KabarMakassar.com — Usulan sistem parkir oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PD Parkir Makassar Raya, Adi Rasyid Ali (ARA) berupa pembayaran parkir satu kali dalam setahun melalui integrasi dengan pajak kendaraan bermotor mendapat dukungan dari DPRD Kota Makassar.
Anggota Komisi B DPRD Makassar, Zulhajar, menyatakan dukungannya terhadap usulan tersebut. Ia menyebut bahwa ide parkir tahunan sebenarnya telah lama menjadi dorongan dari Komisi B, sebagai langkah digitalisasi untuk menutup kebocoran pendapatan dari sektor retribusi parkir.
“Sebenarnya ide awalnya dari Komisi B sejak periode direksi sebelumnya. Kita dorong sistem langganan per tahun atau per-enam bulan agar retribusi lebih tertib dan transparan. Direksi yang sekarang menyambut baik itu,” ujar Zulhajar saat dikonfirmasi, Kamis (03/07).
Menurutnya, langkah modernisasi sistem parkir tidak bisa lagi ditunda. Apalagi, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2006 yang selama ini digunakan, dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Karenanya, Komisi B telah mengusulkan revisi lewat Perda inisiatif yang telah disetujui untuk dibahas tahun ini.
“Perda Parkir kita sudah ketinggalan hampir dua dekade. Sementara teknologi terus berkembang. Maka tahun ini, Komisi B menjadi pengusul Perda inisiatif dan tinggal menunggu pembentukan Pansus,” tegasnya.
Zulhajar memaparkan, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor parkir sangat besar. Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah kendaraan di Kota Makassar mencapai 1,4 juta unit, terdiri dari sekitar 450 ribu kendaraan roda empat dan hampir 1 juta roda dua.
Jika hanya 30 persen saja yang parkir per hari dengan tarif Rp2.000, maka bisa menghasilkan sekitar Rp1 miliar per hari atau setara Rp365 miliar per tahun.
“Sayangnya, yang masuk ke kas daerah melalui PD Parkir masih sangat jauh dari angka itu. Ini bukti bahwa sistem kita bocor. Maka solusi paling masuk akal adalah digitalisasi dan sistem langganan,” ucapnya.
Ia pun mengusulkan agar skema parkir berlangganan diintegrasikan ke dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor. Dalam sistem ini, pemilik kendaraan cukup membayar retribusi tahunan bersamaan saat membayar pajak, kemudian mendapatkan barcode yang bisa dipindai saat parkir.
“Kalau sudah bayar setahun, tinggal tunjukkan barcode. Tidak ada lagi pungutan tunai di lapangan. Juru parkir juga tidak bisa lagi menarik sesuka hati,” terang Zulhajar.
Namun, ia menegaskan bahwa modernisasi ini tidak boleh hanya berpijak pada pendekatan teknologi. Aspek sosial, terutama keterlibatan masyarakat bawah seperti para juru parkir dan pengelola parkir informal, harus diperhatikan.
“Kita harus bicara juga dengan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya di titik-titik parkir. Ada sekitar 1.500 sampai 2.000 titik parkir di Makassar yang melibatkan banyak elemen masyarakat. Jangan sampai mereka justru tersingkir,” ujarnya.
Zulhajar mendorong agar Pemkot Makassar dan PD Parkir melakukan dialog terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan di lapangan, termasuk ormas, tokoh masyarakat, dan pelaku usaha di kawasan padat parkir.
“Sistem boleh canggih, aplikasi boleh hebat, tapi kalau tidak menyentuh akar masalah sosial, akan sulit diterima. Legitimasi sosial penting untuk menjamin kelancaran kebijakan,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa seluruh petugas parkir nantinya harus difasilitasi perangkat gawai dan pelatihan khusus untuk menunjang sistem digitalisasi. Menurutnya, transformasi ini adalah peluang, bukan ancaman, bagi peningkatan pelayanan publik di sektor parkir.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PD Parkir, Adi Rasyid Ali (ARA), mengusulkan agar sistem parkir tepi jalan tidak lagi dibayar per transaksi harian, melainkan dikumpulkan setahun sekali melalui pajak kendaraan bermotor.
Konsep ini menawarkan skema parkir berlangganan yang terintegrasi dengan perpanjangan pajak kendaraan tahunan. Dengan skema tersebut, kendaraan roda dua hanya perlu membayar Rp 1.000 per tahun dan roda empat Rp 2.000 per tahun, untuk kemudian dapat bebas parkir di seluruh titik tepi jalan umum di Kota Makassar.
“Jadi Rp 1.000 roda dua, bebas parkir di mana saja. Roda empat hanya bayar Rp 2.000, bebas parkir di semua tepi jalan umum. Ini program jangka panjang, dan sangat mungkin diwujudkan,” ujar ARA, Rabu (02/07).
ARA menjelaskan bahwa sistem ini akan diterapkan secara menyeluruh di seluruh lokasi parkir tepi jalan yang menjadi kewenangan Pemkot Makassar.
Namun, sistem tersebut tidak berlaku di area-area privat seperti pusat perbelanjaan, hotel, atau fasilitas lain yang memiliki izin pengelolaan parkir sendiri (IPP).
Menurut ARA, ide ini lahir dari keinginan untuk menciptakan efisiensi dan kemudahan, baik dari sisi masyarakat pengguna jasa maupun dari sisi pemerintah sebagai pengelola.
Ia menilai bahwa masyarakat cenderung terbebani dengan sistem parkir konvensional yang harus dibayar setiap kali kendaraan berhenti di lokasi umum.
“Kalau dihitung-hitung, sekarang orang bisa habis Rp 10 ribu sehari hanya untuk parkir motor atau mobil di berbagai titik. Padahal dengan sistem ini, cukup bayar satu kali dalam setahun melalui pajak kendaraan, jauh lebih hemat dan praktis,” jelasnya.