KabarMakassar.com — Hingga 31 Desember 2024, pemerintah mencatat penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital mencapai Rp32,32 triliun.
Pendapatan ini bersumber dari berbagai komponen pajak, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, pajak fintech (P2P lending), serta pajak yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).
Dari keseluruhan jumlah tersebut, kontribusi terbesar berasal dari PPN PMSE yang mencapai Rp25,35 triliun.
Sampai akhir Desember 2024, sebanyak 211 pelaku usaha PMSE telah ditunjuk pemerintah sebagai pemungut pajak.
Jumlah tersebut mencakup 13 pelaku usaha baru yang ditetapkan pada bulan Desember, di antaranya Pearson Education Limited, Travian Games GmbH, GetYourGuide Deutschland GmbH, GW Solutions Ltd, Servicios Comerciales Amazon Mexico, S. de R.L. de C.V., 1Global Operations (Netherlands) BV, Wargaming Group Limited, StudeerSnel B.V., JustAnswer LLC, Trello Inc., RealtimeBoard Inc., Plugin Boutique Limited, dan Kajabi LLC.
Selain itu, terdapat tiga pembetulan data pemungut yang dilakukan terhadap PCCW Vuclip (Singapore) Pte. Ltd., New York Times Digital LLC, dan LNRS Data Services Limited. Pada bulan yang sama, pemerintah juga mencabut penunjukan Hotels.com, L.P. sebagai pemungut pajak.
Dari total pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk, sebanyak 174 di antaranya sudah melaksanakan kewajibannya dengan melakukan pemungutan dan penyetoran pajak.
Setoran tersebut mencapai Rp25,35 triliun, yang terdiri dari Rp731,4 miliar pada tahun 2020, Rp3,90 triliun pada tahun 2021, Rp5,51 triliun pada tahun 2022, Rp6,76 triliun pada tahun 2023, dan Rp8,44 triliun pada tahun 2024.
Angka ini mencerminkan peningkatan yang konsisten setiap tahunnya seiring bertambahnya jumlah pelaku usaha digital yang ditunjuk.
Selain PPN PMSE, sektor ekonomi digital juga berkontribusi melalui penerimaan pajak kripto yang mencapai Rp1,09 triliun hingga akhir tahun 2024.
Pendapatan ini berasal dari Rp246,45 miliar pada tahun 2022, Rp220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp620,4 miliar pada tahun 2024.
Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri atas Rp510,56 miliar dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan aset kripto di exchanger dan Rp577,12 miliar dari PPN Dalam Negeri (PPN DN) atas pembelian aset kripto di exchanger.
Sementara itu, pajak dari sektor fintech (P2P lending) menyumbang sebesar Rp3,03 triliun hingga Desember 2024.
Jumlah ini terdiri dari Rp446,39 miliar pada tahun 2022, Rp1,11 triliun pada tahun 2023, dan Rp1,48 triliun pada tahun 2024.
Rincian penerimaan pajak fintech meliputi Rp816,85 miliar dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), Rp647,86 miliar dari PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN), serta Rp1,57 triliun dari PPN DN atas setoran masa.
Selain itu, penerimaan pajak yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) mencapai Rp2,85 triliun hingga Desember 2024.
Pendapatan dari pajak SIPP ini terdiri atas Rp402,38 miliar pada tahun 2022, Rp1,12 triliun pada tahun 2023, dan Rp1,33 triliun pada tahun 2024.
Rincian penerimaan ini meliputi Rp191,71 miliar dari PPh dan Rp2,66 triliun dari PPN.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, menyatakan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE sebagai pemungut pajak untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan antara pelaku usaha konvensional dan digital.
“Upaya ini diharapkan mampu menjaga level playing field bagi seluruh pelaku usaha, baik yang berbasis lokal maupun luar negeri,” singkatnya.
Pemerintah juga berkomitmen untuk terus menggali potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital lainnya, termasuk pajak atas transaksi aset kripto, pajak bunga pinjaman fintech, dan pajak atas pengadaan barang atau jasa melalui SIPP.
Dengan langkah tersebut, penerimaan dari sektor ekonomi digital diharapkan dapat terus meningkat dan memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara di masa mendatang.