
KabarMakassar.com — Perusahaan Daerah (PD) Parkir Makassar Raya melontarkan wacana besar yang berpotensi merevolusi sistem perparkiran di Kota Makassar.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PD Parkir, Adi Rasyid Ali (ARA), mengusulkan agar sistem parkir tepi jalan tidak lagi dibayar per transaksi harian, melainkan dikumpulkan setahun sekali melalui pajak kendaraan bermotor.
Konsep ini menawarkan skema parkir berlangganan yang terintegrasi dengan perpanjangan pajak kendaraan tahunan. Dengan skema tersebut, kendaraan roda dua hanya perlu membayar Rp 1.000 per tahun dan roda empat Rp 2.000 per tahun, untuk kemudian dapat bebas parkir di seluruh titik tepi jalan umum di Kota Makassar.
“Jadi Rp 1.000 roda dua, bebas parkir di mana saja. Roda empat hanya bayar Rp 2.000, bebas parkir di semua tepi jalan umum. Ini program jangka panjang, dan sangat mungkin diwujudkan,” ujar ARA, Rabu (02/07).
ARA menjelaskan bahwa sistem ini akan diterapkan secara menyeluruh di seluruh lokasi parkir tepi jalan yang menjadi kewenangan Pemkot Makassar.
Namun, sistem tersebut tidak berlaku di area-area privat seperti pusat perbelanjaan, hotel, atau fasilitas lain yang memiliki izin pengelolaan parkir sendiri (IPP).
Menurut ARA, ide ini lahir dari keinginan untuk menciptakan efisiensi dan kemudahan, baik dari sisi masyarakat pengguna jasa maupun dari sisi pemerintah sebagai pengelola.
Ia menilai bahwa masyarakat cenderung terbebani dengan sistem parkir konvensional yang harus dibayar setiap kali kendaraan berhenti di lokasi umum.
“Kalau dihitung-hitung, sekarang orang bisa habis Rp 10 ribu sehari hanya untuk parkir motor atau mobil di berbagai titik. Padahal dengan sistem ini, cukup bayar satu kali dalam setahun melalui pajak kendaraan, jauh lebih hemat dan praktis,” jelasnya.
Wacana ini, meski baru pada tahap gagasan, dinilai sejalan dengan semangat digitalisasi dan simplifikasi layanan publik yang sedang digencarkan Pemerintah Kota Makassar.
Dengan menyatukan sistem pembayaran parkir ke dalam sistem pajak kendaraan tahunan, potensi kebocoran retribusi parkir juga bisa ditekan, karena pembayaran akan tercatat secara langsung dalam sistem Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) atau Samsat.
Langkah ini juga diyakini mampu memberantas praktik liar dalam pengelolaan parkir tepi jalan, sekaligus memperkuat basis data kendaraan aktif yang terparkir di ruang publik.
Selain itu, sistem ini membuka peluang sinergi lintas lembaga antara pemerintah kota, pemerintah provinsi, dan otoritas perpajakan kendaraan bermotor.
Meski demikian, ARA menyadari bahwa mewujudkan sistem ini tidaklah instan. Dibutuhkan sinkronisasi regulasi, kesiapan infrastruktur, dan sosialisasi yang luas kepada masyarakat.
Namun ia optimistis, jika dirancang dengan matang dan melibatkan semua pemangku kepentingan, program ini bisa menjadi warisan penting dalam tata kelola parkir modern dan transparan di Makassar.
“Yang pasti, ini bukan soal angka Rp 1.000 atau Rp 2.000. Ini soal bagaimana kita membangun sistem yang rapi, efisien, dan memberikan rasa nyaman bagi warga,” pungkas ARA.