OPINI: Harmonisasi Hukum Kontrak Internasional dalam Era Digitalisasi Perdagangan

2 weeks ago 13
 Harmonisasi Hukum Kontrak Internasional dalam Era Digitalisasi PerdaganganDzaki Aulia, S.H., M.Kn

Oleh: Dzaki Aulia, S.H., M.Kn

KabarMakassar.com — Perkembangan teknologi digital telah mengubah wajah perdagangan internasional secara fundamental. Aktivitas jual beli yang dahulu dilakukan secara konvensional kini bergeser ke ruang digital melalui platform perdagangan elektronik (e-commerce). Kontrak, yang pada mulanya berbentuk dokumen fisik dengan tanda tangan basah, kini menjelma menjadi kontrak elektronik dengan tanda tangan digital.

Transformasi ini tentu membawa efisiensi luar biasa, tetapi sekaligus menimbulkan problematika hukum baru: apakah kontrak digital lintas negara memiliki legitimasi dan kepastian hukum yang sama di setiap yurisdiksi?

Kontrak elektronik lahir dari kebutuhan dunia usaha akan kecepatan dan kemudahan transaksi. Dengan satu klik persetujuan, para pihak dapat mengikatkan diri pada perjanjian tanpa harus bertatap muka. Akan tetapi, tidak semua negara memandang kontrak elektronik dengan derajat kesahihan yang sama. Ada yurisdiksi yang telah mengakui tanda tangan digital sebagai bukti sah, tetapi ada pula yang masih mempertanyakan validitasnya.

Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama ketika kontrak melibatkan pihak dari dua negara yang memiliki sistem hukum berbeda. Misalnya, seorang pelaku usaha kecil di Indonesia menjual produknya melalui e-commerce ke konsumen di Eropa. Ketika terjadi sengketa, muncul pertanyaan mendasar: hukum mana yang berlaku? Indonesia, Eropa, atau aturan internasional?

Menyadari tantangan tersebut, komunitas internasional telah berupaya menghadirkan instrumen hukum yang dapat menjadi acuan bersama. United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) melalui Model Law on Electronic Commerce (1996) mendorong pengakuan atas kontrak elektronik di berbagai negara. Selanjutnya, United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts (2005) menegaskan bahwa dokumen elektronik memiliki kedudukan setara dengan dokumen tertulis konvensional.

Selain itu, Convention on Contracts for the International Sale of Goods (CISG) 1980 meskipun tidak secara spesifik mengatur kontrak elektronik, dapat diadaptasi dalam konteks digital, khususnya terkait asas kesepakatan dan kewajiban para pihak. Di sisi lain, Uni Eropa melalui General Data Protection Regulation (GDPR) memberi standar internasional dalam perlindungan data, yang sangat relevan dalam transaksi e-commerce lintas batas.

Namun, adopsi instrumen-instrumen ini masih bervariasi. Banyak negara yang belum sepenuhnya menyesuaikan regulasi nasionalnya dengan standar global. Ketidaksinkronan inilah yang membuat harmonisasi hukum menjadi kebutuhan mendesak.

Harmonisasi hukum kontrak internasional bukan semata-mata upaya menyeragamkan aturan, tetapi lebih pada membangun kesepahaman global. Ada beberapa alasan utama mengapa harmonisasi penting:

1. Kepastian hukum Kontrak digital harus dapat ditegakkan di manapun ia dibuat, tanpa terkendala perbedaan yurisdiksi.

2. Efisiensi perdagangan  Harmonisasi mengurangi biaya transaksi dan risiko sengketa, sehingga mendorong kelancaran arus perdagangan global.

3. Perlindungan konsumen Konsumen berhak mendapat perlindungan yang setara, baik saat bertransaksi di dalam negeri maupun lintas negara.

4. Kesetaraan akses pasar  UMKM dan pelaku usaha dari negara berkembang dapat lebih percaya diri masuk ke pasar global tanpa dibebani hambatan hukum.

Indonesia sebagai salah satu pasar digital terbesar di Asia Tenggara memiliki kepentingan strategis untuk mendorong harmonisasi hukum kontrak internasional. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi adalah langkah awal yang baik, namun keduanya perlu dikaitkan lebih erat dengan standar internasional.

Dengan mengharmonisasikan aturan nasional dengan instrumen hukum global, Indonesia tidak hanya melindungi konsumen dalam negeri, tetapi juga memperkuat daya saing pelaku usaha di kancah internasional. Lebih dari itu, harmonisasi akan memberi citra positif bahwa Indonesia siap menjadi bagian aktif dalam tata kelola perdagangan digital dunia.

Digitalisasi kontrak dalam e-commerce adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Pertanyaannya bukan lagi apakah kontrak elektronik sah, melainkan bagaimana memastikan kontrak tersebut memiliki kekuatan hukum lintas yurisdiksi. Harmonisasi hukum kontrak internasional menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut. Tanpa harmonisasi, dunia bisnis digital akan terus berjalan dalam ketidakpastian.

Sudah saatnya hukum berlari secepat teknologi. Dengan harmonisasi, perdagangan elektronik tidak hanya menjadi cepat dan mudah, tetapi juga aman, adil, dan memberikan kepastian bagi semua pihak.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news