
KabarMakassar.com — Rapat Paripurna DPRD Kota Makassar kembali menjadi sorotan, kali ini karena munculnya sederet kritik tajam terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Tahun 2024, khususnya dalam sektor kesehatan.
Evaluasi itu dibacakan langsung oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) LKPJ, Hartono, dalam sidang masa persidangan ketiga tahun sidang 2024/2025, Selasa (27/05).
Hartono menyoroti langsung akurasi laporan Dinas Kesehatan yang dianggap masih menyisakan banyak kekeliruan dan inkonsistensi data.
“Kita menemukan sejumlah data yang tidak sinkron antara matriks dan narasi. Misalnya, capaian program yang tertulis 73,60 persen di halaman matriks, tetapi dalam narasi hanya disebutkan 55,43 persen. Ini menimbulkan tanda tanya soal validitas laporan,” ujar Hartono.
Salah satu catatan paling krusial adalah rendahnya realisasi Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Kesehatan. Dari total anggaran lebih dari Rp2,4 miliar, hanya sekitar Rp1 miliar yang berhasil direalisasikan, atau 43,75 persen. Menurut Hartono, ini sangat disayangkan karena SDM kesehatan merupakan ujung tombak layanan publik.
“Bagaimana mungkin kita bicara soal peningkatan pelayanan, sementara penguatan tenaga kesehatan justru tidak menjadi prioritas nyata?”
Lebih lanjut, evaluasi DPRD menyinggung program pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan cakupan pemberian ASI eksklusif. Dalam LKPJ, dinyatakan bahwa capaian mencapai 78,81 persen dari target 65 persen. Namun DPRD melihat angka tersebut justru menyesatkan.
“Kalau dilihat sekilas seakan-akan ini prestasi, padahal targetnya sendiri sangat rendah. Hanya mencakup 19.500 bayi dari total populasi potensial yang jauh lebih besar. Artinya, mayoritas bayi tetap belum mendapatkan haknya atas ASI eksklusif,” jelas Hartono.
Permasalahan makin kompleks karena laporan tidak menyertakan penjelasan atas perubahan jumlah bayi yang cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2022, jumlah bayi tercatat 20.930, lalu turun drastis menjadi 15.911 pada 2023, dan kembali naik menjadi 19.500 di tahun 2024.
“Tidak ada penjelasan apa penyebab fluktuasi ini. Padahal data seperti ini sangat krusial dalam perencanaan kebijakan kesehatan anak dan penanganan stunting,” kata Hartono.
Ia juga menyesalkan bahwa Dinas Kesehatan belum menjalankan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2016 tentang Air Susu Ibu Eksklusif secara optimal, padahal ini sudah direkomendasikan sejak LKPJ tahun lalu.
“Seharusnya regulasi nasional menjadi pedoman, bukan acuan teknis. Kita punya perda sendiri, tapi tidak dijalankan secara serius,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, DPRD secara resmi merekomendasikan kepada Wali Kota agar mengevaluasi kinerja Kepala Dinas Kesehatan serta memperintahkan langkah-langkah perbaikan konkret. Termasuk melakukan validasi ulang seluruh data laporan, merancang program peningkatan kapasitas tenaga kesehatan yang lebih terukur, serta mendorong penegakan aturan ASI eksklusif secara masif dan terintegrasi.
“Kami tidak ingin tahun depan menerima laporan yang penuh lubang seperti ini lagi. Jika data dasar saja tidak akurat, bagaimana mungkin kita bisa bicara soal pengentasan stunting dan pelayanan kesehatan yang berkualitas?” tegas Hartono.