
KabarMakassar.com – Kenaikan dana bantuan keuangan bagi partai politik (parpol) kembali senter dibicarakan, setelah redup beberapa waktu.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Khozin, menilai usulan tersebut patut dipertimbangkan secara serius, mengingat gagasan itu berasal dari kajian mendalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyentuh akar persoalan pembiayaan politik di Indonesia.
Khozin menegaskan, selama ini negara belum memberikan dukungan finansial yang memadai terhadap partai politik, padahal mereka merupakan pilar utama demokrasi.
“Efek domino dukungan negara terhadap partai politik cukup besar dalam meningkatkan kualitas demokrasi yang bertumpu di partai politik,” ujar Khozin.
Menurutnya, kenaikan bantuan negara terhadap partai bukan semata soal nominal, melainkan menyangkut reformasi sistem politik yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pendidikan politik warga.
Ia menyebut, bantuan tersebut dapat menjadi instrumen strategis untuk memperkuat kapasitas partai, menghindari politik transaksional, dan mendorong partai menjalankan fungsi idealnya sebagai penyambung aspirasi rakyat.
Namun demikian, Khozin menekankan bahwa kebijakan semacam ini harus dilakukan secara hati-hati dan proporsional.
“Usulan ideal ini harus disandingkan dengan kemampuan keuangan negara, terlebih kebijakan efisiensi anggaran tetap menjadi arah kebijakan fiskal di tahun 2026,” jelas anggota DPR dari Dapil Jawa Timur IV (Jember-Lumajang) ini.
Khozin menyarankan agar wacana tersebut diakomodasi melalui perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
“Kita bisa dorong perubahan PP itu untuk memberikan ruang legal terhadap usulan ini,” katanya.
Ia juga membuka kemungkinan agar revisi Undang-Undang Partai Politik dapat masuk dalam Prolegnas bersama dengan paket revisi UU Pemilu dan UU Pilkada yang telah diusulkan oleh Komisi II.
“Bisa saja dasar hukum kenaikan bantuan partai politik diperkuat dalam bentuk revisi UU Partai Politik termasuk pengaturan mekanisme pelaporannya,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswi Al-Khozini di Jember ini.
Perlu diketahui, saat ini bantuan dana parpol dari pemerintah pusat (DPR RI) masih berada pada angka Rp1.000 per suara sah. Di tingkat provinsi (DPRD Provinsi), nominalnya Rp1.200 per suara sah, dan untuk kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota) sebesar Rp1.500 per suara sah. Jumlah ini dinilai terlalu kecil jika dibandingkan dengan biaya operasional partai, pendidikan politik, hingga penguatan struktur internal.
Khozin menilai, bila negara ingin menuntut transparansi dan integritas dari partai politik, maka negara pun harus hadir dalam bentuk dukungan riil, termasuk dalam pembiayaan. Ia menyebut perbandingan dengan negara-negara lain sebagai bahan refleksi.
Di Jerman, misalnya, 75 persen dana partai politik dibiayai negara. Bahkan di Uzbekistan, seluruh pembiayaan partai berasal dari negara. Austria dan Meksiko menanggung lebih dari 50 persen, sementara Inggris, Italia, dan Australia sekitar kurang dari 50 persen.
“Data empirik dan perbandingan dengan negara lain patut menjadi bahan kajian bersama atas usulan kenaikan bantuan partai politik,” tegasnya.
Bagi Khozin, reformasi pembiayaan partai bukan hanya tentang angka, tetapi bagaimana menciptakan sistem politik yang sehat, kompetitif, dan berpihak pada rakyat.
Dalam jangka panjang, menurutnya, dukungan negara terhadap parpol akan memperkuat demokrasi substansial, mencegah ketergantungan pada sponsor gelap, dan mengurangi godaan praktik korupsi dalam politik.
Khozin juga mendorong agar proses ini dibuka dalam ruang dialog publik yang inklusif, melibatkan akademisi, lembaga pengawas, dan masyarakat sipil.
“Kita perlu menyusun desain pembiayaan partai yang transparan, akuntabel, dan efisien. Jangan sampai niat baik ini malah memunculkan persepsi negatif jika tidak dikawal dengan benar,” tutupnya.