Rupiah Naik 0,45 Persen, Tapi Risiko dari Tarif Impor AS Masih Mengintai

2 months ago 61

banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan pada awal perdagangan hari ini, Selasa (04/02). Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat sebesar 0,45% atau 73,5 poin, berada di level Rp16.374,5 per dolar AS.

Kenaikan ini terjadi seiring dengan pelemahan indeks dolar AS yang tercatat turun 0,3% ke posisi 108,65.

Pemprov Sulsel

Penguatan rupiah turut diikuti oleh beberapa mata uang di kawasan Asia. Dolar Hong Kong naik tipis 0,01%, dolar Singapura menguat 0,11%, dolar Taiwan mencatat kenaikan 0,39%, won Korea Selatan bertambah 0,22%, dan peso Filipina meningkat 0,36%.

Namun, tak semua mata uang Asia bernasib sama. Yen Jepang mengalami pelemahan sebesar 0,26%, yuan China turun 0,05%, dan rupee India merosot lebih dalam hingga 0,66%.

Sebelumnya, pada perdagangan Senin (3/2/2025), rupiah justru mengalami tekanan cukup tajam, melemah 0,88% atau turun 143,5 poin ke level Rp16.448 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS pada perdagangan kemarin justru mengalami penguatan signifikan sebesar 1,25% ke level 109,570. Pelemahan rupiah kemarin terjadi di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump.

Dalam pengumuman di akhir pekan lalu, Trump mengumumkan penerapan tarif tinggi bagi beberapa mitra dagangnya. AS menetapkan tarif sebesar 25% untuk barang-barang yang diimpor dari Meksiko dan Kanada, serta mengenakan pungutan sebesar 10% untuk produk impor asal China.

Keputusan ini langsung mendapat reaksi keras dari negara-negara yang terkena dampak, yang mengancam akan melakukan langkah balasan terhadap kebijakan AS.

Meski rupiah menguat di awal perdagangan hari ini, pengamat forex Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang Garuda masih akan bergerak fluktuatif sepanjang hari. Ia memprediksi rupiah berpotensi kembali melemah dan ditutup di rentang Rp16.430 – Rp16.500 per dolar AS.

Dari sisi eksternal, pelaku pasar masih mencermati perkembangan lebih lanjut terkait kebijakan tarif AS yang berpotensi memicu ketegangan perdagangan global.

Selain itu, data terbaru mengenai indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS yang sesuai dengan perkiraan turut memengaruhi ekspektasi pasar bahwa suku bunga AS akan tetap tinggi dalam waktu yang lebih lama.

Sementara itu, dari dalam negeri, kebijakan tarif impor AS juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai dampaknya terhadap perekonomian nasional, terutama dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Saat ini, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), nilai tukar rupiah dipatok pada level Rp16.000 per dolar AS. Dengan kondisi pasar yang masih bergejolak, diperlukan strategi yang tepat agar rupiah tetap berada dalam kisaran yang stabil dan tidak terlalu tertekan oleh faktor eksternal.

Sebelumnya diberitakan, Pada Sabtu (01/02) kemarin, publik dikejutkan oleh tampilan kurs dollar AS ke rupiah di Google yang menunjukkan angka Rp 8.170,65 per USD.

Informasi ini segera menjadi perbincangan hangat di media sosial X (Twitter), di mana kata kunci seperti “1 USD,” “Rupiah,” dan “Error” sempat menduduki trending topik. Tak hanya itu, pencarian “1 dolar berapa rupiah” juga memuncaki Google Trends hingga Minggu (02/02) pukul 11.40 WIB.

Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, Bank Indonesia (BI) dan pihak Google mengonfirmasi bahwa angka tersebut adalah kesalahan data.

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa kurs yang muncul di Google tidak mencerminkan nilai tukar rupiah yang sebenarnya.

“Level nilai tukar dollar AS ke rupiah yang berada di angka Rp 8.100-an sebagaimana yang ada di Google bukan merupakan level yang seharusnya,” jelas Ramdan dalam pernyataan resminya.

Ia juga mengungkapkan bahwa berdasarkan data resmi Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada 31 Januari 2025 sebenarnya berada di angka Rp 16.312 per USD.

Sementara itu, Google juga menyadari adanya ketidaksesuaian dalam informasi nilai tukar rupiah yang ditampilkan di mesin pencariannya. Google menjelaskan bahwa kesalahan ini berasal dari pihak ketiga yang menyuplai data nilai tukar ke sistem mereka.

“Kami telah mengidentifikasi adanya masalah yang mempengaruhi tampilan nilai tukar rupiah di Google Search. Kesalahan ini berasal dari data pihak ketiga yang kami gunakan,” demikian pernyataan dari Google.

Setelah kesalahan ini terungkap, Google bergerak cepat untuk memperbaiki tampilan informasi nilai tukar agar sesuai dengan data resmi yang dikeluarkan oleh otoritas keuangan Indonesia.

Sebagai gambaran, berikut adalah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS selama sepekan terakhir berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis oleh Bank Indonesia:

  • 20 Januari 2025: Rp 16.372
  • 21 Januari 2025: Rp 16.331
  • 22 Januari 2025: Rp 16.327
  • 23 Januari 2025: Rp 16.276
  • 24 Januari 2025: Rp 16.200
  • 30 Januari 2025: Rp 16.259
  • 31 Januari 2025: Rp 16.312

Dari data tersebut, terlihat bahwa rupiah bergerak di kisaran Rp 16.200 hingga Rp 16.372 per USD, jauh dari angka Rp 8.170,65 yang sempat muncul di Google.

Kesalahan tampilan kurs rupiah di Google sempat menimbulkan kebingungan di masyarakat, terutama di kalangan pelaku pasar dan pengguna layanan keuangan.

Namun, baik Bank Indonesia maupun Google telah memberikan klarifikasi bahwa angka tersebut tidak valid dan merupakan kesalahan teknis. Dengan adanya perbaikan data, diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam memverifikasi informasi keuangan, terutama yang bersumber dari pihak ketiga.

Untuk informasi, mengutip data Bloomberg, rupiah akhir pekan lalu, Jumat (31/1/2025) ditutup melemah 49 poin atau 0,301% ke level Rp16.305 per dolar AS. Sementara, sepanjang Januari 2025, rupiah sudah terdepresiasi 1,06% terhadap dolar AS dari posisi akhir 2024.

Untuk perdagangan hari ini, Mata uang rupiah diperkirakan akan mengalami fluktuasi di awal pekan ini, Senin (03/02), dan ditutup melemah di kisaran Rp16.300 – Rp16.360 per dolar AS.

Pengamat forex Ibrahim Assuaibi, menilai bahwa pergerakan rupiah masih dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam negeri maupun global.

“Pergerakan rupiah harus ditelaah lebih jauh dengan melihat kondisi global,” ujar Ibrahim.

Ia menyoroti sejumlah sentimen yang berpotensi memengaruhi nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu ke depan.

Dari sisi global, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengancam untuk menerapkan perang dagang, khususnya terhadap negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang tidak menggunakan dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional mereka.

Ancaman ini semakin memperburuk ketidakpastian ekonomi global, yang dapat berdampak negatif pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Selain itu, The Federal Reserve (The Fed) telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pekan lalu.

Keputusan ini berpotensi membuat dolar AS tetap kuat, sehingga memberikan tekanan tambahan bagi rupiah dan mata uang lainnya di pasar negara berkembang.

Tak hanya itu, kebijakan tarif yang diumumkan oleh Donald Trump terhadap mitra dagangnya juga menjadi sorotan pasar.

Presiden AS tersebut resmi memberlakukan tarif 25% untuk impor dari Kanada dan Meksiko, serta 10% untuk impor dari China, yang mulai berlaku pada 1 Februari 2025. Kebijakan ini diperkirakan akan memperburuk hubungan dagang global dan memicu volatilitas di pasar keuangan.

Dari dalam negeri, situasi ekonomi juga turut menjadi perhatian investor. Salah satu isu utama adalah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang semakin meningkat, seiring dengan banyaknya perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Kondisi ini menekan daya beli masyarakat kelas menengah, yang pada akhirnya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, pemerintah telah mulai menjalankan program makan bergizi gratis, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, Ibrahim menilai bahwa program ini belum cukup untuk mendongkrak konsumsi masyarakat secara keseluruhan.

“Banyak ekonomi konsumsi masyarakat tidak serta mendukung pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Artinya, meskipun konsumsi masih berjalan, namun tidak cukup kuat untuk memberikan dorongan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025.

Dengan berbagai faktor yang memengaruhi kondisi ekonomi saat ini, para investor kini menyoroti target pertumbuhan ekonomi 2025.

Mereka mencermati bagaimana kebijakan fiskal dan moneter pemerintah akan merespons tantangan global serta menstabilkan ekonomi domestik.

Jika sentimen negatif dari faktor eksternal terus berlanjut, sementara masalah dalam negeri seperti PHK dan daya beli masyarakat yang lemah tidak segera diatasi, maka nilai tukar rupiah berpotensi tetap berada dalam tren pelemahan.

Meski demikian, Ibrahim menekankan bahwa pergerakan rupiah tidak hanya bergantung pada kondisi saat ini, tetapi juga pada langkah-langkah kebijakan yang akan diambil pemerintah dan otoritas keuangan dalam beberapa waktu ke depan.

“Penting bagi pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengambil kebijakan yang tepat agar rupiah tetap stabil di tengah gejolak global,” tutupnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news