklaim telah mengantongi dukungan 29 anggota dewan dan lima fraksi, melampaui batas minimal 15 tanda tangan yang dipersyaratkan.

Dukungan politik yang begitu besar sempat memunculkan harapan publik bahwa DPRD benar-benar serius menggunakan hak angket untuk mengawasi kinerja pemerintah provinsi.

Namun hingga penghujung Agustus, paripurna hak angket tak kunjung digelar. Agenda yang awalnya digadang-gadang sebagai langkah berani memanggil Gubernur Sulsel itu justru mandek tanpa kepastian.

Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid, menyebut pihaknya sudah berulang kali melaporkan perkembangan kepada pimpinan dewan.

Tetapi alasan yang mengemuka selalu sama, padatnya agenda pembahasan APBD Perubahan 2025, APBD Pokok 2026, hingga evaluasi RPJMD 2025–2029 di Kementerian Dalam Negeri.

Meski demikian, Kadir menegaskan hak angket tidak berhenti. Ia memastikan komunikasi dengan pimpinan dewan maupun fraksi-fraksi masih berjalan.

“Lancar, lancar. Semua lancar,” ujarnya singkat.

Senada, Wakil Ketua DPRD Sulsel, Sufriadi Arif, juga menyatakan bahwa saat ini fokus utama dewan adalah penyelesaian agenda anggaran. Karena itu, paripurna hak angket dinilai harus menunggu momentum yang tepat.

Di sisi lain, pengamat pemerintahan Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto, menilai molornya paripurna justru memperkuat dugaan adanya kompromi politik antara pemerintah provinsi dan DPRD.

“Awalnya ramai, DPRD lantang menggulirkan hak angket. Tapi sekarang tiba-tiba senyap. Saya rasa ada komunikasi politik yang membuat isu ini meredup,” jelasnya.

Ali mengingatkan bahwa pola semacam ini pernah terjadi pada 2018 ketika DPRD Sulsel menggulirkan hak angket terhadap Gubernur Nurdin Abdullah. Kala itu, panitia khusus memang terbentuk, tetapi tak lama kemudian isu melempem dan hilang begitu saja.

Menurutnya, hak angket rentan dijadikan alat tawar politik, bukan mekanisme murni untuk mengawasi eksekutif.

“Dalih sibuk anggaran justru menguatkan dugaan kompromi. Intinya bukan soal lahan, melainkan kepentingan DPR di APBD, terutama soal pokok-pokok pikiran (pokir),” tegas Ali.

Publik kini menaruh tanda tanya besar terhadap komitmen DPRD Sulsel. Jika hak angket hanya dijadikan senjata politik sesaat, maka kredibilitas lembaga legislatif bisa tergerus.

“DPR-lah yang awalnya ribut ke publik mempermasalahkan ini. Kalau sekarang tiba-tiba melempem, masyarakat berhak menilai bahwa ini hanya gertak sambal. Ke depan, sulit bagi DPR untuk meyakinkan publik bahwa mereka benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat,” pungkas Ali.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news