Kredit Produktif Masih Dominan di Sulselbar, Capai Rp89,39 Triliun

3 hours ago 1

KabarMakassar.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) mencatat bahwa komposisi penyaluran kredit per Maret 2025 masih menunjukkan keseimbangan antara kredit konsumtif dan kredit produktif.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor OJK Sulselbar, Moch Muchlasin, yang menekankan pentingnya keseimbangan ini dalam mendukung perekonomian daerah secara berkelanjutan.

Menurut Muchlasin, meskipun kedua jenis kredit ini berimbang, dampak ekonomi dari kredit produktif dinilai lebih luas.

“Kalau dilihat multiplier effect-nya, kredit produktif bisa memberikan dampak besar, mulai dari menciptakan lapangan kerja hingga mendorong usaha rumah tangga,” ungkapnya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa kredit konsumtif tetap penting karena menunjukkan daya beli masyarakat yang masih terjaga.

Dari data yang dirilis OJK, total kredit produktif yang tersalurkan mencapai Rp89,39 triliun atau 57% dari keseluruhan penyaluran.

Meski jumlahnya dominan, kredit produktif juga menyimpan tantangan besar karena rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) tercatat cukup tinggi, yaitu 3,90%.

Sementara itu, kredit konsumtif tercatat sebesar Rp76,89 triliun atau 43% dari total, dengan NPL yang jauh lebih rendah yaitu 1,65%.

Kredit jenis ini lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pribadi seperti pembelian barang elektronik, kendaraan, hingga perlengkapan rumah tangga.

Dalam tren pertumbuhan beberapa tahun terakhir, kredit produktif sempat mencatatkan performa positif, khususnya pada Desember 2022 dan 2023 dengan pertumbuhan masing-masing di atas 11%.

Namun, pada Maret 2024, pertumbuhannya melambat drastis menjadi hanya 0,20%, dan kondisi ini berlanjut hingga Maret 2025. Sebaliknya, kredit konsumtif tetap tumbuh stabil, mencatatkan pertumbuhan 8,27% pada Maret 2024.

Muchlasin menilai perlambatan pertumbuhan kredit produktif ini sebagai indikasi kehati-hatian sektor usaha dalam melakukan ekspansi.

Faktor eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global juga berperan dalam memengaruhi iklim usaha di tingkat daerah.

“Dari sisi sektoral, penyaluran kredit terbesar per Maret 2025 berada di sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang menyumbang 22,94% atau sekitar Rp38,04 triliun. Namun sektor ini mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -1,80% dan mencatatkan NPL tertinggi kedua sebesar 4,57%,” lanjutnya.

Sektor lain yang menunjukkan kontribusi signifikan adalah Kredit Pemilikan Peralatan Rumah Tangga Lainnya dengan porsi 18,22%, nilai kredit Rp30,20 triliun, dan pertumbuhan 9,97% — meningkat dari 5,07% tahun sebelumnya. NPL pada sektor ini relatif rendah, yaitu 1,39%.

Kredit Pemilikan Rumah Tinggal mengalami lonjakan pertumbuhan tahunan dari 2,62% menjadi 16,47%, dengan total kredit sebesar Rp27,31 triliun dan NPL sebesar 2,18%.

Di sisi lain, beberapa sektor mengalami perlambatan atau bahkan kontraksi. Sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya mencatat penurunan pertumbuhan -3,09% dengan nilai kredit Rp15,38 triliun dan NPL hanya 0,63%. Sektor Industri Pengolahan juga melambat dari 4,04% menjadi 1,40%, dengan kredit Rp7,78 triliun dan NPL 4,76%.

Sektor konstruksi mencatat pertumbuhan rendah sebesar 2,11% dari sebelumnya 5,51%, dengan total kredit Rp5,54 triliun dan NPL cukup tinggi yakni 5,30%. Sementara sektor Listrik, Gas, dan Air mengalami kontraksi paling dalam dengan pertumbuhan negatif -6,94%, kredit Rp3,65 triliun, dan NPL tertinggi sebesar 9,00%.

Namun demikian, beberapa sektor menunjukkan pertumbuhan signifikan. Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan mengalami lonjakan dari 6,43% menjadi 21,33% dengan kredit Rp3,51 triliun dan NPL 2,42%. Sektor Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan juga tumbuh dari 10,86% menjadi 19,41% dengan kredit Rp14,45 triliun dan NPL 1,64%.

Secara keseluruhan, OJK mencatat perlambatan pertumbuhan kredit secara nasional. Pada Maret 2025, pertumbuhan kredit hanya mencapai 3,76%, jauh menurun dibandingkan 11,03% pada 2024.

Perlambatan ini dipicu oleh kontraksi di sektor perdagangan besar dan eceran, serta penurunan penyaluran kredit di sektor pertambangan, perantara keuangan, administrasi pemerintahan, dan properti seperti pemilikan ruko.

Kondisi ini menunjukkan tantangan besar bagi sektor jasa keuangan dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan kredit dan kualitas pembiayaan, sekaligus mendorong sektor-sektor produktif agar dapat kembali tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news