KabarMakassar.com — Harga beras di Indonesia kembali melonjak pada Juni 2025 di semua tingkat distribusi, mulai dari penggilingan, grosir, hingga eceran. Meski Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut cadangan beras nasional masih melimpah, harga beras premium dan medium di pasar tradisional Kota Makassar tembus di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), memicu keluhan konsumen dan sorotan DPR RI.
Diketahui, pada Juni 2025 rata-rata harga beras di penggilingan yakni Rp12.994 per kilogram atau naik 2,05 persen secara month-to-month serta naik sebesar 3,62 persen secara year-on-year.
Berdasarkan kulitas beras yang ada di penggilingan, harga beras premium dan medium mengalami kenaikan dengan uraian sebagai berikut, beras premium naik 2,05 persen secara month-to-month dan naik 2,84 persen secara year-on-year. Lalu beras medium naik sebanyak 2,33 persen month-to-month dan naik 4,51 persen year-on-year.
Selain di penggilingan, kenaikan harga beras juga terjadi di tingkat grosir sebanyak 1,78 persen month-to-month dan 4,16 persen year-on-year dengan rerata harga yaitu Rp13.979 per kilogram. Kenaikan ini terjadi pada Juni 2025 walaupun stok beras pemerintah dilaporkan dalam kondisi melimpah.
Direktur Statistik Harga BPS, Windhiarso Ponco Adi menyatakan, harga beras naik meskipun stok melimpah dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya ialah karena kenaikan harga di tingkat petani yang disebabkan oleh penetapan Harga Pembelian Pemerintah atau HPP.
Hal tersebut ditegaskan usai konferensi pers BPS pada Selasa (01/07). Tak hanya itu, ia turut membeberkan jika kendala distribusi baik di tingkat penggilingan, grosir atau eceran juga berkontribusi pada lonjakan harga yang terjadi.
Berdasarkan data dari Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional pada periode 1 Juli hingga 2 Juli, harga rata-rata beras premium di tingkat konsumen nasional berada di level Rp15.906 per kilogram. Sedangkan untuk harga rata-rata beras medium di tingkat konsumen nasional menyentuh harga Rp14.688 per kilogram.
Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium dan premium tahun 2025 yaitu Rp12.500 hingga Rp15.800 per kilogram berdasar zonasi. Jika merujuk pada Surat Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025, HET beras medium di zona I, II, dan III dipatok Rp12.500 per kilogram, Rp13.100 per kilogram dan Rp13.500 per kilogram sementara HET beras premium zona I, II, III yakni Rp14.900 per kilogram, Rp15.400 per kilogram juga Rp15.800 per kilogram.
Zona I sendiri mencakup Jawa, Sulawesi, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Kemudian Zona II meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumatera Selatan, Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan, Zona III meliputi Maluku serta Papua. Mengacu pada data tersebut, harga beras medium dan premium berada jauh di atas HET nasional yang telah ditetapkan.
Harga Beras di Pasar Tradisional Kota Makassar
Saat melakukan pantauan di Pasar Tradisional Antang Kota Makassar, Sulawesi Selatan, ditemukan jika harga beras premium mencapai Rp17.000 per kilogram dimana hal tersebut melampaui HET beras premium zona I yakni Rp14.900 per kilogram.
Begitu pula dengan harga beras medium yang dibanderol dengan harga Rp15.000 per kilogram padahal HET beras medium zona I adalah Rp12.500 per kilogram.
Salah seorang pedagang di Pasar Tradisional Antang, Suarni menyampaikan, jika kondisi kenaikan harga beras tersebut telah berlangsung cukup lama. Kenaikan harga beras menyebabkan peralihan kualitas beras di kalangan pembeli.
“Beras yang dibeli sekarang kebanyakan yang medium terutama yang membeli untuk diproses menjadi makanan dan dijual kembali. Bagi konsumen biasa yang dikonsumsi langsung masih ada yang membeli beras premium tapi sedikit,” ujarnya di sela-sela melayani pembeli di lapaknya pada Rabu (03/07).
“Karena harga saat kami ambil naik, maka otomatis kami jual harganya juga lebih tinggi. Tapi, beras ini sekarang harganya betul-betul naik memang, ini beras termasuk yang mengalami kenaikan di sini Pasar Tradisional Antang,” paparnya.
Meskipun terjadi lonjakan harga beras, ungkap Suarni, tidak mempengaruhi penjualannya karena beras dinilai menjadi komoditas utama yang selalu dibutuhkan. Akan tetapi menimbulkan keresahan untuk konsumen.
Fitri yang merupakan pengunjung di Pasar Tradisional Antang merupakan salah satu masyarakat yang mengeluhkan kenaikan harga beras, terutamanya saat ini ia menjadi beralih ke beras medium dibanding sebelumnya menggunakan beras premium.
“Kan dulu harganya cukup terjangkau, jadi sebelum naik harganya sekarang sudah bisa beli beras premium yang paling bagus lah kita bilang. Tapi sekarang karena naik jadi saya beralih sekarang ke beras yang harganya lebih murah,” ujarnya.
Sementara itu di Pasar Terong Kota Makassar mengalami perbedaan harga dibanding dengan Pasar Tradisional Antang. Untuk harga beras premium dibanderol dengan harga Rp16.600 per kilogram sedangkan harga beras medium dikisaran Rp14.000 per kilogram.
Harga komoditas tersebut masih diatas harga HET beras premium dan medium zona I yaitu Rp14.900 per kilogram dan Rp12.500 per kilogram.
Penjual beras di Pasar Terong, Amin mengaku harga beras mengalami kenaikan yang cukup drastis hingga saat ini. Ia membeberkan sejumlah alasan kenaikan harga beras yang terjadi di lapaknya.
“Karena kondisi cuaca di tempat kami mengambil, itu kadang kendalanya buat harga beras jadi naik. Kayak banjir seperti itu. Kadang juga karena kurang pasokan, jadi karena ada beberapa yang susah didapat maka harganya juga ikut naik,” terangnya.
Ia mengatakan, ditengah kenaikan harga beras, masyarakat lebih dominan untuk memilih beras medium yang cenderung lebih murah dibandingkan dengan beras premium, meskipun untuk skala kualitas masih terbilang dibawah beras premium.
Stok Beras Melimpah, Harga Ditingkat Konsumen Merangkak Naik
Lonjakan harga beras yang terjadi di tengah stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dilaporkan melimpah menimbulkan pertanyaan bagi Komisi IV DPR RI dan juga masyarakat.
Diketahui, sampai dengan 30 Juni 2025, cadangan beras yang ada di gudang Bulog mencapai 4,19 juta ton. Akan tetapi, harga di tingkat konsumen terus mengalami kenaikan.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB Daniel Johan mempertanyakan harga beras yang memiliki harga tinggi meskipun stok nasional terbilang memadai.
“Di tengah harga konsumen yang tinggi, katanya Bulog dilarang untuk melepas cadangannya, melepas stoknya, biasanya kan, jawaban saya menjadi tugas Bulog untuk mengintervensi pasar, salah satunya adalah operasi pasar, sehingga harga menjadi stabil. Tetapi katanya Bulog dilarang. Kita minta penjelasan,” ujar Daniel dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Badan Pangan Nasional di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (01/07).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, persoalan harga beras yang tinggi tidak terlepas dari naiknya harga gabah di tingkat petani. Ia menilai, harga Gabah Kering Panen (GKP) kini telah melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“Kenapa harga beras naik? Ya, kalau GKP sebelumnya di angka Rp5.500 atau Rp6.000, hari ini Rp6.500 di Maret kualitas apapun,” jelas Arief.
Ia turut menyinggung pola musiman panen raya yang biasanya terjadi pada Maret hingga April. Di masa itu, produksi beras nasional dapat menembus hingga 10 juta ton. Tetapi, ketika masa panen berakhir, pasokan menurun dan mendorong kenaikan harga gabah.
“Kalau harga gabah naik, maka harga beras naik. Nah ini waktunya pemerintah melakukan intervensi, dengan satu, bantuan pangan yang 18,277 juta KPM (keluarga penerima manfaat), dan yang kedua SPHP,” ujarnya.
Pemerintah, kata Arief, menilai saat ini adalah waktu yang tepat untuk mulai melakukan intervensi pasar, guna menstabilkan harga beras di tengah penurunan produksi.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian mengumumkan jika capaian target produksi beras pada awal tahun 2025 tembus hingga 4,2 juta ton. Dimana hal itu menjadi yang tertinggi selama 57 tahun terakhir.
Menurut United States Departement of Agriculture (USDA) memproyeksikan produksi beras Indonesia di 2025 mencapai 34,6 juta ton yang melebihi target yang telah ditetapkan pemerintah yakni 32 juta ton.
Di sisi lain, berdasarkan data dari Food and Agriculture (FAO) memprediksi jika produksi beras Tanah Air bisa tembus hingga 35,6 juta ton pada tahun ini.
Surplus Komoditi Beras di Sulawesi Selatan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) berkomitmen untuk memastikan ketersediaan pangan strategis dalam kondisi aman.
Berdasarkan hasil analisis neraca pangan bulan Mei 2025 menunjukkan, jika stok sejumlah komoditas utama berada dalam posisi surplus atau jumlahnya melebihi kebutuhan.
Diketahui, ketahanan stok pangan yang ada di Sulsel bervariasi, beberapa komoditas bahkan memiliki cadangan hingga lebih dari satu tahun. Contohnya, untuk beras mencapai 384 hari.
Ketersediaan sendiri tembus hingga 1.153.918 ton, sementara kebutuhan pada bulan Mei hanya sebesar 86.098 ton. Hal tersebut menunjukkan, bahwa kebutuhan masyarakat Sulsel untuk beras, aman hingga lebih dari satu tahun ke depan.
Penerapan Harga Pembelian Pemerintah Rp6.500 Diterapkan di Sulawesi Selatan
Perubahan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah mulai berlaku di Sulawesi Selatan (Sulsel) sebesar Rp6.500 per kilogram (Kg).
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHBun) Sulsel, Uvan Nurwahidah mengaku, HPP baru ini sudah diterapkan di beberapa wilayah.
“Pemantauan harga HPP tetap dilaksanakan oleh penyuluh di setiap desa dan kabupaten yang mana harga telah di tetapkan Rp6.500,” katanya, Kamis (16/01).
Kendati begitu, Uvan Nurwahidah juga mengaku masih ada harga gabah di bawah HPP lantaran beberapa faktor.
“Ada saja yang menjual di bawah harga Rp5.000, hal ini terjadi karena mereka menjual dalam keadaan basah setelah panen yang kadar airnya tinggi,” tambahnya.
Perubahan harga gabah ini diatur melalui Keputusan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada Minggu (12/01) dan diterapkan per Rabu (15/01).
Keputusan ini tentang Perubahan Atas HPP dan rafaksi harga gabah dan beras. Mulai 2025, ada kenaikan HPP Bulog terhadap produksi beras petani.
Dalam Kepbadan Nomor 2 Tahun 2025 ada 5 poin penting penyesuaian HPP gabah dan beras bagi Bulog. Untuk Gabah Kering Panen (GKP) di petani sebesar Rp6.500 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Kemudian GKP di penggilingan sebesar Rp6.700 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Terpisah, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan, keputusan ini dinilai tepat dilakukan untuk kesejahteraan petani. Potensi kerugian petani akibat harga di bawah HPP mencapai Rp24,6 Triliun selama 4 bulan.
“Dampak lainnya target NTP tidak tercapai, kemiskinan meningkat, dan bantuan subsidi pangan Rp144,6 Triliun tidak memberikan peningkatan kesejahteraan petani,” ujarnya pada Rapat Koordinasi Bidang Pangan Sulsel di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Jumat (17/01).
Melalui perubahan HPP itu, Amran merekomendasikan untuk melakukan serap gabah sesuai HPP, menghentikan stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) beras, dan hentikan bansos beras.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Kanwil Perum Bulog Sulselbar, Akhmad Kholisun menyampaikan peraturan atas kenaikan HPP hadir di awal tahun ini.
“Kalau sekarang dengan Keputusan Kepala Badan Pangan Nomor 2 Tahun 2025, ada kenaikan HPP, harga pembelian pemerintah untuk gabah dengan gabah kering panen dengan kualitas kadar air maksimal 25 dengan kadar hampa 10 persen akan dibeli dengan harga Rp6.500 per kilogram,” ujar Akhmad pada Rabu (15/01).
Keputusan kenaikan HPP tersebut dikeluarkan pada Minggu (12/01) lalu, dan menjadi efektif pada Rabu (15/01) ini.
Walau mengalami kenaikan harga, akan tetapi Akhmad Kholisun mengatakan, jika kualitas gabah tidak terlalu baik maka nantinya harganya akan dilakukan penyesuaian. Diketahui, HPP sebelum kenaikan sebesar Rp6.000.
“Sedangkan untuk beras, harga pembelian pemerintah Rp12.000, naik dari kemarin terakhir Rp11.000,” ungkapnya.
Ia menyatakan, kenaikan harga yang dilakukan saat ini akan menambah tingkat kesejahteraan bagi petani dan membuat mereka lebih semangat untuk berkontribusi.
Dia turut menyatakan, Bulog Sulselbar saat ini telah melakukan berbagai persiapan, mulai dari personil, menyiapkan tim pengadaan, dan tim untuk gabah serta menyiapkan sarana pergudangan dan sarana lainnya.
“Prinsipnya Bulog Sulsel sudah siap untuk melakukan penyerapan dalam negeri,” tuturnya.
Salah satu petani sekaligus pemilik sawah di Sidrap, Nurdin mengaku sangat setuju dengan adanya kenaikan harga tersebut.
Ia berharap agar hal itu bisa lebih ditingkatkan lagi. Karena kenaikan harga yang ditawarkan dapat meningkatkan taraf hidup petani.
“Dengan harga yang naik, kami jadi termotivasi karena harga yang naik ini cukup menutupi biaya produksi. Harapannya juga HPP tidak turun lagi, bahkan kalau bisa dinaikkan lagi,” tukasnya.
Walau begitu, ia menilai jika harga gabah yang naik belum mampu mengurangi kesulitan dalam menjalankan usaha pertanian yang dimilikinya.
Nurdin menekankan, kenaikan harga gabah menguntungkan hanya terjadi apabila harga produksi tidak terlalu meningkat.
“Juga seperti kenaikan harga obat-obatan dan pestisida,” pungkasnya.