KabarMakassar.com — Ketua Majelis sidang DKPP RI, Heddy Lugito mencecar Ketua Panwaslu Kelara Bakhtiar, dengan duduk perkara adanya temuan anggota KPPS menandatangani daftar hadir hingga mencapai ratusan pemilih.
Pertanyaan itu dilontarkan, Heddy Lugito setelah Bakhtiar memaparkan sejumlah temuannya di beberapa TPS dalam sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Jumat (7/2).
“Tadi didalilkan oleh pengadu di wilayah Kecamatan Kelara, saya lupa nomor tps-nya, ada KPPS yang menandatangani daftar hadir ya, itu di TPS dimana kejadiannya,” tanya Heddy. Jumat (7/2).
Menjawab polemik tersebut, Bakhtiar langsung menerangkan bahwa temuan tersebut berada di TPS 02, Kelurahan Tolo, Kecamatan Kelara.
“Kejadiannya itu pada saat rekap di tingkat kecamatan di tanggal 29 itu rekap pertama, setelah itu masuk di TPS 2 dan di TPS 2 itu, kami juga punya bukti, yang menjadi pertanyaan keterkaitan dengan absen,” terangnya.
Atas temuan ini, Panwaslu menuangkan kasus itu masuk ke dalam temuan pelanggaran. Temuan itu juga dilaporkan langsung ke Bawaslu Jeneponto.
Usai melontarkan pertanyaan itu, Ketua Majelis Sidang mencari Bawaslu Jeneponto.
“Ketua Bawaslu Jeneponto hadir yah? Tadi kan ditemukan, ada temuan 118 yang ditemukan Panwascam dan dilaporkan ke Bawaslu Kabupaten, tindaklanjutnya seperti apa di Kabupaten?,” cecar Heddy.
Menjawab hal itu, Koordinator divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jeneponto, Bustanil Nassa menjelaskan bahwa temuan Panwaslu Kelara dihentikan.
“Dengan alasan bahwa laporan tersebut sudah dilaporkan oleh pelapor ke Bawaslu Kabupaten Jeneponto. Jadi Bawaslu Jeneponto berdasarkan laporan pelapor itu nomor 010 yang mulia, itu kemudian menindaklanjuti dengan kemudian memanggil pelapor dan saksi, serta terlapor. Tetapi yang mulia, mohon izin bahwa pelapor tidak pernah hadir, menghadiri undangan klarifikasi yang disampaikan oleh Bawaslu Kabupaten Jeneponto,” jelas Bustanil.
Lebih jauh dikatakan, laporan itu telah dikaji oleh Bawaslu Jeneponto, dan hal itu dibuktikan dalam video oleh pelapor.
“Itu berbeda dengan terlapor, laporannya atas nama Hermansyah, di video yang dikirimkan itu atas nama Ilham Akbar. Jadi ada anomali antara terlapor dengan video yang disampaikan. Sehingga itu tidak terbukti sebagai pelanggaran,” tambah Bustanil.
Mendengar keterangan Bustanil, Majelis kembali mencecar Bawaslu terkait fatwa soal benarnya anggota KPPS itu mendandatangani atau tidak.
“Fatwanya gimana? fatwanya memang ditandatangani oleh anggota KPPS?” tanya Ketua Majelis.
“Jadi seperti ini yang mulia, persoalannya adalah ketika pelapor dan saksi tidak hadir itu kemudian kami tidak mampu mengkonfirmasi kebenaran daripada laporan pelapor,” Jawab Bustanil.
“Nggak, kan ada hasil (video temuan), hasil pengawasan dan ditemukan oleh panwas kecamatan, iya kan?” timpal Heddy.
Bustanil berulangkali dicecar soal alasan kasus temuan itu dihentikan, dan mempertanyakan dasarnya.
“Karena ada laporan ke Bawaslu Kabupaten yang mulai,” terangnya.
Heddy yang tak mendapatkan jawaban spesifik pun langsung terheran-heran soal kasus tersebut. Panwaslu Kecamatan bahkan menjelaskan telah melampirkan bukti itu masuk dalam laporan pelanggaran pemilu.
“118, dan itu sama sekali tidak dilakukan penanganan pelanggaran, baik administrasi dan pidana, tidak? Bawaslu Kabupaten, ini bukan persoalan sepeleh loh, orang tanda tangani daftar hadir itu, yah kalau hadir. Kalau gak hadir, coba, kalau gak hadir 118 itu jumlah yang besar,” tanya Heddy menunjuki Bustanil.
Merasa disudutkan, Bustanil terdiam, kemudian dia menjawab dengan dalih hanya melakukan registrasi ke daftar laporan aduan pelanggaran.
“Bawaslu Kabupaten dan menindaklanjuti dengan meregister yang mulia, dipanggil pelapor dan saksi tak pernah hadir. Diproses yang mulia, tetapi Bawaslu Jeneponto menyatakan tidak terbukti sebagai pelanggaran” kata Bustanil.