Waisak 2025: Tradisi, Ajaran Buddha serta Pesan Kehidupan di Tengah Tantangan Zaman

10 hours ago 5

KabarMakassar.com — Kata Waisak berasal dari dua bahasa kuno, yakni bahasa Sansekerta serta bahasa Pali. Dalam bahasa Sansekerta, istilah tersebut dikenal sebagai Vaisakha, sedangkan dalam bahasa Pali disebut dengan Vesakha.

Kedua kata tersebut merujuk pada nama salah satu bulan dalam penanggalan Buddhis. Dalam sistem kalender Masehi yang umum digunakan pada saat ini, perayaan Hari Raya Waisak biasanya berlangsung pada akhir bulan April, bulan Mei, atau kadang pada awal bulan Juni.

Untuk tahun 2025 ini, Hari Raya Waisak yang bertepatan dengan tahun Buddhis 2569 BE akan dirayakan pada tanggal 12 Mei.

Trisuci Waisak

Bagi umat Buddha, Hari Waisak mempunyai makna yang amat mendalam dan dikenal dengan sebutan Hari Raya Trisuci Waisak.

Dilansir dari Kementerian Agama Republik Indonesia, penamaan tersebut bukan tanpa alasan, sebab peringatan Waisak mengandung nilai spiritual tinggi yang merangkum tiga peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha Gautama.

Pertama, peristiwa yang dikenang adalah kelahiran Bodhisattva Siddharta Gautama, yang diyakini sebagai calon Buddha, di Taman Lumbini pada tahun 623 sebelum Masehi.

Kemudian, momen agung kedua yang diperingati adalah ketika Pangeran Siddharta, yang menjadi seorang petapa, berhasil mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha di Bodh Gaya pada tahun 588 sebelum Masehi.

Selanjutnya, peristiwa ketiga yang tidak kalah sakral adalah wafatnya Buddha Gotama atau yang dikenal sebagai peristiwa Maha Parinibbana, yang terjadi di Kusinara.

Ketiga momen tersebut menjadi inti dari perayaan Hari Raya Trisuci Waisak yang dirayakan setiap tahunnya oleh umat Buddha di berbagai belahan dunia.

Tradisi menyambut Waisak

Dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak, umat Buddha di berbagai daerah umumnya mulai melakukan sejumlah kegiatan keagamaan dan sosial sebagai bentuk persiapan batin serta lingkungan.

Sejumlah tradisi yang umum dilakukan menjelang perayaan tersebut diantaranya dengan membersihkan vihara, melakukan ziarah ke makam para leluhur sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua dan pendahulu, juga membersihkan makam para pahlawan sebagai wujud penghargaan atas jasa-jasa mereka.

Ketika Hari Raya Waisak tiba, umat Buddha akan berkumpul di vihara untuk melaksanakan puja bakti khusus. Ibadah itu dilakukan secara khusyuk pada momen detik-detik puncak bulan purnama, yang dianggap sebagai waktu paling suci dan bermakna. Selain itu, guna memeriahkan suasana perayaan, dilakukan berbagai kegiatan budaya seperti lomba dan pentas kesenian juga turut digelar, menciptakan nuansa meriah namun tetap sakral.

Makna di Hari Waisak

Salah satu dari tiga peristiwa agung yang diperingati pada Hari Waisak adalah momen pencapaian Penerangan Sempurna oleh Siddharta Gautama, yang kemudian dikenal sebagai Sang Buddha. Pencapaian spiritual tertinggi tersebut menjadi simbol keberhasilan dalam mengatasi penderitaan dan kebodohan batin.

Oleh sebab itu, makna dari peristiwa ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi serta motivasi bagi seluruh umat Buddha agar terus berusaha menjalani hidup dengan penuh kesadaran, serta senantiasa berbuat kebajikan demi kebaikan diri sendiri dan sesama.

Ajaran Buddha dan pesan kehidupan

Perayaan Hari Raya Waisak bukanlah sekadar momen untuk melaksanakan tradisi puja atau ritual keagamaan semata. Namun lebih dari itu, Waisak merupakan kesempatan yang amat bermakna bagi umat Buddha untuk merenungkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh Sang Buddha.

Melalui peringatan ini, umat diajak untuk meneladani tekad yang kuat, semangat pantang menyerah, juga berbagai sifat mulia yang dimiliki oleh Buddha Gautama. Selain itu, Waisak turut menjadi pengingat bagi umat untuk terus melaksanakan ajaran dhamma dalam kehidupan sehari-hari.

Kisah mengenai tekad serta semangat Buddha Gautama sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum beliau mencapai Penerangan Sempurna. Dalam salah satu kehidupan masa lalunya, beliau terlahir sebagai Petapa Sumedha, tepatnya pada masa kehidupan Buddha Dipankara.

Pada masa itu, Petapa Sumedha menunjukkan niat yang luar biasa dengan menyatakan tekadnya untuk menjadi seorang Buddha di masa depan. Niat itu bukanlah sekadar harapan, melainkan tekad yang disertai dengan praktik kebajikan juga pengorbanan yang konsisten selama berbagai kehidupan.

Hingga akhirnya, ketika waktu telah tiba serta seluruh syarat telah terpenuhi, Siddharta Gautama terlahir ke dunia untuk terakhir kalinya. Dalam kelahiran tersebut, ia menjalani kehidupan yang dipenuhi perjuangan spiritual untuk menyempurnakan parami atau kesempurnaan batin.

Usai berhasil mencapai Penerangan Sempurna, beliau tidak menyimpan pencapaian itu untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, Sang Buddha mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menyebarkan ajaran dhamma kepada semua makhluk serta membentuk komunitas para bhikkhu, yang dikenal sebagai Sangha.

Menjelang akhir hayatnya, Sang Buddha memberikan pesan terakhir yang amat mendalam kepada para muridnya. Dalam Maha Parinibbana Sutta, beliau menyampaikan, “Oh para Bhikkhu, segala sesuatu tidak kekal adanya, maka berjuanglah dengan kewaspadaan.”

Kisah perjalanan hidup Siddharta Gautama hingga menjadi Buddha memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya perjuangan, ketekunan, serta kesabaran dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Melalui proses panjang penuh ujian batin juga pengorbanan, beliau menunjukkan bahwa pencerahan hanya dapat dicapai dengan usaha yang sungguh-sungguh serta niat yang tulus.

Oleh sebab itu, umat Buddha yang merayakan Hari Raya Waisak dengan penuh kesadaran spiritual dan pemahaman mendalam akan ajaran Buddha, mampu menggali makna sejati dari perayaan suci ini.

Dengan meneladani sifat-sifat luhur Buddha seperti welas asih, kebijaksanaan, ketabahan, juga ketulusan, umat akan mampu membawa nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.

Sesungguhnya, bentuk penghormatan atau puja tertinggi kepada Sang Buddha tidak hanya diwujudkan melalui ritual atau persembahan di vihara. Lebih dari itu, penghormatan sejati terletak pada kesungguhan umat untuk melaksanakan ajaran Dhamma secara nyata dalam berbagai aspek kehidupan.

Hal tersebut mencakup praktik kebajikan dan kesadaran dalam kehidupan pribadi, dalam menjalankan kewajiban keagamaan, serta dalam peran sebagai warga masyarakat dan bangsa. Dengan begitu, maka nilai-nilai Buddhis bisa memberikan kontribusi positif bagi kehidupan bersama dan membangun harmoni di tengah keberagaman.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news