Kunjungi Sulsel, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan Dorong Hilirisasi Kakao

1 day ago 5

banner 468x60

KabarMakassar.com — Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Republik Indonesia, Zulkifli Hasan melakukan kunjungan ke Sulawesi Selatan (Sulsel).

Di hari pertama kunjungan pada Kamis (16/01), ia meninjau Gudang Kakao PT Papandayan Cocoa Industries yang terletak di Jalan Ir Sutami 88 RG Sudiang.

Pemprov Sulsel

Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Fadjry Djufry turut mendampingi Menko Zulkifli Hasan mengunjungi gudang kakao tersebut.

Keduanya turut berdiskusi dengan pelaku usaha kakao. Diketahui, kunjungan kerja yang dilakukan merupakan bagian dari upaya hilirisasi sektor perkebunan. Terutamanya kakao yang menjadi salah satu komoditas unggulan di Sulsel.

Zulkifli Hasan menegaskan jika pihaknya ingin membangun perkebunan rakyat. Ia menilai perkebunan rakyat memiliki nilai sangat tinggi, harga kakao saat ini juga sangat bagus di pasaran.

Replanting menjadi hal pertama yang harus dilakukan, ucap Zulkifli, itu karena kakao mulai tua sehingga menjadi kurang produktif.

“Kita harus melakukan replanting yang artinya melakukan peremajaan. Jadi, nanti kami akan siapkan bibitnya dan akan dibagikan kepada petani-petani di Indonesia, dan tentu melakukan riset, cocoknya di daerah yang mana,” ucapnya.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga turut disiapkan pemerintah bagi UMKM dan para petani yang ingin mengembangkan usahanya. Ini sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Pj Gubernur Sulsel, Prof Fadjry Djufry menyebut jika hilirisasi pertanian adalah bagian dari salah satu program Presiden Prabowo. Termasuk pengelolaan kakao menjadi butter atau mentega.

“Sulsel termasuk sentra kakao di Indonesia. Selain itu ada Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan beberapa provinsi yang lain, ada Sumatera Barat, Lampung, dan di NTT,” tukasnya.

Prof Fadjry Djufry menekankan jika Sulsel memiliki varietas yang sudah cukup lama dikembangkan oleh para petani kakao.

“Sebelumnya Sulsel pernah nomor tiga di Indonesia sebagai penghasil kakao, sekarang turun nomor tujuh. Kita ingin mengangkat lagi petani kakao kita, sehingga kita dapat nilai tambah,” tuturnya.

Lebih jauh, Prof Fadjry Djufry menyatakan terdapat sejumlah daerah di Sulsel yang paling potensial diantaranya adalah Wajo, Luwu Raya, Bone dan juga Soppeng.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar), Darwisman, mengumumkan bahwa pengembangan ekosistem kakao akan menjadi salah satu pendorong utama program ekonomi tahun 2025.

Program ini menjadi fokus Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) melalui inisiatif High Impact, dengan tujuan memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Darwisman menekankan pentingnya pengembangan kakao mengingat potensi besar yang dimiliki wilayah Sulawesi, yang menjadi penyumbang utama produksi kakao nasional.

“Dari total produksi kakao nasional sebesar 642 ribu ton, wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) menyumbang 64,86 persen, menjadikannya pemain kunci dalam industri ini,” katanya.

Secara khusus, Sulawesi Tengah menjadi wilayah dengan luas lahan kakao terbesar, mencapai 274 ribu hektare, disusul Sulawesi Tenggara dengan 225 ribu hektare, Sulawesi Selatan 176 ribu hektare, dan Sulawesi Barat 142 ribu hektare.

Dari sisi produksi, Sulawesi Tengah juga menjadi penyumbang terbesar dengan 130,80 ribu ton atau 31,42 persen dari total produksi Sulawesi. Sulawesi Tenggara menyusul dengan 107,80 ribu ton atau 25,89 persen, diikuti Sulawesi Selatan sebesar 82,50 ribu ton atau 19,82 persen, dan Sulawesi Barat 66,20 ribu ton atau 15,90 persen.

“Potensi besar ini juga tercermin dari jumlah petani kakao di Sulampua yang mencapai 780.662 orang, menyumbang 44,02 persen dari total petani kakao nasional,” lanjutnya.

Meski demikian, Darwisman menggarisbawahi bahwa dari jumlah tersebut, baru 76.636 petani atau 9,82 persen yang tercatat sebagai debitur di sektor keuangan formal.

Hal ini menunjukkan perlunya percepatan akses pembiayaan dan penguatan ekosistem untuk meningkatkan produktivitas.

Darwisman juga menjelaskan bahwa klasifikasi lahan kakao di Sulampua menunjukkan tantangan besar.

Dari total lahan yang ada, 63 persen sudah matang, sementara 24 persen mengalami kerusakan, dan 13 persen masih dalam tahap belum produktif.

Dengan data ini, OJK bersama TPAKD akan memprioritaskan langkah strategis untuk mendukung pengembangan lahan, akses keuangan, dan pembinaan petani guna mendorong peningkatan produksi serta kesejahteraan petani kakao.

Melalui kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan pelaku industri, diharapkan program ini dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Sulampua, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu produsen kakao terbesar di dunia.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news