KabarMakassar.com — Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terkait Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Moh Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad. Dalam perkara bernomor 257/PHPU.GUB-XXIII/2025 tersebut, MK menolak gugatan yang diajukan pemohon.
Sidang putusan yang digelar pada Selasa, (04/02) malam, dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo. Dalam amar putusannya, Suhartoyo menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima.
“Dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi termohon dan pihak terkait mengenai kedudukan hukum pemohon,” ujar Suhartoyo dalam persidangan.
“Menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk selebihnya. Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” lanjutnya.
Dengan putusan tersebut, pasangan calon nomor urut 2, Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi, tetap dinyatakan sebagai pemenang Pilgub Sulsel 2024.
Mereka akan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan pada 20 Februari 2025 sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang telah disepakati bersama Komisi II DPR RI.
Dalam permohonannya, paslon nomor urut 1, Moh Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad, mendalilkan adanya berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh paslon nomor urut 2.
Mereka menuding bahwa kemenangan paslon nomor urut 2 diperoleh melalui tindakan yang melanggar prinsip pemilu yang jujur dan adil.
Menurut pemohon, terdapat indikasi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), terutama dalam bentuk pengerahan aparatur sipil negara (ASN) untuk memenangkan paslon nomor urut 2.
Salah satu bukti yang diajukan pemohon adalah pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan, Zudan Arif Fakrulloh, yang dianggap memberikan arahan politik secara terselubung.
“Pernyataan dari Pj Gubernur Sulawesi Selatan, Bapak Profesor Zudan Arif Fakrulloh, yang kami ajukan dalam bukti P7 menyatakan ‘pilihan Sulawesi Selatan hanya dua, saya tidak bicara pasangan calon tertentu, dua-dua aman-aman.’ Kami tafsirkan itu sebagai bentuk dukungan kepada paslon tertentu,” ungkap kuasa hukum pemohon, Donal Fariz, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada Kamis, (09/01) kemarin, di Gedung II MK, Jakarta.
Selain itu, pemohon juga menyoroti dugaan nepotisme dalam Pilgub Sulsel 2024. Mereka menyebut bahwa calon gubernur nomor urut 2, Andi Sudirman Sulaiman, memiliki hubungan keluarga dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Menurut pemohon, keterlibatan Menteri Pertanian dalam menyalurkan bantuan kepada masyarakat Sulsel menjelang Pilgub 2024 telah menciptakan ketidakadilan dalam kompetisi elektoral.
Pemohon mengungkap bahwa dalam periode Mei hingga Oktober 2024, Kementerian Pertanian memberikan bantuan senilai Rp2,9 triliun kepada tujuh kabupaten di Sulsel.
Bantuan tersebut terdiri dari Rp356,3 miliar untuk program reguler, Rp48,4 miliar untuk bantuan bencana alam, serta Rp2,57 triliun dalam bentuk pupuk subsidi. Pemohon menilai bahwa distribusi bantuan ini memiliki kepentingan politik untuk memenangkan paslon nomor urut 2.
Selain menyoroti dugaan penyalahgunaan kewenangan dan nepotisme, pemohon juga mempersoalkan jumlah surat suara tidak sah yang dianggap janggal.
Mereka membandingkan jumlah surat suara tidak sah dalam Pilwalkot Makassar, yang hanya mencapai 14.603 suara, dengan Pilgub Sulsel yang mencapai 30.374 suara.
Menurut pemohon, angka ini menimbulkan kecurigaan karena Pilwalkot Makassar memiliki lebih banyak pasangan calon, sehingga seharusnya lebih kompleks dibanding Pilgub Sulsel yang hanya diikuti oleh dua paslon.
Pemohon menduga bahwa jumlah surat suara tidak sah yang tinggi dalam Pilgub Sulsel merupakan upaya untuk mengurangi suara mereka.
Tidak hanya itu, pemohon juga mendalilkan adanya manipulasi daftar hadir pemilih tetap (DHPT). Mereka menemukan dugaan pemilih “siluman” di berbagai tempat pemungutan suara (TPS).
Dugaan ini didasarkan pada perbedaan tanda tangan antara daftar hadir dan KTP pemilih, serta pengakuan petugas KPPS yang menyatakan telah menandatangani sendiri seluruh daftar hadir di beberapa TPS.
Pemohon juga melaporkan adanya dugaan mobilisasi ASN yang dilakukan oleh Pj Bupati Soppeng. Menurut pemohon, ASN di Kabupaten Soppeng dimobilisasi untuk mendukung paslon nomor urut 2 dalam kampanye terselubung yang dilakukan saat perayaan Hari Ulang Tahun Sulawesi Selatan ke-355.
Dalam persidangan lanjutan pada 20 Januari 2025, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel selaku termohon membantah seluruh tuduhan yang diajukan oleh pemohon.
Kuasa hukum KPU Sulsel, Hifdzil Alim, menjelaskan bahwa pemilih yang tidak menandatangani daftar hadir di TPS bukanlah bukti adanya manipulasi suara.
Menurutnya, hal ini lebih disebabkan oleh faktor teknis, seperti pemilih yang terburu-buru atau langsung masuk ke bilik suara tanpa mengikuti prosedur secara lengkap.
Hifdzil juga menegaskan bahwa tidak ada rekomendasi dari Bawaslu yang menyatakan adanya pelanggaran dalam proses pemungutan suara.
Ia membantah bahwa KPU Sulsel melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon.
Sementara itu, kuasa hukum paslon nomor urut 2, Damang, juga membantah tudingan pemohon terkait keterlibatan ASN dalam pemenangan Pilgub Sulsel 2024.
Menurutnya, netralitas ASN tidak dapat diukur hanya berdasarkan rekaman video atau pernyataan yang bersifat subjektif.
Anggota Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, juga menyatakan bahwa tidak ditemukan pelanggaran yang berkaitan dengan daftar hadir pemilih atau dugaan kecurangan yang didalilkan pemohon.
Ia menegaskan bahwa laporan terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN tidak dapat diregister karena tidak memenuhi syarat administrasi.
Dengan putusan MK yang menolak gugatan pemohon, hasil Pilgub Sulsel 2024 tetap sah dan tidak mengalami perubahan.
Pasangan Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi akan tetap dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan pada 20 Februari 2025.
Putusan ini sekaligus menutup kemungkinan adanya pemungutan suara ulang, sebagaimana yang diminta oleh pemohon dalam gugatannya.
MK menyatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif sebagaimana didalilkan oleh pemohon.
Dengan demikian, sengketa Pilgub Sulsel 2024 telah resmi berakhir di tingkat MK, dan pasangan terpilih akan melanjutkan proses pemerintahan sesuai dengan amanat rakyat Sulawesi Selatan.