
KabarMakassar.com — Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan, Fauzi Andi Wawo, menyoroti secara serius proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025 tingkat SMA/sederajat, khususnya terkait mekanisme penerimaan di sekolah unggulan yang dianggap masih menyisakan banyak ketidakjelasan.
Menurut Fauzi, salah satu persoalan krusial dalam PPDB tahun ini adalah diberlakukannya Tes Potensi Akademik (TPA) sebagai tahapan awal seleksi di sekolah-sekolah unggulan. Kebijakan tersebut dinilai berisiko memicu diskriminasi dan ketimpangan akses pendidikan, terutama bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
“Proses ini sekarang dalam pengawasan kami. TPA memang penting, tapi jika tidak diawasi ketat, bisa menimbulkan persepsi negatif di tengah masyarakat. Apalagi ketika prosedur ini diterapkan tanpa penjelasan teknis yang memadai,” ujar Fauzi, Senin (26/5).
Ia mengungkapkan bahwa terdapat empat sekolah di Kota Makassar yang kini menyandang status unggulan, yakni SMA Negeri 5, SMA Negeri 17, dan dua sekolah lainnya yang baru saja ditetapkan. Penetapan ini, lanjut Fauzi, dilakukan secara tiba-tiba tanpa ada proses sosialisasi yang memadai kepada publik maupun lembaga legislatif.
“Penetapan kembali status unggulan itu terkesan terburu-buru. Hingga hari ini kami belum menerima penjelasan resmi dari Dinas Pendidikan mengenai indikator atau kriteria apa yang digunakan,” tegasnya.
Fauzi mempertanyakan apakah penetapan tersebut semata-mata karena riwayat sekolah yang pernah unggulan di masa lalu, atau ada evaluasi objektif yang digunakan oleh pihak berwenang. Menurutnya, kebijakan seperti ini berpotensi menimbulkan kesenjangan baru dalam sistem pendidikan daerah.
“Kalau ini dibiarkan tanpa evaluasi, bisa menciptakan eksklusivitas dan membatasi kesempatan siswa lain yang sebenarnya juga berpotensi. Sistem pendidikan harus dibangun secara adil dan merata,” tegasnya.
Lebih jauh, Fauzi mendesak agar Dinas Pendidikan Sulsel membuka ruang dialog dengan DPRD dan masyarakat untuk menjelaskan secara rinci dasar regulasi baru terkait sekolah unggulan dan pelaksanaan TPA. Ia juga meminta agar pengawasan diperketat, terutama pada tahapan seleksi awal, agar tidak terjadi manipulasi ataupun praktik tidak adil lainnya.
“PPDB adalah salah satu proses krusial dalam menciptakan akses pendidikan yang merata. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama,” ujarnya.
Sebagai bagian dari fungsi pengawasan, DPRD Sulsel akan mengagendakan pemanggilan terhadap pihak Dinas Pendidikan untuk mendapatkan penjelasan teknis, serta mengusulkan evaluasi menyeluruh terhadap penetapan sekolah unggulan yang berlaku saat ini.
“Kami tidak ingin ada kesan bahwa proses PPDB hanya berpihak kepada segelintir kalangan. Sekolah negeri itu harus tetap terbuka dan inklusif untuk semua anak-anak kita,” tutup Fauzi.