
KabarMakassar.com – Insiden perlawanan dari kelompok manusia silver terhadap petugas Satpol PP Kota Makassar saat razia pada Kamis (08/05) lalu memicu perhatian dan keprihatinan banyak pihak.
Penertiban yang dilakukan di perempatan Jalan Veteran dan Sungai Saddang itu berlangsung ricuh setelah para manusia silver melempar batu bahkan melontarkan busur panah ke arah petugas.
Menanggapi kejadian tersebut, Anggota Komisi E DPRD Sulawesi Selatan, Yeni Rahman, angkat bicara.
Ia menilai tindakan tersebut sangat mengkhawatirkan. Yeni meminta Pemkot Makassar untuk segera melakukan penindakan tegas, sekaligus pendekatan sosial yang lebih intensif.
“Perlawanan seperti itu bukan hanya membahayakan petugas saat menjalankan tugas, tapi juga menciptakan ketakutan di masyarakat. Ini bukan hanya soal pelanggaran ketertiban, tapi sudah masuk ke wilayah kriminalitas. Harus ada tindakan tegas, sekaligus pendekatan yang menyentuh sisi kemanusiaan,” tegasnya, Selasa (13/05).
Ia juga mendorong agar Dinas Sosial bersama Satpol PP dan pihak terkait lainnya segera membentuk sistem pembinaan jangka panjang yang melibatkan dunia usaha, pelatihan keterampilan, dan pendampingan psikologis.
“Harus ada sistem pembinaan berkelanjutan, bukan hanya sekadar ditangkap lalu dilepas. Kita perlu ajak mereka kembali ke jalur yang benar, beri pelatihan, tempat tinggal sementara, dan kesempatan kerja. Tapi semuanya kembali pada kemauan mereka untuk berubah,” kata Yeni.
Yeni juga menegaskan, bahwa keberadaan manusia silver di jalanan bukan hanya tidak layak, tetapi juga mencerminkan masalah sosial yang mendalam yang perlu diselesaikan secara serius oleh pemerintah.
“Kita prihatin dengan apa yang terjadi. Manusia silver itu tidak seharusnya ada di jalanan. Pertama, mereka mengecat seluruh tubuhnya dengan cat perak, yang jelas-jelas berbahaya bagi kesehatan kulit, apalagi mereka masih muda dan potensial. Mereka seharusnya dibina, bukan dibiarkan,” ujar Srikandi PKS itu.
Menurutnya, fenomena manusia silver tidak semata karena tidak adanya pekerjaan, melainkan juga karena kurangnya kemauan dan semangat kerja. Ia menekankan pentingnya membangun mental kerja dan kepercayaan diri, terutama bagi anak muda yang masih memiliki banyak peluang di luar sana.
“Saya ingat dulu ada anak binaan saya. Dia tidak sepenuhnya normal, agak terbelakang, tapi punya semangat kerja. Dia jual ikan, dan karena rajin serta rendah hati, orang-orang simpati dan bantu dia. Itu artinya, kalau ada kemauan, pasti ada jalan,” kisah Yeni.
Ia mengingatkan bahwa pekerjaan tidak selalu harus besar atau langsung menghasilkan banyak uang. Menurutnya, kerja keras, ketekunan, dan konsistensi akan membuka banyak pintu rezeki, sesuatu yang justru diabaikan oleh sebagian anak muda yang memilih menjadi manusia silver di jalan.
“Masalahnya bukan tidak ada pekerjaan, tapi soal mau atau tidaknya mereka bekerja. Jadi kalau kita hanya duduk dan berharap hasil instan, itu keliru. Manusia silver ini mencerminkan kegagalan dalam membangun semangat kerja sejak dini,” jelas Yeni.
Tak hanya itu, manusia Silver juga cerminan dari ketimpangan sosial, krisis identitas anak muda, serta lemahnya sistem pembinaan masyarakat rentan.
“Mereka butuh perhatian, tapi juga ketegasan. Tidak boleh kita biarkan mereka terus-menerus berada di lampu merah, menyemprot cat ke tubuh, dan berharap belas kasihan. Itu bukan solusi hidup,” ujarnya.
Ia mengajak seluruh elemen pemerintah dan masyarakat khususnya orang tua, untuk lebih aktif mengawasi dan membimbing anak-anak mereka agar tidak terjerumus ke jalanan.
“Anak-anak ini masih muda dan punya potensi besar. Tapi kalau sejak dini tidak diarahkan, mereka bisa memilih jalan yang salah seperti menjadi manusia silver,” ujar Yeni.
Peran keluarga sangat penting dalam membentuk mental kerja dan tanggung jawab anak.
“Ini bukan soal pekerjaan, tapi kemauan. Orang tua harus tanamkan semangat kerja, bukan biarkan anak hidup dari belas kasihan di lampu merah,” tegasnya.
Ia meminta untuk semua pihak bersama menyelesaikan persoalan ini dari akarnya, dengan menanamkan kembali nilai-nilai kerja keras, kemandirian, dan harga diri sejak usia muda.
“Kalau mereka dibina dengan benar, saya yakin mereka bisa sukses. Tapi semua harus dimulai dari kemauan untuk berubah. Itu yang harus kita bangun,” tutup Yeni.