Unhas Kukuhkan 4 Guru Besar Rumpun Ilmu Agrokompleks

4 hours ago 1

banner 468x60

KabarMakassar.com — Empat Profesor guru besar baru di Fakultas Kehutanan, Fakultas Peternakan dan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin dikukuhkan pada Rapat Paripurna Senat Akademik yang berlangsung di Ruang Senat Akademik Unhas, Selasa (11/02).

Empat profesor baru yang dikukuhkan yakni Prof. Makarennu, S.Hut., M.Si., Ph.D., guru besar bidang Ilmu Pemasaran Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dengan nomor keanggotaan 550 dan Prof. Dr. Ir. Siti Halimah Larekeng, SP., MP., guru besar bidang Ilmu Pemuliaan Kultur Jaringan, Fakultas Kehutanan, dengan nomor keanggotaan 551

Pemprov Sulsel

Selanjutnya, Prof. Dr. Ir. Nadiarti, M.Sc., guru besar bidang Ekologi Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, dengan nomor keanggotaan 552 dan Prof. Dr. Ir. Sri Purwanti, S.Pt., M.Si., IPU., ASEAN Eng., guru besar bidang Ilmu Nutrisi dan Pakan Unggas, Fakultas Peternakan, dengan nomor keanggotaan 553

Rektor Unhas, Prof. JJ dalam sambutannya menyampaikan selamat atas penambahan guru besar Unhas.

Dimana, ini menunjukkan pencapaian serta kebanggaan peningkatan kapasitas dan kualitas mutu pembelajaran.

Dirinya juga memberikan apresiasi atas hasil penelitian yang dihasilkan oleh para guru besar Unhas. Prof JJ mengharapkan, hasil penelitian yang dilakukan bisa memberikan manfaat besar kepada masyarakat secara meluas melalui penelitian dan inovasi yang dihasilkan.

“Interdisiplin adalah sebuah keniscayaan, kedepan Unhas bisa menjadi contoh bagaimana penyelesaian masalah yang sifatnya kompleks dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu keilmuan saja. Butuh interdisiplin dan kolaborasi untuk memberikan hasil yang maksimal. Para srikandi yang dikukuhkan ini memberikan perspektif baru dalam bidang keilmuan masing-masing,” jelas Prof JJ.

Sebelumnya, masing-masing guru besar telah menyampaikan pidato penerimaan yang membahas bidang keahliannya.

Prof Makarennu
Dalam pidatonya, Prof Nunu memberikan penjelasan tentang “Adaptive Collaborative Marketing: Model Bisnis Berkelanjutan Usaha Kehutanan Masyarakat” yang menitikberatkan pada sinergi pemanfaatan sumber daya hutan dan inovasi pemasaran hasil hutan yang adaptif dan berkelanjutan.

Konsep ini tidak hanya menjawab tantangan keberlanjutan, tetapi juga membuka peluang baru bagi pemasaran produk hasil hutan, baik di pasar domestik maupun pasar global.

Prof Nunu menjelaskan model bisnis berkelanjutan menjadi landasan penting dalam pengelolaan usaha kehutanan masyarakat yang menghadapi tantangan perubahan pasar, kebijakan, dan lingkungan.

Dalam konteks ini, Adaptive Collaborative Marketing (ACM) muncul sebagai inovasi model bisnis yang mengintegrasikan prinsip adaptasi, kolaborasi dan berkelanjutan untuk mengelola pemasaran produk kehutanan secara lebih efektif.

“ACM merupakan evolusi dari model continuous improvement yang mengintegrasikan prinsip adaptasi, kolaborasi dan berkelanjutan. ACM ini mampu menjawab tantangan pemasaran dalam usaha kehutanan masyarakat yang dinamis. Dengan pemanfaatan potensi sumber daya hutan, inovasi teknologi, serta sinergi antara berbagai pihak hingga usaha kehutanan masyarakat tidak hanya menghasilkan keuangan, tetapi menjaga fungsi ekologis hutan dan mempererat kohesi sosial komunitas lokal,” jelas Prof Nunu.

Lebih lanjut, Prof Nunu menambahkan model bisnis berkelanjutan untuk usaha kehutanan masyarakat ini bukan hanya sebuah konsep, tetapi sebuah kebutuhan yang harus segera diterapkan. Dengan mengintegrasikan pemanfaatan sumber daya hutan dan inovasi pemasaran hasil hutan, dapat menciptakan solusi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga mendukung kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial.

Kedepan, pengembangan konsep ACM akan difokuskan pada tiga aspek utama yakni pertama penguatan konsep dan riset, dimana pengembangan ACM sebagai strategi pemasaran hijau berbasis hexa-helix, digital marketing, dan circular economy melalui penelitian.

Kedua, implementasi dan kolaborasi melalui kemitraan dengan komunitas, industri hinggi akademisi. Ketiga, advokasi kebijakan melalui dorongan regulasi pemasaran hijau, insentif bagi usaha kehutanan masyarakat, serta pelatihan dan penguatan kapasitas pelaku usaha.

Prof Siti Halimah

Pada kesempatan yang sama, Prof Halima memaparkan penelitian yang dilakukan dengan judul “Integrasi Kultur Jaringan Tumbuhan sebagai upaya konservasi biodiversitas dan Peningkatan Kualitas Genetik”.

Konservasi biodiversitas menghadapi berbagai tantangan yang kompleks dan saling terkait seperti pengrusakan habitat, akibat aktivitas manusia dalam hal deforestasi, urbanisasi dan pertanian intensif menyebabkan hilangnya habitat alami.

Prof halimah menjelaskan, strategi konservasi keanekaragaman hayati tanaman dibedakan menjadi 2 pendekatan yakni in situ dan ex situ.

Pendekatan ex situ diperlukan melalui penggunaan bank benih, koleksi gen di lapangan, koleksi in vitro dan kebun raya.

Penyimpanan in vitro yang memungkinkan untuk konservasi spesies tanamana yang terancam punah salah satunya dengan teknik kultur jaringan.

“Kultur jaringan memungkinkan pelestarian tanaman yang terancam punah dengan cara menyimpan dan memperbanyak jaringan tanamana dalam kondisi terkontrol. Ini sangat berguna untuk spesies yang tidak hanya diproduksi melalui biji atau yang memiliki biji recalcitrant yang sulit disimpan seperti halnya tanaman kehutanan,” jelas Prof Halimah.

Lebih lanjut, Prof Halimah menambahkan, teknik kultur jaringan sangat potensial untuk pengumpulan, perbanyakan dan penyimpanan plasma nutfah tumbuhan, serta sangat berguna untuk melestarikan keanekaragaman hayati tumbuhan. Kultur jaringan melibatkan pengambilan bagian tanaman seperti tunas, daun atau akar, lalu menumbuhkannya dalam media khusus yang steril.

Secara umum, teknik konservasi kultur jaringan telah terbukti menjadi solusi yang efektif dalam menjaga spesies tanaman yang terancam punah sekaligus mendukung pemulihan ekosistem yang terdegradasi.

Unhas memiliki potensi besar sebagai pusat konservasi genetik tumbuhan di kawasan wallacea.

Prof Nadiarti

Prof Nadiarti dalam pidato pengukuhannya memberikan penjelasan tentang penelitian yang dilakukan mengenai “Tantangan dan Solusi Pengelolaan Sumber Daya Perairan di Indonesia dalam Perspektif Biodiversitas”.

Sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati perairan yang sangat tinggi, Indonesia memiliki peran penting dalam sains dan kebijakan global terkait biodiversitas. Indonesia merupakan pusat biodiversitas perairan, baik flora maupun fauna.

Prof Nadiarti menjelaskan, seiring berjalannya waktu, berbagai aktivitas manusia dan perubahan lingkungan terus berlangsung dan menempatkan mega biodiversitas Indonesia berada dalam ancaman kepunahan yang bersifat konstan. Ada beberapa penyebab kehilangan biodiversitas diantaranya destruksi dan kehilangan habitat, perubahan yang terjadi pada ekosistem hingga spesie asing invasive dan over exploitasi yang menyebabkan penurunan populasi.

“Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati laut melimpah, menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sumber daya perairannya. Krisis biodiversitas, kurangnya data, praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, dan degradasi habitat merupakan beberapa masalah utama yang perlu segera diatasi,” jelas Prof Nadiarti.

Krisis biodiversitas menjadi perhatian utama, ditandai dengan banyaknya spesies yang belum terindentifikasi dan kurangnya informasi tentang status populasi spesies yang sudah dikenal.

Hasil penelitian menunjukkan, 50-100% taxa dekapoda di Indonesia belum teridentifikasi, menunjukkan kesenjangan pengetahuan yang signifikan tentang biodiversitas laut Indonesia yang menghambat upaya konservasi dan pengelolaan yang efektif. Praktik ini diperparah oleh praktik penangkapan ikan yang berlebihan dan merusak.

Secara umum, ancaman ancaman ini tidak hanya mempengaruhi spesies individu, tetapi juga ekosistem secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kehidupan manusia.

Oleh karena itu, diperlukan upaya pengelolaan yang komprehensif dan terpadu untuk melindungi biodiversitas Indonesia.

Prof Sri Purwanti
Pidato pengukuhan ditutup oleh Prof Sri Purwanti yang memberikan gambaran tentang penelitian yang dilakukan mengenai “Rekayasa Pakan Berbasis Fitobiotik dan Sumber Protein Alternatif untuk Produktivitas Unggas”.

Industri perunggasan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan hewani nasional terutama pemenuhan daging dan telur.

Tren pertumbuhan yang signifikan populasi unggas local, seperti ayam dan itik merupakan peluang strategis untuk memperkuat ketahanan pangan.

Prof Purwanti menjelaskan, ditengah pertumbuhan sektor perunggasan, pakan menjadi factor utama dalam menjaga keseimbangan antara produksi dan konsumsi.

Ketersediaan dan kualitas pakan sangat berpengaruh terhadap efisiensi produksi daging dan telur. Namun, tingginya biaya pakan menjadi tantangan bagi peternak, terutama dalam menghadapi fluktuasi harga bahan baku.

“Pengembangan rekayasa pakan dengan inovasi teknologi formulasi pakan yang sehat, bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan nutrisi unggas, tetapi juga memastikan keamanan pangan, dan keberlanjutan lingkungan merupakan salah satu solusi permasalahan tersebut. Rekayasa pakan berbasis fitobiotik yaitu pemanfaatan senyawa alami dari tumbuhan, dapat meningkatkan kesehatan unggas serta efisiensi produksi secara berkelanjutan,” jelas Prof Purwanti.

Fitobiotik adalah senyawa aktif alami yang diperoleh dari beberapa sumber herbal misalnya rempah rempah dan tumbuhan (ekstra tumbuhan) dan disebut juga botanicals karena berasal dari sumber tanaman alami. Ini merupakan senyawa bioaktif sebagai aditif dalam pakan unggas untuk meningkatkan kesehatan dan produktivitas ternak. Penggunaan fitobiotik terbukti memberikan manfaat bagi kesehatan, system pencernaan dan performa produksi unggas.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news